Mengenal 3 Tokoh Filsuf Muslim Pendukung Logika Aristoteles

Penulis: Putri Qurrota A*

KULIAHALISLAM.COM - Aristoteles dikenal sebagai bapak logika, karena dialah yang menyusun rapi cara berpikir teratur dalam suatu sistem dari pemikiran, yang sebelumnya telah dikembangkan oleh Plato dari Socrates. Dan pendapatnya mengenai logika inilah yang dijuluki sebagai logika Aristoteles.

Sumber: pecihitam.org

Logqika Aristoles masuk ke dunia Islam bersamaan dengan filsafat Yunani. Masuknya dua perkara tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kebudayaan Islam, khususnya pada perkembangan ilmu pengetahuan. 

Meski terbukti menjadi pemicu untuk membangkitkan semangat intelektual Islam. Filsafat Yunani dan logika Aristoteles mendapat reaksi beragam. Mereka memilih antara menerima, menolak, dan netral dalam menyikapi logika Aristoteles maupun filsafat Yunani.

Terdapat beberapa filosof muslim yang begitu menerima, bahkan memperhatikan dan memperjuangkan logika Aristoteles. Mereka berpendapat bahwa logika tersebut menjadi metode berpikir, sehingga tidak perlu diperdebatkan dengan ajaran agama, karena sebenarnya dengan adanya logika tersebut dapat mendukung ajaran-ajaran agama menjadi lebih baik lagi. 

Para filsuf yang mendukung, bukan menerima begitu saja pada logika tersebut. Melainkan mereka menelaah lagi dan merevisi, menolak sebagian, melengkapi, menambahinya dengan yang baru, dan juga mengklasifikasikan lagi menjadi susunan yang lebih logik. 

Dan logika di dunia Islam sering disebut sebagai mantiq, yang diambil dari bahasa Arab. Adapun tokoh-tokoh filsuf yang mendukung logika Aristoteles, diantaranya:

Al Farabi

Al Farabi memiliki nama lengkap Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan Al Farabi. Di dunia Barat beliau dikenal sebagai Alpharabius. Al Farabi lahir di Farab, Turkistan tahun 872 M. Dari awal pendidikannya, Al Farabi menekuni beberapa keilmuan seperti ilmu-ilmu agama, tata bahasa, aritmatika, bahkan musik. Kemudian beliau mempelajari pada bidang filsafat.

Atas ketekunanya dalam filsafat, Al Farabi dikenal sebagai “Guru Kedua” setelah Aristoteles (Guru pertama). Diberikan julukan ini karena Al Farabi memberikan perhatian besar pada bidang logika, beliau juga mampu memahami dan mengomentari karya-karya Aristoteles. Al Farabi termasuk orang muslim pertama yang menaruh perhatian besar pada pengklasifikasian ilmu.

Menurut Al Farabi, logika memberikan aturan-aturan yang dengannya manusia dapat membedakan benar dan salah, dan terhindar dari kemungkinan terjatuh pada kekeliruan. 

Logika bukan saja mengajarkan bagaimana cara berfikir, tetapi bagaimana juga seharusnya manusia berfikir lebih jauh, logika akan menunjukan bagaimana manusia berfikir melalui proses dari premis-premis sampai kepada kongklusi yang pasti.

Al Farabi memberikan sumbangan besar terhadap dunia filsafat, terkhusus logika. Beliau dapat secara tepat dan jelas menerangkan maupun menerjemahkan kembali logika Aritoteles di kalangan yang berbahasa Arab, dengan menggunakan istilah-istilah Arab yang sesuai. Sehingga, karyanya dijadikan sebagai rujukan dalam hampir semua bidang pengkajian keislaman.

Ibnu Sina

Ibnu Sina memiliki nama lengkap Abu Ali Al-Hussain Ibnu Abdullah Ibnu Sina. Beliau dikenal dengan sebutan Avicenna oleh dunia Barat. Ibnu Sina lahir di Bukhara tahun 980 M. Ibn Sina tumbuh di lingkungan yang terpandang dan menjadikan pendidikan sebagai tuntutan. Dan sejak dini, tingkat kepandaiannya luar biasa. 

Ketika menginjak remaja, Ibn Sina diperintahkan ayahnya untuk mulai mempelajari filsafat beserta cabang-cabangnya. Hingga saat remaja, Ibn Sina telah mampu mempersembahkan karyanya sendiri dalam bidang hukum, logika (mantiq), ilmu alam, dan lainnya. 

Ibn Sina adalah seorang yang sangat cerdas dan pintar dalam menulis, maka tidak heran kalau karangannya sangat banyak dan meliputi berbagai disiplin keilmuan, dan salah satunya adalah logika.

Logika yang dikembangkan Ibn Sina hampir sama dengan yang dikembangkan Aristoteles dan Al Farabi mengenai klasifikasi, definisi, dan tujuannya. Namun terdapat sedikit perbedaan pada pengertian logika sebagai alat. 

Menurut Ibn Sina disamping logika sebagai alat pengukur benar atau salah ilmu-ilmu lain, logika juga termasuk bagian dari ilmu, atau logika juga termasuk disiplin kajian ilmu. Jadi bagi Ibn Sina, logika adalah ilmu alat sekaligus bagian dari ilmu. 

Disebut alat, karena ia merupakan ilmu pengukur yang menimbang akan ilmu-ilmu lainnya, dan sebagai ilmu, karena ia sendiri mempunyai kaidah-kaidah dan pokok-pokok permasalahannya sendiri. Dalam hal ini, Ibn Sina dari satu sisi tetap mengikuti Aristoteles dan Al Farabi ketika mengatakan logika sebagai alat, dan mengikuti Stoa, ketika mengatakan logika sebagai bagian dari filsafat. 

Dan peran Ibn Sînâ dalam ranah ini adalah sebagai peletak teori pembuktian, yaitu teori untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan.

Al Ghazali

Al Ghazali memiliki nama panjang Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali Ath-Thusi Asy-Syafi’i. Beliau dikenal sebagai Algazel di dunia Barat. Al Ghazali lahir di Thus, Khurasan tahun 1058 M. Dari kecil, pendidikan Al Ghazali sangat diperhatikan oleh ayahnya, karena ayahnya sendiri tidak dapat membaca.

Al Ghazali dari kecil telah pandai berbahasa Arab dan Parsi. Beliau juga gigih dalam belajar pada bidang ilmu-ilmu agama, mantiq, tasawuf, dan lainnya. 

Dalam perkembangan Islam, Al Ghazali memiliki peran yang besar, khususnya filsafat dan logika. Dalam hal ini, Al Ghazali menjadi musuh besar filsafat, namun sangat mengagungkan logika Aristoteles. Sebelumnya, dikalangan ulama fikih, logika dianggap suatu hal yang tidak penting, dan tidak membawa manfaat.

Kemudian Al Ghazali memfatwakan pentingnya penggunaan logika Aristoteles di lapangan ijtihad. Sehingga umat Islam khususnya fuqaha Sunni begitu antusias menggunakan logika ini, bahkan sebagian mereka ada yang mewajibkannya.

Logika yang dikembangkan Al Ghazali memiliki pendahuluan yang sama dengan Al Farabi dan Ibn Sina. Namun memiliki konsep yang berbeda. Menurut Al Ghazali logika ialah alat, namun ada batasan. Logika merupakan alat penimbang bagi sesuatu tertentu, tetapi tidak dapat digunakan untuk menimbang segala sesuatu, terutama dalam ranah metafisika.

Bagi Al Ghazali, logika menjadi prasarat yang harus dikuasai setiap ilmuan dalam bidang apa saja, selain metafisiska. Ibarat ilmu tata bahasa yang harus dikuasai oleh ilmuan yang ingin ahli dalam bidang bahasa.

Terdapat ungkapan Al Ghazali yang masyhur mengenai pentingnya logika: "Siapa saja yang tidak mengetahui mantiq, maka ilmunya patut diragukan."

Sebagai akhiran, telah kita paparkan mengenai beberapa tokoh filsuf yang membela logika Aristoteles. Semoga dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi kita semua.

*) Mahasiswa Prodi Ilmu Alqur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Sunan Ampel Surabaya, sekaligus Mahasantri Pusat Ma’had al-Jami’ UINSA.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال