Riwayat Islamnya Abu Thalib

KULIAHALISLAM.COM - Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf, lahir sekitar tiga puluh lima tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Saudara-saudaranya seayah antara lain Haris, Zubair, Abu Lahab, Abdullah, Abbas, Hamzah, disamping enam orang saudara perempuan. 

Abu Thalib yang banyak anaknya dan hidup miskin, tidak mengurangi penghormatan orang kepadanya. Karenanya, ia kemudian menjadi pemimpin kabilah tertua Suku Quraisy dan pemuka Makkah setelah kematian Abdul Muthalib.

Abu Thalib menikah dengan sepupunya, Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf dan tidak pernah menikah dengan perempuan lain. Setelah Abu Thalib meninggal, Fatimah binti Asad menganut Islam dan ikut hijrah ke Madinah. 

Fatimah binti Asad wafat pada tahun keempat hijriah. Rasulullah SAW mensalatkan jenazahanya dan berkata “Semoga Allah membalas dengan segala yang baik dan engkaulah ibu yang terbaik.”

Sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad SAW  “Rasulullah, kami tidak pernah melihat Anda melakukan yang demikian ini kepada siapapun seperti terhadap perempuan ini ?”. Kata Nabi “ Ya, sesudah Abu Thalib, tak ada orang yang lebih setia kepada saya daripada dia”. 

Sewaktu Muhammad SAW masih kecil diasuh oleh Abu Thalib. Abu Thalib sangat mencintai kemanakannya itu dan setelah Muhammad SAW menjadi Nabi, Abu Thalib melindunginya dan melindungi agamanya dari gangguan kafir Quarisy. 

Abu Thalib berkata pada Nabi Muhammad SAW agar meneruskan berdakwah untuk Islam. Abu Thalib memiliki empat orang anak yaitu Thalib bin Thalib, Aqil bin Abi Thalib, Ja’far bin Abi Thalib, Fakhitah binti Abi Thalib, dan Imam Ali bin Abi Thalib.

Abu Thalib yang berperasaan halus adalah penyair berbakat dan seorang orator. Selain Ali yang memang sudah dibesarkan dalam Islam, semua anak Abu Thalib juga masuk Islam, kecuali anak yang tertua yaitu Thalib bin Abi Thalib. 

Thalib berada dalam barisan musyrik Makkah saat Perang Badar. Ia dinyatakan hilang setelah perang Badar. Dua anak perempuan Abu Thalib bernama Fakhitah dan Um Hani’ tidak banyak diketahui sejarahnya.

Abu Thalib sebagai seorang ayah punya rasa tanggung jawab dan harga diri yang tinggi. Ia juga dikenal karena akhlaknya yang baik, cerdas dan berperasaan halus. Tidak heran jika, Abu Thalib mendapat kepercayaan Abdul Muthalib untuk mengasuh Nabi Muhammad SAW. Abu Thalib cukup sadar mengenai bahaya yang dihadapi kemanakannya Muhammad SAW.

Abu Thalib membuat puisi yang panjang yang indah sekali melukiskan Makkah sebagai kota suci serta peranan dan peninggalan Bani Hasyim di kota itu, memuji kehormatan kota Makkah dan ia meyakinkan mereka bahwa dia adalah salah seorang di antara mereka, tetapi ia juga menyatakan tekadnya hendak membela kemanakannya itu sampai akhir hayatnya.

Islamnya Abu Thalib

Mengenai kepercayaan Abu Thalib, sudahkah ia beriman kepada ajaran Islam atau masih berpegang pada keyakianan kafir Quraisy, terjadi perbedaan pendapat para Ulama. Menurut Dr. Muhammad at-Tawanji dalam bukunya “Diwan Abi Thalib” ada  tiga pendapat tentang Keislaman Abu Thalib. 

Satu golongan mengatakan Abu Thalib, mati dalam keadaan musyrik, golongan kedua mengatakan Abu Thalib meninggal sebagai Muslim, dan yang lain mengatakan Abu Thalib sudah masuk Islam tetapi menyembunyikanan keimanannya.

Ibn Abi al-Hadid dalam ulasannya mengenai Nahjul Balaghah menegaskan “Berita-berita tentang Abu Thalib telah masuk Islam banyak sekali dan sumber yang menyatakan Abu Thalib mati dalam keadaan kafir, sangat sedikit sekali. Golongan pertama yang menyatakan Abu Thalib sudah masuk Islam adalah pada saat Abu Thalib dalam keadaan sekarat, ia membisikan pada Ibnu Abbas, ucapan La Ilaha Illa Allah (Tiada Tuhan selain Allah).

Yang percaya bahwa Abu Thalib sudah masuk Islam adalah kalangan Syiah Zaidiyah, Syiah Imamiyah, Muktazilah, kalangan Tasawuf dan sebagian golongan Sunni. Golongan sunni yang berpendapat bawa Abu Thalib wafat dalam keadaan musyrik berlandaskan kepada persaksiaan Ibnu Abbas tidak dapat diterima karena saat  itu Ibnu Abbas belum masuk Islam.

Dalam Q.S At-Taubah “Tidak patut bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampun bagi orang-orang musyrik walau mereka kerabat dekat sesudah nyata bagi mereka bahwa mereka menjadi penghuni api neraka.”

QS Al-Qashash ayat 56 “Sesungguhnya, engkau tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai, sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya.”

Memang, para Muffasir ada yang berpendapat ayat ini berkaitan dengan sikap Abu Thalib, menjelang kematiannya takala Nabi berusaha agar ia mau mengucapkan kalimat syahadat. Tetapi ada pula Ulama yang berpendapat ayat tersebut ditujukan untuk kerabat Nabi yang lainnya yang telah nyata mati dalam keadaan kafir seperti Abu Lahab. 

QS Surah At-Taubah 113, menurut para ahli tafsir, termasuk ayat yang terakhir turun di Madinah, sementara itu QS Al Qasas ayat 56 turun pada waktu perang Uhud, sementara Abu Thalib wafat di Makkah dan turunnya kedua ayat itu jaraknya bertahun tahun setelah wafatnya Abu Thalib.

Ada juga sebuah Hadis yang menyebutkan siksaan yang paling ringan di Neraka adalah siksaan Abu Thalib, ia dikenakan sandal dari api neraka sehingga mendidih ubun-ubunnya. 

Buya Yahya berpendapat bahwa hadis itu menunjukan Abu Thalib tidak mati dalam keadaan musyrik sebab orang yang mati dalam keadaan musyrik tidak mungkin diberi siksaan paling ringan, jadi kalaupun Abu Thalib berada di neraka maka ia tidak kekal didalamya. 

Karena kebaikan dan jasa Abu Thalib terhadap perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW maka kita selayaknya berprasangka baik saja yakni menganggap Abu Thalib telah masuk Islam.

Sumber : Ali Audah, Ali bin Abi Thalib terbitan Toha Putra dan Jalaluddin Rakhmat berjudul "Islam Aktual".

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال