Jejak Langkah Ormas Islam yang Menghormati Perbedaan dan Menjunjung Tinggi Persamaan

Penulis: Rahmadani Nur Fajriyah*

KULIAHALISLAM.COM - Apa itu Ormas Islam? Apa saja Ormas Islam terbesar di Indonesia? Bagaimana asal-usul terbentunya Ormas Islam? Apa saja peran Ormas Islam? Bagaimana cara Ormas Islam dalam menyikapi perbedaan dan menjunjung tinggi persamaan? 

Indonesia adalah salah satu negara muslim terbesar yang ada di dunia ini dan memiliki peran penting di dunia Islam. Indonesia juga memiliki peran sebagai kekuatan baru di dunia yang didukung oleh realita sejarah yang dibuktikan melalui munculnya Ormas Islam, Ormas Islam ini sangat berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia karena Ormas sudah ada sebelum zaman kemerdekaan.

Pengertian Ormas Islam

Ormas adalah kepanjangan dari Organisasi Masyarakat, sedangkan Omas Islam sendiri memiliki arti Organisasi Islam yang dibuat dan berbasis massa atas dasar kesepakatan bersama dengan tujuan memperjuangkan serta membela Islam sesuai dengan ajaran yang ada di dalam Alqur’an dan Hadis (As-sunnah) serta memajukan umat Islam dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang agama, pendidikan, maupun sosial dan budaya.

Peran Ormas Islam Terbesar di Indonesia

Di Indonesia terdapat dua Ormas Islam terbesar yaitu Nahdhatul Ulama’ (NU) dan Muhammadiyah, kedua Ormas Islam ini sangat berperan sebagai penggerak negeri, walaupun banyak Ormas Islam yang ada di Indonesia tetapi hanya dua yang diakui sebagai Ormas Islam terbesar di Indonesia bukan bermaksud mengecilkan yang lain, karena dalam sejarah sudah tercatat dua Ormas tersebut mempunyai sumbangsih yang penting untuk bangsa. 

Nahdhatul Ulama’ dan Muhammadiyah adalah dua Ormas di dalam agama Islam yang didirikan sejak sebelum kemerdekaan, ada pula Persis dan Al Irsyad. Keduanya ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia walaupun sebenarnya keduanya memiliki perbedaan yang banyak dan bahkan sampai saat ini masih di pertimbangkan dan diperdebatkan oleh para ulama’ kontemporer, tetapi tokoh atau ulama’ masih bisa menjunjung tinggi persamaan diantara keduanya yang merupakan cerminan dari semboyan bangsa Indonesia yakni Bhineka Tunggal Ika.

Sejarah Berdirinya NU dan Muhammadiyah

NU adalah Jam’iyah Diniyah Islam (Organisasi Keagamaan Islam) yang didirikan pada tanggal 16 Januari 1926 Rajab 1344 H di Surabaya di bawah pimpinan KH. Hasyim Asyari (Rais Akbar), ada banyak faktor yang melatarbelakangi berdirinya NU. 

Faktor-faktor ini juga mencakup pertumbuhan dan kebangkitan pemikiran Islam yang mengharuskan pelarangan segala bentuk praktik Sunni. Gagasan mengembalikan umat Islam pada ajaran Islam yang “murni”, salah satu cara umat Islam keluar dari rezim Majjab. 

Bagi Pondok Pesantren, pembaharuan pemikiran keagamaan tetap diperlukan, namun bukan berarti meninggalkan tradisi akademis para ulama terdahulu yang masih relevan hingga saat ini. Oleh karena itu penerapan Jam’iyah Nahdlatul Ulama menjadi mendesak. 

Untuk mempertegas prinsip dasar organisasi ini, KH. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab ”Kanun Asashi”  dan juga kitab ''I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.'' Kedua kitab ini kemudian diterjemahkan Khittah NU dan menjadi landasan dan rujukan refleksi dan kiprah warga NU di bidang sosial, agama, dan politik.

Muhammadiyah Organisasi Muhammadiyah atau Persyarikatan Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan didirikan tahun di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912, bertepatan dengan tanggal 18 Zulhijjah 1330 H. 

Berdirinya Muhammadiyah dilatarbelakangi oleh keprihatinan Ahmad Dhahlan. 4.444 umat Islam Indonesia yang tertindas kolonialisme Belanda menyebabkan 4.444 kondisi pendidikan lumpuh. Gagasan mendirikan organisasi kemasyarakatan dan keagamaan yang kemudian dikenal dengan nama Persyarikatan Muhammadiyah dianggap sebagai konsekuensi dari perjalanan intelektual dan spiritual yang sangat panjang. 

8 Periode pertama sebelum dan sesudah berdirinya Muhammadiyah, langkah awal KH. Ahmad Dahlan mencoba berdakwah kepada keluarga dan sahabat terdekatnya di Yogyakarta. Cara berpikir baru ia sampaikan melalui tafsir. Kegiatan serupa juga dilakukannya di organisasi Budi Utomo dan Sarekat Islam. Semangat dakwah K.H. Ahmad Dahlan sehingga diangkat menjadi penasihat masalah agama. 

Dari sinilah intisari KH. Ahmad Dahlan menyebarkan ide miliknya. Ia menekankan kepada siapa gagasan itu dikomunikasikan. Setelah pendapat tersebar, KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa perlu didirikan perkumpulan umat Islam yang permanen. Selain itu, atas saran sahabat Budi Utomo, segera dirikan perkumpulan khusus umat Islam. 

Begitu pula dukungan datang dari sahabat pesarekat Islam dan santri KH. Ahmad Dahlan. Dari situlah lahir Muhammadiyah yang terus berkembang pesat. Berbagai kolaborasi telah dilakukan untuk mengurangi beban masyarakat. 

Kajian agama juga diperkuat untuk membekali masyarakat dengan pemahaman Islam yang benar. Akhirnya muncul gagasan untuk memberdayakan perempuan, membekali perwira dengan ilmu bela diri, melatih pemuda pramuka, bahkan mendirikan cabang Muhammadiyah di berbagai daerah.

Persamaan dan Perbedaan Dua Ormas Islam Terkait Toleransi

Toleransi adalah menghargai setiap individu dengan segala perbedaan yang dimiliki, rasa toleransi juga menciptakan rasa kepedulian terhadap sesama melalui perhatian. Di dalam beragama juga membutuhkan toleransi antar sesama, karena di dalam satu agama terdapat banyak ajaran yang dianut dari berbagai ulama’ islam maupun organisasi masyarakat yang dibangun dalam Islam. 

NU dan Muhammadiyah adalah dua Ormas Islam yang memilki banyak perbedaan dalam pemahaman tetapi masih ada persamaan diantara keduanya. Konflik nasional antara NU dan Muhammadiyah ini patut menjadi model konflik antar aliran bahkan antar umat beragama secara nasional. 

Islam melarang terjadinya perpecahan di antara manusia dan tidak pernah melarang perselisihan. Toleransi yang ditunjukkan dua ormas Islam terbesar di Indonesia ini juga patut menjadi contoh dalam kasus antar umat beragama. Konsep hidup di negara yang berbeda agama sudah sangat jelas. 

Semua agama mempunyai kewajiban untuk membuat ajarannya dapat diakses oleh semua orang. Namun, setiap agama mempunyai aturan toleransi dalam menghormati keyakinan agama lain. Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada alasan untuk memperdebatkan perbedaan agama. 

Toleransi antar umat juga bisa kita tiru dari kontroversi NU dan Muhammadiyah. Terdapat perbedaan diantara NU dan Muhammadiyah yang disebut furu’iyah (cabang) dalam Islam, perbedaan posisi dan metode ijtihad yang dikembangkan kedua Ormas ini sangat berpengaruh jelas, contohnya saja menentukan awal bulan pada bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah.

Perbedaan orientasi keagamaan antara NU dan Muhammadiyah disebabkan karena pola pemikiran dan pengalaman pendidikan dari kedua Ulama’ pendiri Ormas Islam tersebut, yaitu K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan. Keduanya merupakan Ulama’ wakil Indonesia yang hidup pada abad ke-19 dan ke-20. 

Meski secara prinsip tidak demikian tetapi kedua Ormas Islam tersebut masih dalam batas yang dapat diterima dan menciptakan rasa toleransi sehingga tidak menimbulkan konflik. Dibalik perbedaan kedua Ormas Islam tersebut juga terdapat persamaan, banyak persamaan antara NU dan Muhammadiyah, namun satu hal baik NU maupun Muhammadiyah sama-sama menganut agama Islam dan mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT. 

Kedua Ormas Islam tersebut percaya bahwa Nabi Muhammad SAW, adalah utusan Allah serta menjadi teladan dan panutan bagi seluruh pemeluk agama Islam, NU dan Muhammadiyah sama-sama menjadikan Alqur’an sebagai kitab suci umat Islam dan pedoman yang harus diikuti mereka untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. 

Selain itu, kedua Ormas Islam tersebut menjadikan ka’bah sebagai pusat kiblat seluruh umat Islam serta mengamalkan rukun Islam. Selama warga NU dan Muhammadiyah berkumpul mereka akan saling mendo’akan yang terbaik.

Setiap hari selalu berdo’a agar setiap muslim Muslimah selalu diberi ampunan, keselamatan dan kebahagiaan didunia dan akhirat tanpa ada unsur membeda-bedakan. Keduanya benar-benar menjunjung persamaan dan diantara mereka pernah berkata, NU akan senang jika ada warga Muhammadiyah yang ikut salat jama’ah dan mengikuti kegiatan seperti istighosah dan tahlil, sedangkan warga Muhammadiyah akan senang jika warga NU ikut terjun dalam Lembaga Pendidikan terkenal yang sudah didirikan Muhammadiyah.

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال