Sekilas Tentang Pemikiran Syuhudi Ismail dalam Studi Ma'anil Hadis

Penulis: Auliyaur Rosyidah*

KULIAHALISLAM.COM - Muhammad Syuhudi Ismail adalah salah seorang tokoh muhaddisin yang berpengaruh. Beliau merupakan pelopor konsep pemahaman hadis secara tekstual dan kontekstual. Beliau lahir di Rowo Kangkung Kabupaten Lumajang sekitar 170 KM dari Surabaya Jawa Timur pada tanggal 23 April 1943.


Muhammad Syuhudi Ismail amat produktif dalam mengembangkan keilmuan hadisnya degan menuangkannya dalam sejumlah buku yang disusunnya. Termasuk juga dengan menulis artikel-artikel mengenai hadis dan ilmu hadis di berbagai media termasuk surat kabar lokal dan nasional.

Riwayat pendidikan Muhammad Syuhudi Ismail bermula ketika berusia 12 tahun. Pada awalnya, beliau menempuh pendidikannya di Sekolah Rakyat Negeri Sidoarjo. Kemudian beliau melanjutkannya di PGAN Malang selama 4 tahun dan lulus pada tahun 1959. 

Setelahnya pada tahun 1961 Muhammad Syuhudi Ismail menamatkan pendidikannya yang lebih tinggi di PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri) Yogyakarta. Studinya berlanjut kejenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu di Fakultas Syariah IAIN Alauddin Makassar, lalu di Fakultas Syariah IAIN Ujung Pandang, lalu di SPN Yogyakarta. 

Muhammad Syuhudi Ismail menempuh Program Studi S2 dan Program Studi S3 di IAIN Syarif HIdayatullah Jakarta. Beliau telah menghasilkan sekitar 164 karya meliputi berupa buku, artikel, makalah, esai dan lain-lain. 

Pada tanggal 19 November 1995, Muhammad Syuhudi Ismail menghembuskan napas terakhirnya di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta dan dimakamkan di perkuburan Islam (Arab) Bontoala Ujung Pandang pada keesokan harinya.

Seperti yang disebutkan diawal, Syuhudi Ismail populer dengan konsep pemahaman hadisnya yang mengharuskan adanya perhatian lebih kepada pemahaman hadis secara tekstual dan kontekstual. 

Ketika sedang memahami hadis maka hal pertama kali yang harus dilakukan adalah memperhatikan makna apa adanya dalam teks hadis tersebut sebelum mengaitkannya dengan konteks pemahaman yang lain. 

Sehingga urutannya adalah tekstual dulu baru kontekstual. Pemahaman hadis secara tekstual adalah memahami hadis dengan cara berfokus kepada gramatika dan struktur teksnya. 

Pemahaman tekstual lebih condong menghasilkan makna yang kaku dan tetap. Sebab pemahaman tekstual itu bertumpu kepada makna teks secara literal tanpa melihat aspek sosio historis, dimana, kapan dan mengapa teks hadis tersebut disampaikan.

Sedangkan pemahaman hadis secara kontekstual adalah pemahaman yang dilandaskan bukan hanya dari segi kebahasaan namun juga didasari kepada situasi dan kondisi saat teks hadis tersebut muncul (disampaikan). Yakni dengan melihat kepada aspek-aspek diluar hadis itu sendiri dengan meninjau kembali asbabul wurudnya dan dilihat dari segi historitas teks, sosio kultural dan lain-lain. 

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemahaman hadis secara kontekstual adalah pemahaman terhadap hadis dengan melihat sisi-sisi konteks yang berhubungan dengan hadis. Hal tersebut menjadi salah satu metode untuk memahami hadis menurut Syuhudi Ismail, yaitu memperhatikan bentuk komunikasi Nabi dengan para sahabatnya, sebab sabda Nabi tidak selamanya berjalan satu arah (tanpa didahulu dengan pertanyaan atau peristiwa tertentu/non asbab al-wurud) tetapi ada sebagian sabda Nabi merupakan hasil komunikasi dua arah (yang didahului dengan pertanyaan atau peristiwa/asbab al-wurud). 

Komunikasi dua arah tersebut adakalanya bersifat khusus dan berlaku hanya bagi lawan bicara Nabi pada saat itu, dan ada yang bersifat umum yang berlaku bagi keseluruhan ummat Islam dari generasi ke generasi.

Salah satu buku karya Syuhudi Ismail yang membahas tentang pemahaman hadis secara tekstual dan kontekstual adalah buku yang berjudul Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Buku tersebut berisi kupasan tentang kandungan hadis apakah berlaku ajarannya secara universal, temporal dan lokal. 

Buku tersebut membedah bagaimana seharusnya kandungan dan ajaran hadis semestinya diberlakukan. Konsekuensi dari tekstual dan kontekstual terletak terhadap bagaimana menafisiri isi hadis itu sendiri. 

Tafsir tekstual memiliki implikasi hukum yang dapat mencakup individu Muslim secara totalitas dan berlangsung terus-menerus. Sementara tafsir kontekstual memberi ruang kompromi untuk menganalisa dan mendeskripsikan isi kandungan hadis setelah disesuaikan pada kondisi yang berlangsung.

Sebagian sumber menyebut pemikiran hadis kontekstual beliau ini dengan sebutan pemikiran hermeneutika dalam studi hadis. Banyak peneliti yang mendalami pemikiran beliau ini karena relevan dan dapat menjadi solusi di jaman sekarang sebab membuat ajaran-ajaran Islam yang berasal dari Alquran maupun hadis dapat ditafsirkan dengan pertimbangan yang luas sehingga dapat sesuai dengan perkembangan jaman. 

Karena sebagaimana yang dipahami oleh mayoritas umat Islam, hadis sebagaimana Alqur`an adalah teks suci yang shalih li kulli zaman wa makan. Meskipun disana banyak teks hadis yang masih perlu dipahami dan ditempatkan sesuai dengan kondisi yang melatar belakanginya, kemudian ditentukan apakah kandungan hadis berlaku untuk masa yang temporal, kondisional, universal atau tidak. 

Pembicaraan tentang teks yang “lampau” sudah barang tentu tidak terlepas dari wilayah pembicaraan mengenai hermeneutik, karena secara garis besar hermeneutik berusaha untuk menjadikan teks lama relevan dengan kondisi kekinian. Inilah inti tujuan dari munculnya dan didalaminya pemikiran hermeneutika Syuhudi Islam terhadap kajian hadis.

Langkah-langkah penelitian dengan metode hermeneutika Syuhudi Ismail adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan pemahaman hadis dengan meneliti bentuk hadis melalui matan hadis, pada langkah ini hal-hal yang perlu dilakukan meliputi:

a. Jawami’ Al-Kalim, yakni memahami keluasan makna dari kalam-kalam nabi yang seringnya singkat dan ringkas. Contoh lain dari hadis dalam bentuk jawami’ al-kalim adalah hadis tentang keharaman khamr. Hadis ini dapat dipahami secara tekstual, bersifat universal namun temporal. 

Maksud dari bersifat temporal disini adalah, kepada orang-orang tertentu meminum khamr diperbolehkan dalam rangka kebijaksanaan dakwah. Misalnya bagi orang yang baru saja masuk Islam, yang sebelumnya mempunyai kebiasaan meminum khamr, maka proses pelarangan minum khamr baginya melalui tahapan dan tidak sekaligus. 

Atau ketika ada kondisi-kondisi tertentu yang membolehkan seseorang meminum khamr. Menurut Syuhudi Ismail, bentuk hadis jawami’ al-kalim pada umumnya dapat dipahami secara tekstual dan menunjukkan ajaran Islam yang universal. Meskipun ada juga yang dapat dipahami secara kontekstual.

b. Tamsil, yakni memahami hadis-hadis yang berisi perumpamaan. Umumnya, hadis-hadis yang berupa tamsil mengandung ajaran yang bersifat universal. Contohnya adalah hadis perumpamaan tentang persaudaraan antar muslim. Dalam sebuah hadis, diumpamakan dengan konstruk bangunan, dan di dalam hadis yang lain diumpamakan dengan susunan tubuh. Kedua hadis tersebut bersifat universal, yang harus dipahami secara tekstual maupun kontekstual.

c. Analogi, yakni memahami hadis-hadis yang berisi analogi (persamaan) sesuatu dengan sesuatu lainnya yang berjauhan atau bertentangan yang membingungkan atau mengherankan. Biasanya dalam hadis, Rasulullah SAW langsung memberikan penjelasannya. Sehingga memahami hadis-hadis analogi ini dapat dilakukan secara tekstual.

d. Bahasa simbolik. Di dalam hadis terdapat bahasa simbolik, yang mengharuskan pembacaan matan tersebut sesuai dengan konteksnya (kontekstual).

e. Dialog. Hadis-hadis yang berisi dialog biasanya bersifat khusus. Namun ada pula yang sifatnya universal.

2. Mendapatkan pemahaman hadis dari kandungan hadis dihubungkan dengan fungsi nabi. Menghubungkan kandungan petunjuk hadis dengan fungsi beliau tatkala hadis itu terjadi dimungkinkan sangat membantu untuk memahami kandungan petunjuk hadis tersebut secara benar. Hanya saja usaha yang demikian tidaklah mudah untuk dilakukan dan tidak mudah disepakati oleh para ulama.

3. Mendapatkan pemahaman hadis melalui petunjuk hadis nabi yang dihubungkan dengan latar belakang terjadinya (Asbab al-Wurud).

4. Mendapatkan pemahaman hadis melalui hadis-hadis yang bertentangan.

*) Mahasiswi S1 Program Studi Ilmu Hadis UIN SATU Tulungagung.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال