Keutamaan Etika Dalam Kehidupan Bertetangga

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)


KULIAHALISLAM.COM - Manusia merupakan makhluk sosial, makhluk yang berubah dan bertumbuh, saling membutuhkan dan saling mempengaruhi. Hubungan manusia merupakan perbuatan yang harus dilakukan agar jalinan silaturahmi semakin harmonis. Petunjuk utama bersilaturahmi setelah al-Qur’an adalah hadis-hadis nabi Muhammad saw. Hadis berfungsi sebagai penjelas dan penafsir terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum dan sebagai sumber hukum, hadis Nabi saw juga merupakan sumber kerahmatan, sumber keteladanan atau sumber ilmu pengetahuan.

Hadis adalah apa yang berasal dari Nabi, apa yang berasal dari sahabat, bahkan ada yang beranggapan hadis itu adalah apa yang disampaikan oleh tabi’in.

Definisi dan pemahaman mengenai hadis, disesuaikan sumber rujukan dan cara pandang yang digunakan. Pada pemahaman ini saya menggunakan definisi ulama hadis, sebagaimana fungsi hadis adalah memberikan penjelasan yang terperinci, ketika penjelasan itu tidak dijelaskan di dalam al-Qur‟an. Hadis adalah pelengkap penafsiran al-Qur‟an. Al-Qur’an dan hadis diibaratkan dua mata koin yang tidak bisa dipisahkan.

Hubungan manusia dengan manusia lainnya harus harmonis sebagaimana petunjuk Nabi saw, sebagaimana di jelaskan dalam al-Qur’an surah Ali-Imran (112). Terjemahnya: Mereka meliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. Mereka mendapat murka dari Allah dan (selalu) diliputi kesengsaraan. Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi, tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.

Sebagai umat Muslim tidak sepantasnya membatasi hubungan kepada Allah swt., saja karena kehidupan ini akan semakin harmonis jika hubungan kepada sesama manusia itu terjalin dengan baik.

Hal yang utama dalam memperbaiki hubungan kepada sesama manusia, dimulai dengan hubungan kepada tetangga. Secara umum, tetangga ialah orang atau rumah yang rumahnya sangat dekat atau sebelah menyebelah, orang setangga ialah orang yang tempat tinggalnya (rumahnya) terletak berdekatan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetangga adalah orang yang tinggal di sebelah rumah, orang yang tinggal berdekatan rumah, berarti bertetangga adalah hidup berdekatan karena bersebelahan rumah.

Tetangga merupakan orang-orang yang sangat dekat dan menjadi orang pertama mengetahui jika kita ditimpa musibah. Olehnya, hubungan bertetangga tidak bisa dianggap remeh karena mereka adalah saudara. Hidup bertetangga harus saling kunjung mengunjungi karena itu merupakan perbuatan terpuji, dari pertemuanlah yang melahirkan kasih sayang yang sebenarnya.

Di era globalisasi banyak yang tidak memperhatikan etika bertetangga padahal sebenarnya tetangga itu mempunyai etika sendiri. Sebagaimana Rasulullah SAW sering mengatakan bahwa tetangga itu wajib kita lindungi dan perhatikan (kita muliakan).

Dalam islam tetangga sangat diperhatikan, bahkan mendapat kedudukan yang mulia, dan dapat disejajarkan dengan ikatan keluarga. Tetapi sejalan dengan kemajuan zaman, manusia telah mendapati suatu perkembangan. Namun perkembangan ini dalam dirinya sendiri membawa krisis kepercayaan dimana antara tetangga sudah tidak lagi saling percaya, sehingga menimbulkan kerenggangan antara tetangga.

Prinsip bertetangga dalam islam merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim maupun terhadap mereka yang non muslim. Prinsip bertetangga ini sangat erat kaitannya dengan iman. Prinsip jiwar (bertetangga) ini berlaku tidak hanya bagi individu muslim, akan tetapi juga diterapkan oleh Negara dan pemerintahan Islam.

Setiap manusia harus tolong menolong, dengan demikian akan terpenuhi dengan kebutuhan mereka dan akan terwujud kekeluargaan. Imam al-Gazali dalam kitabnya ihya ulumudin menegaskan, hak tetangga itu adalah seyogyanya seseorang memberikan salam lehib dulu kepada tetangganya, menjenguk orang sakit, ikut berbelasungkawa ketika ditimpa musibah dan ikut menanggunya.Tidak salah lagi jika dalam beberapa hadis nabi sering berpesan kepada kita untuk selalu berbuat baik dan menghormati kepada tetangga. Karena tetanggalah yang paling dekat dengan kita disaat kita dalam kesusahan dan kesulitan, karena pentingnya menghormati tetangga itu nabi pernah mengatakan bahwa kualitas keimanan seseorang bisa dilihat sejauh mana dia mampu berbuat baik kepada tetangganya.(ETIKA BERTETANGGA DALAM HUKUM ISLAM. Oleh: Danial Yunus1Nency Dela Oktora2. 1Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2Institut Agama Islam Negeri MetroJIFLAW: Journal Of Islamic Family Law. Volume 1 No. 1. July-Desember 2022. Hlm, 1-3).

Makna Hidup Bertetangga

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetangga adalah orang yang tinggal di sebelah rumah, orang yang tinggal berdekatan rumah, berarti bertetangga adalah hidup berdekatan karena bersebelahan rumah. Secara umum, tetangga ialah orang atau rumah yang rumahnya sangat dekat atau sebelah menyebelah, orang setangga ialah orang yang tempat tinggalnya (rumahnya) terletak berdekatan.

Kata jar adalah bentuk mufrad untuk kata jiran wa jiwar (وجوار جريان .(Kata ini terambil dari kata  yang rangkaian huruf-hurufnya mengandung makna “bertetangga”, “berdampingan”, ”pelindung”, “penolong” atau “sekutu”. Di dalam hadis Nabi saw. Ditentukan kata jar dengan arti “tetangga”, yakni hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Secara tekstual, kata jar mempunyai beberapa arti. Ibnu Manzhur di dalam Lisanul Arab mengartikan kata ini dengan„ orang yang berdampingan rumah, orang yang memperoleh “perlindungan”, “penolong” dan “rumah-rumah yang berdekatan”.

Di dalam al-Qur’an, kata jar (جار) ditemukan sebanyak tiga kali pada dua ayat, yakni QS. An-Nisa (4): 36 (dua kali) dan QS. Al-Anfal (8): 48. Pada ayat yang pertama, kata al-jar disebutkan dua kali, yang kesemuanya mengandung makna “tetangga” sebagaimana firman Allah swt “wal jari dzil qurba wal jari dzil junub” (tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh).

Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang batasan pengertian al-Jar (tetangga). Ali bin Abi Thalib misalnya, memberi batasan dari segi jarak untuk makna “tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh”, yakni sejauh seratus yang bisa didengar. Nauf Asy-Syami menafsirkan “tetangga dekat” adalah orang Islam dan “tetangga jauh” adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Sebagian mufasir berpendapat, bahwa siapa yang menempati suatu tempat atau berada di dalam suatu kota adalah tetangga.

Pengertian tetangga secara umum ialah orang atau rumah yang rumahnya berdekatan atau sebelah-menyebelah, orang setangga ialah orang yang tempat tinggalnya (rumahnya) terletak berdekatan.

Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, tetangga adalah orang yang tinggal disebelah rumah kita, orang yang tinggal berdekatan rumah dengan kita, sedangkan bertetangga adalah hidup berdekatan karena bersebelahan rumah.

Banyak sekali para ulama yang berbeda pendapat mengenai batasan atau pengertian tetangga itu sendiri. Dan di bawah ini akan dijelaskan tentang arti tetangga menurut sebagian ulama. Adapun pengertian tetangga itu sendiri menurut Islam adalah sebagaimana pendapat Aisyah r.a, al-Auza‟i. dan Hasan al-Bisri, bahwa tetangga adalah empat puluh rumah dari setiap penjurunya (empat puluh dari barat rumah kita, empat puluh rumah dari timur rumah kita, empat puluh rumah dari utara rumah kita, empat puluh rumah dari selatan rumah kita).

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan tetangga dekat dan tetangga jauh. Menurut Ali bin Abi Thalhah dari sahabat Ibnu Abbas,yang dimaksud dengan tetangga dekat adalah tetangga yang diantara andadan dirinya terdapat hubungan kekerabatan dan kedekatan (qurabah). Sedangkan yang dimaksud dengan tetangga jauh adalah tetangga yang tidak ada hubungan kekerabatan dan kedekatan. Pendapat semacam inijuga dipegang oleh ikrimah, Mujahid, Maimun bin Mahraan, dan Adh-Dhahak, juga menurut Zaid bin Aslam, Muqatil bin Hayan, dan Qatadah.

Setelah dilihat dari berbagai definisi di atas ada yang mengartikan bahwa tetangga adalah orang atau rumah yang saling berdekatan dengan kita, dalam batas empat puluh rumah dari segala arah, baik kanan, kiri, depan, dan belakang. Dan ada juga yang mengartikan sepuluh rumah dari segala arah. Tetapi dengan adanya perkembangan zaman sekarang, seperti yang kita kenal dengan adanya flet (apartemen), pengertian tetangga itu bisa lebih luas lagi, maka dikatakan bahwa batasan tetangga itu dapat ditambah dengan empat puluh tingkat ke atas dan empat puluh tingkat ke bawah. Tetapi pada umumnya masyarakat sekarang tidak melihat dengan adanya batasan tetangga itu sendiri, melainkan dengan adat kebiasaan yang ada di lingkungan sekitarnya, karena dengan adanya perubahan kebudayaan dan sosialisasinya, yang membuat masyarakat tidak terlalu memperhatikan hal tersebut.(ETIKA BERTETANGGA DALAM HUKUM ISLAM. Oleh: Danial Yunus1Nency Dela Oktora2. 1Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2Institut Agama Islam Negeri MetroJIFLAW: Journal Of Islamic Family Law. Volume 1 No. 1. July-Desember 2022. Hlm, 4).

Etika Bertetangga Menurut Islam

Etika Bertetangga Menurut Islam yang menjadi acuan dalam kehidupan yang ada dimasyarakat sehingga terjadinya interaksi yang baik dengan sesama adalah sebagai berikut (Junaidi:2022):

1. Mendahulukan Salam Memberikan salam terlebih dahulu merupakan adab bertetangga.

2. Tidak Mengganggu Tetangga Mendapat gangguan dari luar tentu sangat tidak nyaman. Maka dari itu, saling tidak mengganggu adalah adab bertetangga yang harus diikuti oleh umat Muslim yang baik. Hal ini akan menunjukkan bahwa adanya rasa saling menghargai.

3. Memaafkan Kesalahan Ucap Ketika tetangga tidak sengaja melontarkan perkataan yang menyinggung, maka sebagai seorang Muslim kita harus memaafkannya.

4. Siap Sedia Menolong Tetangga Jika tetangga kesulitan dengan harta, tertimpa musibah, bahkan kehilangan, umat Muslim sepantasnya memberikan bantuan sesuai dengan adab bertetangga.

5. Menjenguk Tetangga yang Sakit Saat tetangga ada yang sakit, maka berhak untuk dikunjungi.

6. Tidak Iri pada Tetangga Ketika tetangga mendapatkan rezeki atau berbagai bentuk kebaikan, umat Islam tidak boleh merasa iri. Justru menurut adab bertetangga, sebagai tetangga kita harus ikut berbahagia dengan kebaikan tersebut.

7. Memelihara Hak kepada Tetangga Salah satu hal yang harus kita utamakan dalam adab bertetangga adalah memelihara hak tetangga. Hak tetangga yang perlu dijaga adalah melindungi harta mereka dari orang jahat, serta memberikan beberapa hadiah.

8. Turut Berbela Sungkawa pada yang Tertimpa Musibah Seorang tetangga juga berhak dikunjungi ketika sedang tertimpa musibah terutama kematian anggota keluarganya.(ETIKA BERTETANGGA DALAM PERSPEKTIF HADIS. Oleh: Abdul Pandi, dkk. UIN Alauddin Makassar, Indonesia. Jurnal Studi Islam Lintas Negara. Vol. 5 No.1 Januari-Juni 2023. Hlm, 4).

Untuk membina etika bertetangga, Islam pada saat ini mengalami perubahan sangat besar terutama dalam bentuk perilaku serta jiwa fisiknya, Masyarakat, Pemuda/remaja, orang tua, serta tokoh agama dan tokoh masyarakat harus bekerjasama. Pendekatan-pendekatan khusus tersebut berupa ajakan untuk turut serta dalam kegiatan keagamaan yang pada mulanya bersifat kumpul-kumpul semata. Dari kegiatan kumpul-kumpul inilah mulai para Masyarakat, Pemuda/remaja, orang tua, serta tokoh agama dan tokoh masyarakat memberikan sedikit motivasi untuk lebih dekat dengan Allah SWT sehingga menimbulkan kebaikan antar tetangga.

Untuk dapat menjaga harmonisasi antar tetangga, maka ada beberapa etika yang harus diperhatikan kepada sesama tetangga berdasarkan Sabda Nabi Saw, antara lain:

a. Tidak Menyakitinya Dengan Ucapan, Atau Perbuatan

Artinya: Kami diceritakan oleh ‘Abdullah bin Muhammad, Kami diceritakan oleh Ibnu Mahdi, Kami diceritakan oleh Sufyan dari Abu Hashin dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi saw., beliau bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam."

Pada hadis lain Nabi saw., bersabda “Demi Allah tidak beriman.” Ditanyakan kepada Rasulullah saw., “Siapakah orang yang tidak beriman wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” Sabda Nabi saw, adalah: Artinya: Yahya bin Ayyub dan Qutaibah bin Sa'id serta Ali bin Hujr semuanya dari Isma'il bin Ja'far telah menceritakan kepaa kami, Ibnu Ayyub berkata, Ismail telah menceritakan kepada kami, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami al-Ala' dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw., bersabda: "Tidak akan masuk surga, orang yang tetangganya tidak aman dari bahayanya."

b. Bersikap Dermawan Dengan Memberikan Bantuan Kepada Tetangga

Artinya: Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami, Laits bin Sa'd telah menceritkan kepada kami -dalam jalur lain- Dan Qutaibah bin Sa'id telah menceritkan kepada kami, Laits telah menceritakan kepada kami dari Sa'id bin Abu Sa'id dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw., bersabda: "wahai sekalian kaum wanita, janganlah sekali-kali kalian meremehkan pemberian seorang tetangga kepada tetangganya walaupun hanya berupa kuku kambing."

Pada hadis lain, Nabi saw Artinya: Abu Kamil Al Jahdari dan Ishaq bin Ibrahim kami diceritakan dan lafazh ini milik Ishaq dia berkata; Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami dan berkata Ishaq; Telah mengabarkan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin 'Abdush Shamad Al 'Ammi; Kami diceritakan oleh Abu 'Imran Al Jauni dari '‘Abdullah bin Ash Shamit dari Abu Dzar dia berkata; Rasulullah saw., bersabda: "Wahai Abu Dzar, Apabila kamu memasak kuah sayur, maka perbanyaklah airnya, dan berikanlah sebagiannya kepada tetanggamu."

c. Menghormati dan menghargai dengan tidak melarang meletakkan kayu ditemboknya, tidak menjual atau menyewakan apa saja yang menyatu dengan temboknya, dan tidak mendekat ke temboknya sehingga ia bermusyawarah dengannya:

Artinya: ‘Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami dari Malik dari Ibnu Syihab dari Al A'raj dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw., bersabda: "Janganlah seseorang melarang tetangganya untuk menyandarkan kayunya di dinding rumahnya". Kemudian Abu Hurairah ra. berkata: "Jangan sampai aku lihat kalian menolak ketentuan hukum ini. Demi Allah, kalau sampai terjadi, akan aku lempar kayu-kayu itu menimpa samping kalian".

Sabdanya pada hadis lain: Artinya: Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami, Zuhair telah menceritkan kepada kami, Abu Zubair telah menceritkan kepada kami dari Jabir. (dalam jalur lain disebutkan) Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami, Abu Khaitsamah telah mengabarkan kepada kami dari Abu Az Zubair dari Jabir dia berkata, "Rasulullah saw., bersabda: "Barangsiapa memiliki serikat dalam suatu rumah atau sebidang kebun, maka dia tidak berhak menjualnya sebelum mendapatkan izin dari serikatnya. Jika mau ia bisa membelinya, jika mau ia juga bisa meninggalkannya (tidak membelinya)."

Ada dua manfaat yang didapatkan dari penjelasan hadis di atas yakni:

1) Seorang Muslim mengenal dirinya jika ia telah berbuat baik kepada tetangganya, atau berbuat yang tidak baik terhadap mereka, berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Jika engkau mendengar mereka berkata bahwa engkau telah berbuat baik maka engkau memang telah berbuat baik, dan jika engkau mendengar mereka berkata bahwa engkau berbuat salah maka engkau memang telah berbuat salah.”

2) Jika seorang Muslim diuji dengan tetangga yang jahat (tidak menyenangkan), hendaklah ia bersabar, karena kesabarannya akan menjadi penyebab pembebasan dirinya dan gangguan tetangganya. Seseorang datang kepada Rasulullah saw., guna mengeluhkan sikap tetangganya, kemudian beliau bersabda kepadanya, “Sabarlah!” Rasulullah saw., bersabda untuk kedua kalinya, ketiga kalinya, atau keempat kalinya kepada orang tersebut, “Buanglah barangmu di jalan.” Orang tersebut pun membuang barangnya di jalan. Akibatnya, orang orang berjalan melewatinya sambil berkata, “Apa yang terjadi denganmu?” Orang tersebut berkata, “Tetanggaku menyakitiku.” Orang-orang pun mengutuk tetangga yang dimaksud orang tersebut hingga kemudian tetangga tersebut datang kepada orang tersebut dan berkata kepadanya, “Kembalikan barangmu ke rumah, karena demi Allah, aku tidak akan mengulangi perbuatanku lagi.”

Kesimpulan

Etika bertetangga dalam Islam adalah bagian tuntunan dan etika dalam bertetangga yang perlu diperhatikan oleh Muslim yang ada di semua lini. Tetangga merupakan orang-orang yang berada di sekeliling kita yang perlu dihormati dan diperlakukan dengan sebaik mungkin karena setiap hari kita berinteraksi dengan orang yang berada di sekeliling kita. Oleh karena itu, kita perlu menerapkan etika bertetangga sesuai dengan ajaran Islam agar hubungan dengan tetangga tetap harmonis dan terjalin tali silaturahmi yang baik.

Etika bertetangga di tengah kaum Muslimin, Perlakuan itu tidak saja diberikan kepada tetangga kita yang latar belakangnya beragama Islam, tetapi juga kepada tetangga kita yang non-Muslim. Keutamaan bertangga karena tetangga adalah keluarga yang paling dekat dari lingkungan yang ada, dan hidup berdampingan satu sama lainnya. Jika setiap tetangga menghormati tetangga lainnya, dan setiap orang.

Akhlak dalam kehidupan bertentangga dalam Islam adalah mewujudkan rasa aman dan nyaman dengan sesama tetangga dengan memelihara setiap hak-hak dari tetangga itu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sumber hukum Islam yaitu al-Qur’an dan hadits-hadits, terutama sekali hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Akhlak yang dalam Islam adalah untuk mewujudkan ketertiban dan kenyamanan dalam masyarakat, sehingga akan terciptanya keharmonisan dan kelangengan interaksisosial yang baik dan beradab.

Agama menjadikan keserasian dan interaksi sosial yang baik, salah satu aspek hubungan sosial yang tidak boleh dipandang remeh oleh seorang muslim ialah hubungan bertetangga. Bahkan, menurut Islam baik buruknya agama seseorang diantaranya tergantung bagaimana hubungan orang tersebut dengan tetangga disekitarnya. Menerima dan memuliakan tetangga tanpa membeda-bedakan status sosial mereka adalah salah satu sifat terpuji yang sangat dianjurkan dalam Islam. Bahkan Rasulullah Saw mengaitkan sifat memuliakan tetangga itu dengan keimanan terhadap Allah dan hari akhir.

Referensi:

ETIKA BERTETANGGA DALAM HUKUM ISLAM. Oleh: Danial Yunus1Nency Dela Oktora2. 1Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2Institut Agama Islam Negeri MetroJIFLAW: Journal Of Islamic Family Law. Volume 1 No. 1. July-Desember 2022.

ETIKA BERTETANGGA DALAM PRESFEKTIF HADIS. NEIGHBORHOOD ETHICS IN A HADITH PERSPECTIVE. Oleh: Abdul Pandi1*,Arifuddin Ahmad2, Erwin Hafid3. 1,2,3UIN Alauddin Makassar, Indonesia. Jurnal Studi Islam Lintas Negara. Vol. 5 No.1 Januari-Juni 2023.

Keutamaan Hidup Bertetangga (Suatu Kajian Hadis). The Virtue of Neighbourhood ( a Hadith Study). Oleh: Sabir Maidin. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar. Jurnal Al-Qada'u. Volume 4 Nomor 2 Desember 2017.

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM KEHIDUPAN BERTETANGGA (Kajian Kitab Hadits Shahih Bukhari). Fakhrul Rahmadi. Oleh: Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK). Prodi Pendidikan Agama Islam. FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK). UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY DARUSSALAM - BANDA ACEH 2016.

KETIKA MUSLIM MENCINTAI TETANGGANYA. Oleh: Nyong Eka Teguh Iman Santosa.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال