Model Pendekatan Tradisional dalam Studi Islam Awal

Penulis: Roma Wijaya*

KULIAHALISLAM.COM - Islam merupakan ajaran holistik yang menghimpun berbagai macam keilmuan baik teologis, maupun sains. Pada dekade terakhir studi Barat terhadap sejarah Islam awal dan agama serta bagian Alqur’an sebagai script suci di dalamnya telah mengalami perkembangan dan terbagi menjadi dua pendekatan.

Pertama, pendekatan “tradisional” membatasi ranah penelitian terhadap sumber-sumber keilmuan literatur Islam semata dan mengujinya dengan berbagai keilmuan Islam.

Kedua, disebut dengan pendekatan “revisionis” yaitu menganalisa berbagai literatur Islam menggunakan metode kritik sumber, termasuk fakta yang berhubungan dengan literatur non-Arab kontemporer, bekas material, berbagai temuan arkeologi, epigrafi, dan numismatik sebagai bukti sejarah yang pada umumnya tidak dikaji oleh aliran tradisional (Koren &Nevo). 

Islam mengalami perkembangan yang dinamis dan kompleks dalam ruang publik pengetahuan. Oleh sebab itu, memandang Islam tidak dapat diukur dengan satu timbangan, melainkan berbagai varian timbangan serta bukan hanya pendekatan normatif belaka, tetapi mengaplikasikan melalui pendekatan dan perspektif jamak. (Muammar, 2013, p. 5). 

Pada tulisan ini, penulis akan menganalisis metode pendekatan tradisional dalam studi Islam. Sesuai penjelasan di atas penulis hanya membatasi pendekatan tradisional tidak termasuk pembahasan pendekatan revisionis. Istilah pendekatan tradisional dalam beberapa sumber diartikan sama dengan term pendekatan ideal-totalistik atau disebut juga dengan fundamentalis (Rouf, 2018, p. 37). 

Kemudian sebelum menguraikan metodologi pendekatan tradisional studi Islam, perlu kita memahami beberapa term terkait pembahasan dalam makalah ini. Hal ini untuk mengawali dalam pemahaman permasalahan. Pengertian pendekatan (approach) adalah serangkaian asumsi-asumsi korelasi yang berafiliasi dengan sifat suatu bidang, pendekatan juga merupakan aksiomatik (Richards & Rodgers, 2014, p. 21) 

Dari paparan definisi tersebut dapat diketahui bahwa pendekatan adalah suatu sudut pandang seseorang/peneliti dalam melihat permasalahan atau sudut pandang/asumi yang akan menjelaskan objek penelitian.

Metodologi Pendekatan Tradisional Studi Islam

Istilah pendekatan tradisional dalam beberapa sumber diartikan sama dengan term pendekatan ideal-totalistik atau disebut juga dengan fundamentalis (Rouf, 2018, p. 37). Pendekatan tradisional adalah langkah-langkah yang diaplikasikan ke dalam mengetahui ajaran-ajaran Islam berpacu terhadap hal-hal lahiriyah, sesuai dengan apa yang tersurat dalam teks Alqur’an dan Al Sunnah, dengan tanpa memberikan komentar/tafsiran baru atau bahkan kritik (Syahril, 2019). 

Beberapa mufasir yang memfokuskan hanya pada aspek linguistik dan qira’at seperti Al-Baghawi (Baghawi, 1989), Muqatil bin Sulaiman (Sulaiman, 2002), Al-Alusi (Alusi,n.d.), dan sebagainya. Sehingga pemahaman yang dihasilkan pun luput akan sisi keadilan dan kesejahteraan bersama antara laki-laki dan perempuan. Pada perkembangan fase studi Islam dapat dikategorikan ke dalam 4 fase, yaitu: fase local, canonical, critical, dan global. (Abdullah, 2020, p. 30)

Dalam persoalan ini, pendekatan tradisional studi Islam muncul pada fase canonical dimana segala permasalahan berbagai aspek dilandaskan berdasarkan kitab suci (The Sacred Text) tanpa adanya kritikan evaluasi terhadap fenomena-fenomena baru. Hal ini disebabkan karena pada fase ini menganggap bahwa wahyu merupakan kebenaran yang absolute dan final. (Abdullah, 2020, p. 32)

Problematika tradisional yang selalu menjadi perbincangan bahkan menjadi pokok permasalahan berkutik pada objek-objek kekuasaan, qada dan qadar menurut pandangan ulama klasik diantaranya Washil bin Atha (181 H), Amr ibn ‘Ubaid (145 H), Jaham bin Sofwan (128 H), dan yang lainnya (Abdullah, 2020, p. 48). Sumber tradisional yang menjadi acuan bersifat mitos-idealistik tanpa berdasarkan historis. (Azhar, 2016) 

Tradisional lebih mementingkan validitas doktrin dan masalah hukum yang dapat dikatakan bersifat subjektif. Pendekatan tradisional tidak memperhitungkan informasi yang disampaikan sumber-sumber Muslim yang secara de facto penulisannya muncul belakangan.

Tradisional bersifat tekstual-legalistik-normatif dalam menyoal tema-tema Islam, mengacu kepada tekstualitas Alqur’an, tentu kita mengetahui bahwa pendekatan tradisional sangat eksplore terhadap penggalian-penggalian teks (Alqur’an).

Pendekatan normatif menilai masalah dari sudut pandang legal-formal yang fokus kepada status halal dan haram, boleh atau tidak (Nasution, 2007, p. 153). Segala aspek ajaran terkandung dalam nash, karena pendekatan ini memandang agama dari sudut ajaran pokoknya bersumber asli dari Tuhan. Monodisiplin layak disandingkan kepada pendekatan tradisional tersebut, melihat dari pengertian dan hal lainnya. 

Mengindikasikan bahwa tradisional menggunakan satu sudut pandang/insight dalam varian persoalan studi Islam, sebagaimana dapat kita lihat mufasir klasik menafsirkan nash Alqur’an terdiam pada teks kebahasaannya saja. 

Problematika Gender Sebagai Produk Era Klasik 

Untuk memahami lebih mendalam terkait pendekatan tradisional terhadap studi Islam, berikut contoh ringkas tentang gender. Diskusi pergenderan berarti membicarakan dua insan yang berbeda yaitu pria dan wanita, kaitan afiliasi keduanya dalam Islam secara prinsip sama dihadapan Allah. 

Namun, Afiliasi keduanya dalam nash-nash Alqur’an dan hadis memudarkan kemitrasejajaran antar mereka, terpecah kepada 8 persoalan, yaitu: statemen umum tentang kesetaraan wanita dan pria, asal-usul, ‘amal, saling kasih dan mencintai, keadilan dan persamaan, jaminan sosial, saling tolong menolong, dan kesempatan mendapat pendidikan.

Status merdeka atau budak adalah yang paling menonjol dari perbedaan-perbedaan ini, meskipun karakteristik sosial lainnya yang signifikan seperti afiliasi kesukuan atau keluarga, garis keturunan, agama, sekte, etnis, dan usia juga selalu dianggap penting dan menonjol pada era klasik. (Geissinger, 2015, p. 36)

Produk klasik cenderung kurang memperhatikan aspek-aspek sosial seperti kriteria berdandan seorang wanita yang hanya untuk kepada suaminya sebagaimana tercantum dalam hadis;

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” HR. Abu Dawud No. 1417.

Untuk melihat hadis ini, kita dianjurkan untuk memperhatikan beberapa hal seperti meneliti hadis diharuskan untuk berpegang pada lima prinsip syarat keberwenangan yaitu kejujuran, pengendalian, kesungguhan, kemenyeluruhan dan rasionalitas. Terutama terkait penelitian terhadap aspek autentisitas, struktur dan simbol proses kepengarangan yang melahirkan hadis-hadis tersebut, sebelum menolak keberadaannya. (Fadl, 2004, pp.308–309)

Maulana Muhammad Ali menjelaskan dalam tafsirnya “The Holy Qur’an: Containing The Arabic Text With English Translation and Commentary” tentang hak-hak perempuan bahwa perempuan memiliki status sama dengan laki-laki, bahkan ketika masa perkawinan perempuan boleh bekerja seperti sebelum menikah (Ali, 2000, p. 53). 

Semuanya apabila hanya dilihat dari keabsolutan teksnya mengarah kepada dominasi pria terhadap wanita dalam artian menimbulkan bias gender. Hal inilah yang menjadi kritikan terhadap pendekatan tradisional, karena belum ada kesadaran pentingnya pembedaan nash menjadi normatif-universal dan praktis-temporal.

Daftar Pustaka

Abdullah, A. (2020). Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin. Yogyakarta: PT Litera Cahaya Bangsa.

Azhar, M. (2016). Telaah Buku Kontroversial Islam Awal. TARJIH, 208.

Ali, M. M. (2000). The Holy Qur’an Arabic Text with English Translation and Commentary

(Redesigned). Ahmadiyya Anjuman Isha‘at Islam Lahore Inc. U.S.A.

Alusi, A. F. S. as-S. M. (n.d.). Ruhul Maani (Vol. 30). Ihya at-Turats al-Azmi.

Baghawi, M. bin H. bin M. (1989). Ma’alimut Tanzil li Tafsir Al-Baghawi (Vol. 2). Daaru Thayyibah.

Batubara, F. K. (2019). Metodologi Studi Islam Menyingkap Persoalan Ideologi Dari Arus

Pemikiran ISlam Dengan Berbagai Pendekatan dan Cabang Ilmu Pengetahuan Lainnya. Yogyakarta: C.V. Budi Utama.

Fadl, A. K. M. El. (2004). Atas Nama Tuhan; Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif (R. C. L. Yasin (trans.); 1st ed.). Serambi.

Geissinger, A. (2015). Gender and Muslim Construction of Exegetical Authority (A Rereading of the Classical Genre of Qur’anic Commentary. In Islamic History and Civilization (Studies and Texts). Brill.

Koren, J., & Nevo, Y. D. (n.d.). Methodological Approaches to Islamic Studies.

Mackenzie, N., & Knipe, S. (2006). Research Dilemmas: Paraadigms, Methods, and

Methodology. Educational Research, 5. Muammar, M. A. (2013). Studi Islam Perspektif Insider/Outsider. Yogyakarta: IRCiSoD.

Nasution, K. (2007). Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: ACadeMIA TAZZAFA.

Richards, J. C., & Rodgers, T. S. (2014). Approaches and Methods in Language Teaching.

Cambridge: Cambridge University Press.

Rouf, A. M. (2018). Kritik Nalar Arab Muhammad &Abid Al-Jabiri. Yogyakarta: LkiS.

Sendjaja, S. D. (n.d.). Memahami Teori Komunikasi: Pendekatan, Pengertian, Kerangka, Analisis, dan Perspektif.

Slamet, A. (2016). Metodologi Studi Islam (Kajian Metode Dalam Ilmu Keislaman. Yogyakarta: C.V. Budi Utama.

Sulaiman, M. bin. (2002). Tafsir Muqatil bin Sulaiman (Vol. 1). Muassasah at-Tarikh al-’Arabi.

Syahril, S. (2019). Metode Studi Islam Komprehensif dan Implikasinya Terhadap Corak  Pemikiran Aliran-aliran dalam Islam. Studi Keislaman, 343.

Sulaiman, M. bin. (2002). Tafsir Muqatil bin Sulaiman (Vol. 1). Muassasah at-Tarikh al-’Arabi.

*) Dosen STAI Syubbanul Wathon Magelang. Minat Kajian: Tafsir, Hadis, Sejarah, Pemikiran Islam, Gender.


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال