Nikah Beda Agama dalam Pandangan Islam


Penulis: Haena Mawardah Emha*

Pernikahan merupakan ikatan yang sakral antara dua individu yang memilih untuk berbagi hidup bersama. Dalam banyak kasus, pasangan yang menikah memiliki latar belakang agama yang sama, memudahkan mereka untuk berbagi keyakinan, nilai, dan tradisi yang serupa. Namun, dalam realitas yang semakin global dan majemuk ini, pernikahan beda agama telah menjadi fenomena yang semakin umum terjadi.

Pernikahan beda agama melibatkan dua individu yang masing-masing memiliki keyakinan agama yang berbeda. Ini menghadirkan tantangan dan pertimbangan unik yang perlu dipikirkan secara mendalam oleh kedua pasangan yang terlibat. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi fenomena pernikahan beda agama dalam pandangan Islam. Masih menjadi perdebatan mengenai hal ini.

Dalam surah Al-Baqarah ayat 221 Allah SWT menegaskan dengan jelas larangan pernikahanbeda agama dan tidak ada peluang untuk disahkan :

‎وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْن ࣖ - ٢٢١


Artinya:

 “Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mu'min itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik (dengan Wanita Muslimah) sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki yang beriman itu lebih baik dari pada orang musyrik sekalipun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya, dan Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran” (QS Al-Baqarah: 221).

Adapun sebab turun ayat 221 ini, menurut riwayat yang diceritakan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Wahidi yang bersumber dari al-Muqatil adalah berkenaan dengan Ibnu Abi Martsad al-Ghanawi yang meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menikahi anak seorang wanita Quraisy yang miskin tapi cantik yang dulu menjadi kekasihnya sebelum masuk Islam, namun masih musyrikah. Sedangkan Ibnu Abi Martsad adalah seorang Muslim. Rasulullah SAW melarang sahabatnya untuk menikahinya. Lalu Allah menurunkan ayat ini. (Tafsir Al-Baghawi).

Dalam tafsir Ibnu Katsir ayat di atas, menjelaskan bahwa Allah SWT mengharamkan bagi orang mukmin menikah dengan orang musyrik yang menyembah berhala. 

Lalu ayat ini menggeneralisir hukum haramnya menikah dengan orang musyrik dari kitabiyah (Yahudi dan Nasrani) dan Watsaniyah (penyembah berhala). Akan tetapi Ibnu Katsir mengecualikan pernikahan orang muslim dengan perempuan Ahli Kitab dengan landasan ayat Alqur'an yang menjelaskan hukum pernikahan beda agama adalah surah Al-Maidah ayat 5 :

‎اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ࣖ - ٥

Artinya:

“Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Al-Maidah: 5). 

Ayat ini memberikan peluang untuk laki-laki muslim menikah dengan wanita Ahli Kitab. Menurut Syekh at-Thanthawi dalam Kitab Al-Wasith, yang dimaksud Ahli Kitab dalam ayat ini ialah Yahudi dan Nasrani.

Sahabat Abdullah bin Umar dan sebagian sahabat lainnya menyatakan, bahwa haram dan tidak sah menikah dengan Ahli Kitab karena mereka telah mengubahnya dan menyatakan bahwa Allah SWT adalah yang ketiga dari ketiga tuhan (trinitas). 

Maka sebenarnya mereka telah menyekutukan Allah SWT (syirik) dalam akidah. Mereka menakwil kepada makna yang lebih dekat, ialah boleh menikah dengan Ahli Kitab di zaman turunnya ayat ini belum banyak perempuan muslimah sehingga diberi dispensasi oleh Allah SWT. 

Sedangkan zaman sekarang sudah banyak perempuan muslimah maka hilang dispensasi itu dan hukumnya haram menikah dengan Ahli Kitab.

Dalam ayat Alqur’an yang lain, Allah SWT menjelaskan bahwa haram hukumnya seorang muslim menikah dengan orang kafir. Hal ini telah dijelaskan dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 10 sebagai berikut:

 ‎يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا جَاۤءَكُمُ الْمُؤْمِنٰتُ مُهٰجِرٰتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنَّ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ وَاٰتُوْهُمْ مَّآ اَنْفَقُوْاۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۗ وَلَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقُوْاۗ ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللّٰهِ ۗيَحْكُمُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ - ١٠

Artinya: 

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana”. (QS. Al-Mumtahanah: 10).

Menurut tafsir At-Thabari ayat di atas menjelaskan tentang perjanjian Rasulullah SAW dengan kaum musyrik Mekkah di Hudaibiyah, bahwa setiap orang yang datang dari mereka harus dikembalikan kepada kaum musyrik Mekkah. 

Lalu ketika ada perempuan yang datang dari musyrik Mekkah dikecualikan jika setelah diuji ternyata ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka perempuan itu tidak boleh dikembalikan kepada kaum musyrikin Mekkah. Sebab orang mukmin tidak halal menikah dengan perempuan orang kafir dan orang muslimah tidak halal dinikahi oleh laki-laki kafir.

Simpulannya, pernikahan beda agama antara wanita muslimah dengan laki-laki nonmuslim hukumnya tidak sah menurut kesepakatan para ulama salaf dan khalaf. Pernikahan beda agama antara laki-laki muslim dan wanita kitabiyah (Yahudi dan Nasrani) terdapat perbedaan pendapat antara para ulama, ada yang mengatakan boleh dan ada yang melarangnya. 

Namun ulama Indonesia yang tergabung di organisasi MUI, NU, dan Muhammadiyah bersepakat melarang pernikahan beda agama secara mutlak, baik laki-laki muslim maupun perempuan muslimah. 

*) Mahasiswa Jurusan Studi Agama Agama di Universitas Sunan Ampel Surabaya

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال