Sila Pertama Perspektif Mohammad Natsir


Oleh: Anas Hidayatulloh*

KULIAHALISLAM.COMMohammad Natsir (1908-1993) adalah seorang tokoh politik, intelektual, dan pemikir Islam Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia pada tahun 1950. Natsir sangat vokal dalam menyuarakan pandangannya tentang Islam dan politik, termasuk mengenai Pancasila dan Alquran.

Mengenai keselarasan antara Pancasila dengan Islam, sehingga Pancasila menjadi ideologi negara, merupakan bantahan kepada pihak lain yang ingin membawa negara Indonesia ini ke suasana antagonisme. Upaya untuk mempertentangkan antara Pancasila dengan Islam, jelas adalah sebuah asumsi belaka. Di bawah naungan Alqur’an, Pancasila akan hidup subur.

Dalam pandangan Natsir, Pancasila dan Alquran memiliki hubungan yang erat. Dia meyakini bahwa Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah sejalan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Alquran. Natsir memandang Pancasila sebagai konsep yang inklusif, yang mencerminkan nilai-nilai universal yang dapat diterima oleh seluruh umat manusia, termasuk umat Islam.

Dari semua sila yang ada, Natsir berpandangan bahwa sila pertama adalah sila yang pokok dalam Pancasila. Oleh karena itu, jika sila pertama ini tetap dipertahankan maka kehidupan umat Islam akan terpenuhi hak dan kewajibannya. Sebab Isi kandungan pancasila tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Alqur’an.

Menurut pandangan Natsir, Pancasila sangat berkaitan dengan Alqur’an, bahkan korelasi antara Pancasila dan Alqur’an sangatah jelas. Hal tersebut merupakan upaya untuk mengcounter pendapat para nasionalis sekuler yang memaknai Pancasila sesuai dengan pandangan mereka. Inilah yang mejadikan Natsir harus meneliti kembali bahwa Pancasila sebetulnya sejalan dengan ajaran Islam dan Alqur’an.

Natsir mempertanyakan, sila manakah yang bertentangan dengan Alqur’an. Justru pemahamn Natsir mengenai Pancasila jauh melebihi ekspektasi orang pada zaman itu. Beliau bukan tokoh Islam konservatif yang hanya mementingkan golongan Islam saja. Beliau adalah seorang intelektual dan pembaharu Islam. Pemikirannya sangat moderat bahkan boleh dikata cukup liberal.

Dalam mengungkapkan argumentasinya mengenai keselarasan Pancasila dengan Islam, Natsir tidak secara dzahir menampakan ayat-ayat Alqur’an yang berkaitan dengan Pancasila. Hanya sekedar isyarat lafdziyyah bahwa dalam Alqur’an, isi dari Pancasila termaktub semuanya dalam Alqur’an.

Seperti halnya sila pertama yang mempunyai korelasi dengan surah Al-Ikhlas. Natsir meyakinkan bahwa sila kesatu, tidak mungkin bertentangan dengan Alqur’an yang di dalamnya ada tauhid. Pemahaman Natsir tentang أحد هللا هو قل yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dianggap mempresentasikan nilai Tauhid suatu bangsa. Meskipun dalam faktanya ada tujuh kata yang dihapus yaitu “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya.”

Bagi Natsir nilai Tauhid itu harus ditanamkan dari sejak kecil sebagaimana yang dilakukan Luqman kepada anaknya. Jika sudah tertanam maka ia akan terpelihara dari malapetaka akibat adanya hubungan dengan sang Khaliq dan bermuamalah dengan baik sesama manusia. Selain itu juga dia akan mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan lahir dan batin. Hal ini tertera dalam Alqur’an surat Ali-Imran ayat 112.

Karena adanya pernyataan dari agama-agama yang lain yaitu Yahudi yang berkeyakinan bahwa Uzair adalah anak Allah, Nasrani yang meyakini bahwa Al-Masih adalah anak Allah, Majusi menyembah bulan dan matahari sedangkan orang-orang musyrik Quraisy menyembah berhala. Keyakinan keyakinan tersebut akhirnya dijawab oleh Allah dengan turunnya surat Al-Ikhlas.

Jika ditelaah kandungan dari surat ini, jelas sekali bahwa keyakinan-keyakinan selain Tauhid telah dihukumi menyimpang. Bahkan keyakinan Allah mempunyai anak, dianggap telah mencaci maki martabat Tuhan itu sendiri. Sehingga Allah pun melabeli orang-orang yang berkeyakinan demikian sebagai orang kafir.

Bagi Sayyid Qutb ketauhidan itu bukan hanya berbicara tentang keyakinan akan keesaan Allah, melainkan menjadi konsep dasar dalam ajaran Islam. Tauhid merupakan karakteristik ajaran Islam yang paling pokok. Bahkan semua Nabi dan Rasul membawa misi ajaran tauhid tersebut.

Begitulah jika sila pertama dari Pancasila dipahami berdasarkan ayat Alqur’an. Kalau disebut sesuai dengan konsep tauhid, maka tentu saja Ketuhanan Yang Maha Esa itu seharusnya dibarengi dengan kesiapan menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya. Namun ternyata sila pertama tersebut masih belum sempurna menggambarkan konsep tauhid di dalamnya.

Natsir juga menekankan pentingnya menjaga keselarasan antara Pancasila dan Al-Quran. Baginya, jika terjadi konflik antara keduanya, maka Alquran harus dijadikan pedoman utama. Namun, dia juga berpendapat bahwa Pancasila, sebagai hasil perjuangan dan kesepakatan bersama seluruh bangsa Indonesia, adalah landasan politik yang penting untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

*) Mahasiswa Prodi Ilmu Alqur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UINSA Surabaya.

Editor: Adis Setiawan


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال