Peperangan di Suriah

Gambar : liputan6islam.com Suriah Negeri penuh peperangan

KULIAHALISLAM.COM - Republik Arab Suriah (al-jumhuriyyah al-arabiyah as-surriyah). Negara Republik di Pantai Timur Laut Tengah, di Utara berbatasan dengan Turki, di Timur dengan Irak, di Selatan dengan Yordania dan Israel, di Barat dengan Libanon. Ibukota Damascus. Bahasa resmi Arab, agama Islam (90%), Kristen (9%), dan mata uang : Pound Suriah. Gurun Suriah membentang ke arah Timur Sungai Eufrat.

Ekonomi Suriah

Suriah adalah negara berkembang yang mempunyai potensi besar untuk pertumbuhan ekonomi. Produk utama pertaniannya adalah kapas, gandum, tembakau dan ternak. Pertambangan menghasilkan minyak bumi, gas alam, biji besi, dan garam. Rekan dagang Suriah adalah negara Timur Tegah dan Eropa.

Sejarah Suriah

Bukti arkeologis menunjukan bahwa Suriah pernah menjadi salah satu pusat peradaban tertua di dunia. Islam masuk ke Suriah tahun 633 pada masa Khilafah Abu Bakar As-Siddiq, ketika Ia mengirim tentara Islam menghadapi bangsa Romawi yang menguasai Suriah dan Palestina. Tetapi penaklukan Suriah baru sempurna tahun 639 H pada masa Khalifah Umar bin Khattab.

Khalifah Utsman bin Affan mengangkat Mu’awiyah menjadi Gubernur Suriah. Pada masa Khilafah Bani Ummayah berkuasa, Damascus dijadikan Ibukota pemerintahannya. Dinasti Umayyah kekuasaannya meliputi semenanjung Arab, Irak, Iran, Palestina, Yordania, Mesir, Afrika Utara, Samudera Atlantik, Spanyol, Asia Tengah dan Sind India.

Pada masa Dinasti Abbasiyah, Suriah menjadi wilayah kekuasaannya di bawah seorang Gubernur. Pada abad ke-11 dan ke-12, Suriah menjadi pusat kegiatan Salahuddin al-Ayyubi melawan tentara salib yang menguasai Palestina. Ia berhasil membebaskan Kota suci Yerusalem dari tentara salib.

Tahun 1516-1918 M menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Turki Utsmani, sampai dibebaskan gabungan tentara Arab dan sekutu dalam Perang Dunia I tahun 1918 M. 

Pada Tahun 1920 jatuh ke tangan Prancis. Kemudian, para pemimpin tradisional Arab dan rakyat Suriah mengadakan perlawanan bersenjata terhadap Prancis, sehingga pada bulan April 1946, Prancis gagal mengebom Damascus pada akhir Perang Dunia II.

Pemerintahan Suriah

Suriah adalah negara Republik. Konstitusi 1973 menyebutnya “Negara Demokrasi Rakyat Sosialis”. Presiden adalah kepala negara dan pejabat pemerintah paling berkuasa. Masa jabatan Presiden 7 tahun setiap periode. 

Presiden memimpin Partai Ba’ath. Setiap komunitas agama mempunyai peradilan untuk menurus perkawinan, perceraian dan harta warisan. Sejak 1971 Suriah dipimpin Presiden Hafez al-Assad, pemimpin Partai Ba’ath yang berhaluan Sosialis Arab.

Suriah menjadi negara aktif melawan Israel dalam beberapa kali perang. Suriah aktif mengambil bagian untuk membebaskan tanah Arab dari kekuasaan Israel. Setelah Hafez al-Assad wafat, digantikan putranya Bashar al-Assad.

Perang di Negara Suriah

Perang di Negara Suriah

Nabi Muhammad SAW bersabda "Sesungguhnya Aku bermimpi seakan-akan tonggak Al Kitab dicabut dari bawah bantalku. Maka Aku mengikuti kepergiannya dengan pandangan mataku. Tiba-tiba muncul seberkas cahaya yang terang benderang mengarah ke Syam. Ketahuilah, sesunnguhnya iman pada saat terjadi beragam fitnah, berada di Syam," (H.R Ahmad dan dinyatakan Sahih oleh Syaikh al-Bani).

Selanjutnya, Rasulullah SAW bersabda "Jika telah terjadi banyak peperangan di akhir zaman, Allah SWT akan mengeluarkan sebuah pasukan mantan budak dari kota Damaskus. Mereka adalah bangsa Arab yang paling baik kudanya dan persenjataannya, Allah SWT akan meneguhkan agama ini melalui perantara mereka," (H.R Ibnu Majah dan disahihkan Syaikh al-Bani).

Kemudian, Nabi SAW bersabda "Sesungguhnya kota tempat berkumpulnya kaum muslimin pada hari berkecamuknya perang yang sangat sengit adalah Ghutah dekat sebuah kota yang dinamakan Damaskus, yang termasuk kota terbaik di negeri Syam," (H.R Abu Daud).

Jadi, Nabi Muhammad SAW 14 abad yang lalu telah menyebutkan akan terjadi peperangan besar dan fitnah di negeri Syam (Suriah, Palestina, Yordania), seperti yang terjadi pada saat ini. Penyebab perang saudara di Suriah adalah peristiwa “Arab Spring”.

Sebagian rakyat Suriah menuntut reformasi pemerintahan dan menuntut terciptanya demokrasi dan keadilan. Sayangnya dalam peristiwa Arab Spring di Suriah, pihak asing khususnya negara-negara Barat ikut campur urusan dalam negeri Suriah dengan dalih Hak Asasi Manusia (HAM) dan memperjungkan demokrasi di negara-negara Arab. 

Intervensi negara-negara Barat di Suriah melanggar asas Hukum Internasional yaitu “Par in parem non habet imperium”.
Presiden Suriah mempertahankan kekuasaanya dengan menggandeng Rusia dan Iran untuk menghadapi oposisi yang didukung Amerika Serikat dan sekutunya yaitu Turki, Arab Saudi, dan negara-negara Teluk lainnya. 

Walau Suriah tidak memiliki cadangan minyak dan gas terbesar di dunia seperti Libya, Iran, Qatar, dan Saudi tetapi Suriah memiliki letak yang starategis di kawasan Timur Tengah.

Letak strategis suriah gambar : Nusantaranews.com

Selain itu, Suriah merupakan musuh lama Amerika dan sekutunya Israel, hal itu tampak saat Suriah berperang dengan Israel untuk mempertankan daratan tinggi Golan, kemudian Suriah melakukan kesepakatan pembangunan pipa gas dengan negara Iran dan Irak hal ini akan berdampak pada peranan Israel, Amerika, dan Turki dalam pengendalian dan menyuplai gas ke kawasan Timur Tengah dan Eropa.

Sementara kepentingan Rusia di Suriah adalah Rusia ingin memiliki pengaruh besar di kawasan Timur Tengah untuk menandingi dominasi Amerika dan sekutunya.

Berbagai kepentingan Barat dan sekutunya di negara-negara teluk akan berdampak besar pada masyarakat sipil. Yang awalnya rakyat Suriah ingin melakukan reformasi politik menjadi perang saudara karena sebagian mereka dimanfaatkan Barat dengan mempeersenjatai mereka untuk melawan pemerintahan Suriah. 

Jika Pemerintahaan Bashar al-Assad runtuh seperti Muammar Gaddafi maka belum tentu rakyat Suriah kehidupannya akan lebih baik sebab negara-negara Barat yang mendukung oposisi akan meminta politik balas jasa sehingga negara mereka akan berdiri di bawah bayang-bayang Barat dan kepentingannya.

Disisi lain, kerja sama Presiden al-Assad dengan Rusia juga bukan geratis sebab bantuan militer memakan dana yang besar akibatnya dana yang besar itu akan ditanggung rakyat Suriah, belum lagi dana untuk membangun kembali Suriah akibat dari peperang saudara.

Perang di Suriah tidak ada kaitannya dengan pertarungan Syiah maupun Sunni atau karena perkembangan Islam radikal, tetapi konflik ini murni dari perebutan kekuasaan secara politis dan karena pengaruh asing.

Sumber gambar : Voaislam.com

Oleh karena itu sebagian Ulama besar seperti Syekh Ramdhan al-Buthi dahulu tidak memihak oposisi bersenjata tetapi Ia tidak mengangkat senjata melawan pemerintahan Suriah hal ini karena pertimbangan mudarat mana yang lebih besar, jika al-Assad tumbang maka Barat akan menancapkan pengaruhnya di Suriah.

Solusi untuk mengatasi perang saudara di Suriah adalah pertama, mengusir pihak oposisi bersenjata yang memiliki kepentingan di Suriah, dan yang kedua, tidak melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah jika akan menimbulkan bahaya atau mudarat yang lebih besar akibatnya. 




Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال