PANDANGAN LINGUIS PENGGUNAAN AKRONIM DALAM DEBAT CAWAPRES 2024

 



Penulis sebelumnya memohon izin berusaha menggunakan bahasa awam untuk menjelaskan opini penulis.

1.      Strategi nanyak2 pakai singkatan itu sudah pernah terjadi di debat2 capres  sebelum2nya. . sejak awal kemunculannya memang menjengkelkan pemerhati bahasa.

2.      secara politis, implikasi dari strategi ini  mungkin akan berakibat sebagian orang akan bilang: wah bodoh ya cak Imin, istilah SGIE saja gaK tau. hmm... ini memang strategi linguistik yang 'nakal'.

3.      Memang sangat kreatif sebagai usaha menjatuhkan lawan. terbukti ini menjadi bullyan terhadap cak Imin di sosmed.

4.      tapi tahukah Anda, ini sebenarnya tidak sesederhana itu. bagi linguis, apakah dengan akronim2 ini, kita termasuk orang-orang semakin kreatif ataukah kita ini orang-orang yang suka menggampangkan persoalan?

5.      mari kita bahas secara analisis linguistik sederhana, lalu nanti kita bahasa filosofi bahasanya.

6.      SGIE sebagai sebuah singkatan kan memang bisa menjadi singkatan apa saja, apalagi tidak dijelaskan secara jelas konteks akronim tersebut. sejak awal kita tau SGIE sebagai akronim memang multi tafsir. Tidak mudah memang menebak makna SGIE dengan ribuan konteksnya. Lagi pula kata SGIE sebagai sebuah akronim berbahasa Inggris harus disebut dengan phonem bahasa inggris (es, ji, ai, i), bukan dengan phonem bahasa Indonesia ( es, ge, i, e)

7.      mari kita masuk ke pembahasan yang lebih filosofis. sejak awalnya ada, bukankah bahasa adalah alat manusia mencari kebenaran? dengan bahasa kita mencari kebenaran dengan sesama manusia lain. Dengan bahasa kita mencari makna, mengenal.

8.      Termasuk dalam debat, bukankah tujuan kita adalah menunjukkan yang benar dan  mana yang salah. Disinilah letak penjelasan  moral berbahasa itu.

9.      dari sini, kami ingin jelaskan bahwa hanya orang-orang yang punya niat buruk yang hobi memain-mainkan bahasa.

10.  ini seperti mereka-mereka yang sengaja menciptakan bahasa hukum yang multitafsir itu. ketidakjelasan bahasa hukum memang sengaja dibuat; dengan pasal-pasal karet mereka mencapai kepentingan mereka.

11.  mempermainkan bahasa seperti ini bukanlah moral yang diajarkan dalam literasi manapun di dunia, termasuk dalam islam. 

12.  Bukankah sejak awalnya, awal konsep keselamatan (islam) yang diusung di gua hiro itu mengajak kita semua berliterasi. literasi bermoral. mencari kebenaran. penciptaan, tauhid. "bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan.

13.  bukankan kita tau bahwa alquran pun menginginkan  bahwa hukum2nya  harus berdasarkan ayat yang jelas. bukan yang mutasyabihat.

14.  Bukankah takdir alquran dalam bentuk tulisan yang ada saaat ini juga merupakan bagian dari kebijaksanaanNya agar manusia mendapatkan agama yang jelas?

15.  Demikianlah, Alquran juga sering mengatakan bahwa, kelakuan-kelakuan memain-mainkan bahasa, literasi seperti ini sebenarnya  hanya dimaklumkan oleh orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit.

16.  terakhir, kita diperlihatkan bahwa cak Imin, spontan saja mempertanyakan kembali apa sebenarnya singkatan itu.

17.  disinilah kami melihat letak  kejujuran seorang yang berliterasi.. sebab memang literasi  bukanlah hanya sekedar kumpulan  kata dengan segala strategi gimmick-gimmicknya.

18.  kata juga memiliki jiwa. kami yakin, bahwa setiap kata yang pernah muncul dalam benak manusia pasti akan berterimakasih atas kejujuran Imin itu.

19.  beyond that, tentunya di momen itu cak Imin ingin memastikan agar tidak salah paham.  ada niatan tulus di dalamnya untuk saling memperbaiki, inilah moral berbahasa.

20.  agar jangan lagi bahasa kita pakai  ini, hanya dimanfaatkan untuk hal yang tidak senonoh. bersopan-sopanlah berbahasa, jgan sesekali berniat membuat orang bingung.

21.  Apalagi kelakuan kita dilihat orang sebagai calon pemimpin dengan negeri ratusan bahasa.

Oleh: Julhelmi Erlanda (Mahasiswa S3 Ilmu Qur’an-Tafsir Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal & Universitas PTIQ Jakarta)


Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال