Bagaimana Sebenarnya Substansi Pembaharuan Islam (1)

KULIAHALISLAM.COM - Salah satu pertanyaan yang sering dijumpai berkenaan dengan pembaharuan Islam adalah, pertanyaan bukankah Islam itu agama yang sudah sempurna, lantas hal apa lagi yang harus diperbaharui? 

Pertanyaan ini tentu saja dibangun dari konstruksi ontologis bahwa, Islam itu seolah-olah sudah final pasca periode Nabi Muhammad SAW. Karena sudah final dan komprehensif maka dianggap tidak memerlukan lagi pembaharuan.

Bayangannya, manakala diperbaharui itu sama maknanya dengan menampilkan model Islam yang baru dan berbeda dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. 

Lebih lanjut, pandangan ini hanya mengajukan apa yang disebutkan dengan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dari segala bentuk penyimpangan. Jadi bukan memperbaharui, akan tetapi lebih tepat disebut dengan memurnikan.

Atau ada juga tawaran yang disebut dengan menghidupkan kembali ajaran Islam (revival), yaitu banyak ajaran-ajaran Rasulullah dan para sahabat yang sudah ditinggalkan oleh umat Islam sekarang. Oleh karenanya, muncul gagasan untuk menghidupkan kembali ajaran-ajaran tersebut, gerakan ini biasa disebut dengan revivalis.

Terlepas dari apapun istilah yang dipergunakan apakah pembaharuan, pemurnian atau menghidupkan kembali ajaran Islam, yang jelas ada satu gerakan yang dilakukan terhadap ajaran Islam. Memang persoalan ini harus dijernihkan, agar tidak salah kaprah dalam memaknai pergerakan tersebut.

Substansi dari gerakan ini adalah bukan menciptakan model agama baru, akan tetapi lebih kepada upaya bagaimana seharusnya kita memperlakukan agama yang sudah terpaut jauh waktunya dari masa antara sang Rasul yang membawanya, dengan konteks kehidupan di masa kita.

Barangkali bahasa sederhananya adalah proses menafsirkan, memaknai dan menterjemahkan ajaran agama yang diturunkan pada abad 7 Masehi dalam konteks zaman (termasuk tempat dan situasi) di mana kita hidup. Wujud proses tersebut bermacam-macam, tergambar dari tema yang digunakan untuk menyimbolkan proses pergerakannya.

Kita menemukan ada istilah tajdid (pembaharuan), nahdhah (kebangkitan kembali), purifikasi (pemurnian), menghidupkan kembali (revivalis), kelahiran kembali (renaissance) dan termasuk modernisasi (penyelarasan dengan kondisi mutakhir) serta liberalisasi (hurriyah). 

Istilah-istilah tersebut tidak ada satupun yang mengindikasikan gerakan ini sebagai upaya menghadirkan agama baru, melainkan semua berkonsentrasi pada sumber ajaran yang sama.

Hanya saja, terma tersebut memiliki aksentuasi-nya masing-masing. Kalau tajdid lebih menekankan pada bagaimana memperbaharui cara pembacaan, cara penafsiran terhadap teks-teks suci keagamaan. 

Pembaharuan juga bisa terjadi dalam konteks memperharui sistem, seperti sistem pengajaran dan pembelajaran keagamaan seperti yang dapat dilihat dalam pesantren, madrasah dan Perguruan Tinggi.

Bidang garapan dari pembaharuan sesungguhnya luas, tidak hanya dalam konteks doktrin keagamaan, akan tetapi juga konsepsi agama dalam konteks yang luas. Misalnya, agama dalam konteks sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan.

Sementara itu, nahdhah (kebangkitan) lebih menekankan kepada upaya mengangkat kembali khazanah klasik dalam Islam dalam konteks kemoderenan. Asumsi yang bisa dibangun adalah karya-karya klasik para ulama tempo dulu sangat kaya, sehingga masih sangat relevan untuk dihadirkan dalam konteks mutakhir. 

Dalam konteks seperti Nahdhatul Ulama (NU) yang menggunakan terma kebangkitan (nahdah), wujud kebangkitan adalah melestarikan atau memelihara khazanah klasik yang baik dan benar, dan mengambil yang baru yang lebih baik dan benar.

Secara sosiologis, kehadiran NU ini dalam rangka juga mengimbangi gerakan pembaharuan yang cenderung berkiblat kepada tradisi pemikiran Barat modern. Meskipun sekarang terjadi metamorfosa ke arah yang lebih inklusif dan plural, pakem menjaga tradisi klasik masih menjadi ciri utama NU.

Jelas, purifikasi (pemurnian) merupakan terma yang lebih menekankan bahwa, jarak yang semakin jauh antara Nabi Muhammad dan para pengikutnya mengakibatkan tidak sedikit ajaran Islam yang tercemarkan sebagai akibat dari berbagai kepentingan dan asimilasi dengan faktor lokalitas. Sehingga banyak ajaran yang dianggap menyimpang dari apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Oleh karenanya, agar penyimpangan tersebut tidak berlanjut dan berkembang, maka perlu ada upaya memurnikan ajaran Islam dengan cara kembali kepada apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Salah satu contoh gerakan keagamaan yang mengusung agenda pemurnian ini adalah gerakan Wahabiah di Saudi Arabia dan Muhammadiyah di Indonesia.

Revivalis (menghidupkan kembali) berpandangan bahwa, Islam yang ada pada masa sekarang sudah tidak lagi sejalan dengan apa yang diajarkan dan dipraktikkan oleh Rasulullah dan para salafus shaleh. 

Islam sekarang ini lebih merupakan customary Islam yaitu, Islam yang kental dengan singketisme antara ajaran agama dan budaya lokal. Seperti halnya gerakan purifikasi, gerakan revivalis juga melakukan upaya serupa dalam rangka memurnikan atau membersihkan ajaran agama dari sinkretisme maka, perlu kembali menghidupkan ajaran Islam yang murni yang diajarkan Rasulullah SAW.

Hal lain yang penting dari gerakan revivalisme adalah asumsi bahwa, Islam merupakan sistem keagamaan yang komprehensif dan universal, sehingga ia tidak lagi membutuhkan sumber-sumber nilai lainnya. 

Islam menjadi solusi alternatif terhadap persoalan aktual yang dihadapi oleh manusia sekarang, termasuk untuk mengatasi krisis kemanusiaan, korupsi, kejahatan dan kekerasan antara sesama umat manusia.

Karena itu, untuk keperluan tersebut, maka Islam harus diperjuangkan menjadi sebuah sistem ideologi negara, yang secara formal diakui dan menjadi sumber hukum negara yang disebut dengan khilafah Islamiyah.

Renaisance (aufklarung) sebagaimana istilah ini berasal yaitu semangat kelahiran kembali bangsa Eropa setelah terpuruk di bawah hegemoni kaum gerejawan. Ekspresi kelahiran kembali lebih menyerupai bentuk kebebasan dari kungkungan satu sistem nilai tertentu. 

Maka, wujud ekspresinya terlihat dari kebebasan berpikir, kebebasan berkekspresidan kebebasan dari ikatan-ikatan norma keagamaan yang dianggap ortodok.

Dalam konteks Islam, istilah ini menekankan bahwa, Islam itu harus lahir kembali. Bukan metamorfosa dari satu bentuk ke bentuk yang sama sekali baru, akan tetapi semangat yang dulu pernah ada perlu dilahirkan kembali atau muncul kembali. Misalnya, Islam pernah sangat berjaya dalam bidang ilmu pengetahuan.

Sekarang yang terjadi sebaliknya, Islam jauh ditinggalkan Barat dalam berbagai aspek kehidupan. Semangat renaissance adalah bagaimana spirit kesuksesan dan kejayaan Islam dalam bidang ilmu pengahuan tersebut dapat dihidupkan kembali di tengah keterpurukan dunia Islam kontemporer. Dengan kata lain, ini menyerupai gerakan romantisme masa lalu.

Salman Akif Faylasuf

Salman Akif Faylasuf. Alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال