Kritik Kajian Utsman Al Khamees: Membacakan Al Fatihah Kepada Mayit Dihukumi Bidah

Penulis: Syafira Wishal Safitri*

KULIAHALISLAM.COM - Sudah menjadi sebuah tradisi dan anjuran bagi seorang Muslim untuk mengirimkan doa dan memohonkan ampunan kepada keluarga atau kerabat yang sudah meninggal. Dengan beberapa amalan bacaan yang bermacam-macam. 

Seperti pembacaan khotmil Quran yang dikhususkan untuk almarhum-almarhumah, pembacaan Surah Ya-Sin, Tahlil, dan yang paling sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari atau bahkan setiap selesai solat, yaitu membacakan Surah Al-Fatihah yang dikhusukan untuk almarhum.  

Namun, terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai hukum membacakan surah alFatihah yang dikhususkan untuk mayyit. Salah satu yang akan saya kaji kali ini ialah pendapat dari Syeikh Usman al-Khamees yang mengatakan bahwasannya hukum mengirimkan surah alFatihah kepada mayyit adalah bid’ah. 

Kajian Utsman al-Khamees 

Utsman bin Muhammad bin Hamad bin Abdullah bin Shaleh bin Muhammad alKhamees an-Nashiri at-Tamimi. Lebih dikenal dengan Usman al-Khamees. Seorang ahli Hukum, dan juga seorang religous Sunni asal Kuwait. 

Pernah mengenyam pendidikan di Universitas Al-Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah di kota Qosim, Arab Saudi. Dan menjadi salah satu pemegang program tanya jawab di acara televisi dan media sosial, yang dimana didalam program tersebut Utsman menerima pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat dan menjawabnya di acara TV. 

 Pada program tersebut terdapat salah satu pertanyaan yang disampaikan kepada Utsman, mengenai majlis-majlis yang sering menganjurkan untuk mengirim al-Fatihah kepada Mayyit. Kemudian Utsman menjawab, bahwasannya hal tersebut merupakan perbuatan bid’ah. Karena Nabi tidak pernah melakukan hal tersebut. Dengan dalil hadits Nabi yang berbunyi : 

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اصْنَعُوا لِأَهْلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا، فَإِنَّهُ قَدْ جَاءَهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ»: «هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ»

Utsman menyimpulkan jikalau Nabi hanya pernah mencontohkan dalam memberi makanan kepada keluarga yang berduka, yaitu keluarga Ja’far pada saat itu. 

Hadits ini saya temukan dalam Kitab Sunan at-Tirmidzi Juz 3 halaman 314 Hadits no. 998 yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ja’far dan hadits ini merupakan hadits Hasan. Tetapi, secara tidak langsung hadist ini kurang tepat jika dijadikan dalil untuk membid’ahkan seseorang yang mengirimkan surah al-Fatihah kepada mayyit. 

Karena, hal ini merupakan Sunnah Nabi yang dilakukan ketika kita sedang mendapatkan berita kematian. Sedangkan mengirim surah al-Fatihah kepada mayyit merupakan perbuatan yang sudah jelas berbeda konsep dengan sunnah tersebut. 

Hadist yang Menganjurkan untuk Mengirimkan Doa kepada Mayyit 

Jika mengkhususkan bacaan surah al-Fatihah untuk mayyit termasuk bid’ah, Maka bagaimana dengan hadits-hadits yang menganjurkan untuk banyak-banyak dalam menigrimkan doa kepada almarhum? 

Seperti salah satu hadits Nabi berikut ini yang menjelaskan bahwasannya terdapat beberapa amalan-amalan yang dapat kita lakukan dan pasti tersampaikan kepada orang yang sudah meninggal, yakni pada hadits no. 3664 dalam kitab Sunan Ibn Majah karya Imam ‘Abdu al-Baqi halaman 1208 yang berbunyi : 

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَسِيدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ عُبَيْدٍ، مَوْلَى بَنِي سَاعِدَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ مَالِكِ بْنِ رَبِيعَةَ قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلَمَةَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَبَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِمَا؟ قَالَ: «نَعَمْ، الصَّلَاة عَلَيْهِمَا، وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَإِيفَاءٌ بِعُهُودِهِمَا مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِمَا، وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا»

Artinya : 

“Telah diceritakan kepada kita dari Ali bin Muhammad berkata: telah diceritakan kepada kami oleh ‘Abdurrahman bin Sulaiman, dari Asiid bin ‘Ali bin ‘Ubaid, pemimpin Bani Sa’idah, dari ayahnya. dari Abi Usaid Malik bin Rabi’ah berkata : Ketika Nabi berada diantara kita, datanglah seorang laki-laki dari Bani Salamah, kemudian dia berkata : “ Wahai Rasulullah Apakah ada perbuatan yang bisa tetap kulakukan sebagai bentuk Birrul Walidain kepada orang tuaku yang sudah meninggal?” Nabi menjawab : “Iya, doakan keduanya, mintakan ampun atas mereka, penuhilah janji-janji mereka setelah mereka meninggal, muliakan teman dekat mereka, dan jagalah silaturrahim mereka.” 

Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwasannya Birrul Walidain tidak hanya semasa orangtua kita masih hidup. Tetapi Birrul Walidain masih bisa dilakukan walaupun setelah mereka meninggal, yaitu dengan cara-cara yang telah dijelaskan oleh Nabi pada hadits tersebut.  

 Yang perlu digarisbawahi pada hadith tersebuat adalah lafadh as-Shalatu ‘Alaihima yaitu mendoakan keduanya. Rasulullah menganjurkan untuk banyak-banyak mendoakan dan memohonkan ampunan kepada orang tua yang sudah meninggal (dan ini berlaku kepada siapapun). 

Lafadh “doa” disini bermakna sangat luas, tidak hanya doa yang bersifat sebuah permintaan saja. Tetapi, bisa juga dengan bacaan-bacaan yang mengandung pahala lainnya, seperti membacakan surah-surah dalam al-Qur’an, termasuk surah al-Fatihah. 

Surah Al-Fatihah sebagai hadiah untuk mayyit 

Seseorang yang telah datang ajalnya dan sudah memasuki fase kehidupan selanjutnya _alam barzah_ sudah tidak berlaku lagi baginya beramal. Menjadi sebuah kesenangan bagi orang yang shalih karena segera bertemu dengan Penciptanya, dan menjadi suatu ketakutan bagi orang yang fasik karena takut akan hisabNya. 

Tidak ada yang bisa menolong dari siksa kubur, dan tidak pula bisa memperbaiki keburukan-keburukan amal yang telah dilakukan semasa hidupnya. Mereka hanya bisa mengharapkan doa-doa dari keluarga atau sanak saudara dan teman yang masih terus bisa dirasa meski tidak bertatap muka. dan bisa menjadi penolong dan peringan siksa kuburnya.  

Semoga saudara-saudara yang sudah mendahului kita diluaskan kuburnya, diterangkan kuburnya, diberikan nikmat kubur, diringankan siksa kuburnya dan dibersamakan dengan calon-calon penghuni Surga. Aamiin. 

*) Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya

 

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال