Mengenal Syekh Muhammad Nawawi Al Jawi Al Bantani

KULIAHALISLAM.COM - Syekh Nawawi Al Jawi Al Bantani, lahir di Banten tahun 1230 H/1813 M dan wafat di Makkah tahun 1897 M. Seorang Ulama besar, penulis dari Banten yang bermukim di Makkah. Nama aslinya adalah Nawawi bin Umar bin Arabi. Beliau disebut juga Nawawi al-Bantani. Dikalangan keluarganya, beliau dikenal dengan sebutan Abu Abdul Mu’ti.

Syekh Nawawi Al Jawi Al Bantani merupakan salah satu keturunan Maulana Hasanuddin (Sultan Hasanuddin), putra Maulana Syarif Hidayatullah. Syekh Nawawi terkenal sebagai salah seorang Ulama besar di kalangan umat Islam internasional. Dalam kehidupannya sehari-hari, Syekh Nawawi tampil dengan sangat sederhana.

Sejak kecil, Syekh Nawawi telah mendapat pendidikan agama dari orang tuanya. Mata pelajaran yang diterimanya antara lain bahasa Arab, fikih dan ilmu tafsir. Pada usia 15 tahun, Syekh Nawawi pergi menunaikan ibadah Haji ke Makkah dan bermukim di sana selama 3 tahun. Di sana Syekh Nawawi belajar pada Ulama Masjidil Haram. Syekh Nawawi juga pernah belajar di Madinah kepada Syekh Muhammad Khatib al-Hanbali. 

Pada tahun 1831, Syekh Nawawi kembali ke Indonesia. Namun beliau tidak lama di Indonesia, lalu kembali ke Melakkah dan tidak pernah kembali lagi ke Indonesia. Di Makkah, Syekh Nawawi mendalami ilmu agama kepada Syekh Muhammad Khatib Sambas, Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumulaweni dan Syekh Abdul Hamid Dagastani.

Dengan bekal ilmu agama yang dimilikinya setelah belajar selama 30 tahun, Syekh Nawawi mengajar di Masjidil Haram. Murid-muridnya berasal dari penjuru dunia, ada yang berasal dari Indonesia seperti KH Khalil (Bangkalan, Madura), KH Hasyim Asy’ari dan ada yang berasal dari Malaysia seperti KH Daud.

Di samping membina pengajian, melalui murid-muridnya, Syekh Nawawi memantau perkembangan politik tanah air dan menyumbangkan ide-ide dan pemikirannya untuk kemajuan masyarakat Indonesia. 

Di Makkah, Syekh Nawawi membina suatu perkumpulan yang disebut Koloni Jawa yang menghimpun masyarakat Indonesia di Makkah. Aktifitas Koloni Jawa ini mendapat perhatian dan pengawasan khusus dari pemerintah Kolonial Belanda.

Syekh Nawawi memiliki beberapa pandangan yang khas, dianataranya adalah dalam menghadapi pemerinatah kolonial, Syeh Nawawi tidak agresif atau reaksioner. Namun beliau anti bekerja sama dengan pihak kolonial dalam bentuk apa pun.

Syekh Nawawi lebih suka mengarahkan perhatiannya pada pendidikan, membekali murid-muridnya dengan jiwa keagamaan dan semangat untuk menegakan kebenaran.
Adapun terhadap orang kafir yang tidak menjajah, Syekh Nawawi membolehkan umat Islam berhubungan dengan mereka untuk tujuan kebaikan dunia. 

Syekh Nawawi memandang bahwa semua manusia adalah saudara, sekalipun dengan orang kafir. Beliau juga menganggap bahwa pembaharuan dalam pemahaman agama perlu dilakukan untuk terus menggali hakikat kebenaran.

Dalam menghadapi tantangan zaman, Syekh Nawawi memandang umat Islam perlu menguasai berbagai bidang keterampilan atau keahlian. Beliau memahami perbedaan umat adalah rahmat dalam konteks keragaman kemampuan dan persaingan untuk kemajuan umat Islam.

Dalam bidang syariat, Syekh Nawawi mendasarkan pandangannya pada Alqur’an, Hadis, Ijmak (kesepakatan Ulama) dan Qiyas. Ini sesuai dengan dasar-dasar syariat yang dipakai oleh Imam Syafi’i karena dalam masalah fikih Syekh Nawawi mengikuti Mazhab Syafi’i. 

Mengenai ijtihad dan taklid, Syekh Nawawi berpendapat bahwa yang termasuk Mujahid mutlak ialah Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Hambali.

Bagi mereka haram bertaklid, sedangkan orang-orang selain mereka baik sebagai Mujtahid fi al-mazhab, mujtahid al-mufti, maupun orang awam, wajib taklid kepada salah satu mazhab dari Mujtahid mutlak.

Kelebihan Syekh Nawawi telah terlihat sejak kecil. Beliau hafal Alqur’an pada usia 18 tahun. Syekh Nawawi juga menguasai ilmu tafsir, ilmu tauhid, fijih, akhlak, dan bahasa Arab. Pendiriannya khususnya dalam ilmu kalam dan fikih bercorak Ahlu Sunnah waljamaah

Menurut suatu sumber, Syekh Nawawi mengarang kitab sekitar 115 buah. Dalam bidang tafsir, beliau menyusun kitab Tafsir al-Munir (Yang memberi sinar). Dalam bidang Hadis, beliauvmenulis Kitab Tanqih al-Qaul yang meluruskan pendapat hadis Imam As-Suyuti, dalam bidang sastra, beliaubmenulis Kitab Fathu Gafir al-Khatiyyah (Kunci untuk mencapai pengampuanan kesalahan), dan lain sebagainya.

Beberapa keistimewaan dan karyanya telah ditemukan para peneliti, diantaranya kemampuan menghidupkan isi karangan sehingga dapat dijiwai oleh pembacanya, pemakaian bahasa yang mudah dipahami sehingga mampu menjelaskan istilah-istilah yang sulit dan keluasan isi karangannya. Buku karangannya juga banyak digunakan di Timur Tengah. Salah satu keturunan Syekh Nawawi adalah KH Ma'ruf Amin

Sumber : Ensiklopedia Islam Jilid 4, Terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال