Siapa Sebenarnya Fakir Miskin Dalam Konteks Saat Ini?

Sebuah pertanyaan yang pada saat mau mendistribusikan zakat selalu menjadi perdebatan, yaitu “bagaimanakah pengertian fakir dan miskin dalam konteks saat ini?” Imam Al Ghazali mengatakan bahwa, seorang miskin adalah mereka yang pengeluarannya tidak seimbang dengan pemasukannya. Artinya, pengeluarannya lebih besar daripada pendapatan.


Definisi ini senada dengan definisi yang diungkapkan ulama-ulama lain. Dengan demikian, boleh jadi orang yang memiliki harta banyak disebut miskin karena kebutuhannya lebih besar dari harta yang tersedia. Sedangkan fakir adalah orang yang lebih parah kondisi ekonominya dibandingkan orang miskin. Di dalam kitab Mughniy al-Muhtaj dinyatakan:

 مغني المحتاج: ج ٣، ص ١٠٨

قَالَ الْغَزَالِيُّ فِي الْإِحْيَاءِ الْمِسْكِينُ هُوَ الَّذِي لَا يَفِي دُخَلُهُ بِخَرجِهِ فَقَدْ يَمْلِكُ أَلْفَ دِينَارٍ وَهُوَ مِسْكِيْنٌ وَقَدْ لَا يَمْلِكُ إِلَّا فَأَسًا وَحَبْلاً وَهُوَ غَنِيٌّ وَالْمُعْتَبَرُ فِي ذَلِكَ مَا يَلِيقُ بِالْحَالِ بِلا إِسْرَافٍ وَلَا تَقْتِيرٍ.

Artinya: “Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’-nya mengatakan bahwasanya orang miskin adalah orang yang mencukupi pengeluarannya penghasilannya (kebutuhannya), terkadang ia memiliki seribu dirham sementara ia miskin, dan terkadang memiliki kapak dan tali sementara ia orang kaya. Dalam hal demikian, yang perlu diperhatikan adalah yang layak dengan keadaannya tanpa adanya israf (menghambur-hamburkan harta) dan terlalu hemat.”

Begitu juga dalam kitab Al-Iqna’ dijelaskan:

الإقناع للشربيني: ج ١، ص ٢٣٠

وَسَكَتَ الْمُصَنِّفُ عَنْ تَعْرِيفِ هَذِهِ الْأَصْنَافِ وَأَنَا أَذْكُرُهُمْ عَلَى نَظْمِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ فَالْأَوَّلُ الْفَقِيرُ وَهُوَ مَنْ لَا مَالَ لَهُ وَلَا كَسْبَ لَائِقٌ بِهِ يَقعُ جَمِيعُهُمَا أَوْ مجمُوْعُهُما مَوْقِعًا مِنْ كِفَايَتِهِ مَطْعَمًا وَمَلْبَسًا وَمَسْكَنَا وَغَيْرُهُمَا مِمَّا لَا بُدَّ لَهُ مِنْهُ عَلَى مَا يَلِيقُ بِحَالِهِ وَحَالِ ممونِهِ كَمَنْ يَحْتَاجُ إِلَى عَشْرَةٍ وَلَا يَمْلِكُ أَوْ لَا يَكْتَسِبُ إِلَّا دِرْهِمَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٌ أَوْ أَرْبَعَةً وَسَوَاءٌ أَكَانَ مَا يَمْلِكُهُ نِصَابًا أَمْ أَقَلَّ أَمْ أَكْثَرَ وَالثَّانِي الْمِسْكِينُ وَهُوَ مَنْ لَهُ مَالُ أَوْ كَسْبٌ لَائِقٌ بِهِ يَقعَ مَوْقِعًا مِنْ كِفَايَتِهِ وَلَا يَكْفِيْهِ كَمَنْ يَمْلِكُ أَوْ يَكْتَسِبُ سَبْعَةً أَوْ ثَمَانِيَّةً وَلَا يَكْفِيهِ إِلَّا عشرة.

Artinya: “Mushannif (pengarang kitab) tidak memberikan definisi terhadap golongan ini (delapan golongan yang berhak menerima zakat). Saya akan menyebutkannya berdasarkan susunan ayat. Pertama, fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang layak yang dapat memenuhi kebutuhannya, baik pangan, sandang papan, dan kebutuhan yang lain yang sesuai dengan keadaannya dan orang yang ia tanggung nafkahnya, seperti seseorang yang membutuhkan sepuluh dan ia tidak memiliki atau memperoleh kecuali dua, tiga, dan empat dirham, entah yang ia miliki mencapai satu nishab atau kurang atau lebih. Kedua, miskin adalah orang yang memiliki harta atau pekerjaan yang layak yang dapat memenuhi kebutuhannya dan tidak mencukupinya seperti orang yang memiliki atau memperoleh tujuh atau delapan, tapi yang dibutuhkan adalah sepuluh.” 

Wallahu a’lam bisshawaab.



Salman Akif Faylasuf

Salman Akif Faylasuf. Alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال