Mengenal Syekh Muhammad Arsyad Thalib Lubis Pendiri Al Jam'iyatul Washliyah

KULIAHALISLAM.COM - Syekh Muhammad Arsyad Thalib Lubis adalah satu ulama yang berpengaruh, datang dari Sumatera Utara. Syekh Arsyad Thalib Lubis lahir pada bulan Oktober 1908 Masehi di Stabat Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Anak dari pasangan Lebai Thalib bin Haji Ibrahim dan Markoyom binti Abdullah Nasution. 


Syekh Muhammad Arsyad Thalib Lubis (Sumber gambar : Kabar Al Washliyah)

Ayah Syekh Arsyad Thalib Lubis berasal dari kampung Pastap, Kotanopan, Tapanuli Selatan yang kemudian pindah ke Stabat dan menjadi seorang petani yang alim, maka ayahnya diberi gelar “Lebai” bermakna bahwa beliau adalah seorang ulama di kampungnya. Hal tersebut menunjukan bahwa Arsyad Thalib Lubis merasal dari keluarga yang taat agama.

Syekh Arsyad Thalib meninggal pada 6 Juli 1972 Masehi, pada usia 63 tahun. Syekh Arsyad Thalib memiliki pengaruh yang kuat, sehingga kepergiannya membawa duka bagi seluruh umat Islam, khususnya umat Islam di Sumatera Utara. Ucapan duka dan doa datang dari berbagai kalangan masyarakat, shalat ghaib untuk almarhum juga dilakukan oleh masyarakat yang ada di luar Bandar.

Riwayat Pendidikan Syekh Arsyad Thalib Lubis

Dalam hal pendidikan, Syekh Arsyad Thalib Lubis melalui seluruh proses pendidikan di Sumatera Utara. Memulai sekolah dasarnya di sekolah umum Volgschool di Stabat, kemudian di tahun 1917-1920 mengkaji Alquran di madrasah Islam Stabat yang dipimpin oleh H. Zainuddin Bilah.

Pada tahun 1921-1922 belajar di Madrasah Islam Bandar Sinemba Binjai, dibawah asuhan Syekh Mahmud Ismail Lubis, melalui Syekh Mahmud, Syekh Arsyad Thalib diajarkan dan dibiasakan menulis di media massa.

Pada tahun 1932 Syekh Arsyad Thalib mendalami ilmu tafsir, hadis, ushul fikih dan fikih dari Syekh Hasan Maksum. Ilmu-ilmu tambahan didapatkan dari Syekh Hasan Maksum mengenai ilmu agama dan perbandingan agama. Selama proses belajarnya, beliau dikenal sebagai murid yang cerdas dan rajin.

Zending Islam Syekh Arsyad Thalib Lubis 

Sebelum keluarga Syekh Arsyad Thalib tinggal di Stabat mereka tinggal di Paspat. Mereka pindah karena mengalami kesulitan ekonomi. Pada masa itu rakyat Indonesia berada di bawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, yang sedang berusaha keras melunasi hutang mereka kepada kerajaan Belanda. Maka terjadilah kerja paksa, kuli kontrak, penguasaan dan perampasan tanah rakyat setempat. 

Dengan adanya Kolonial Belanda kala itu juga melenggangkan misi misionaris Kristen yang membawa aliran Protestan. Mereka berhasil mendirikan gereja dan menambah pengikutnya, mengagas pertumbuhan gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang menjadi penanda bermulanya zaman kecemerlangan agama Kristen di tanah Batak.

Dan pada tahun 1942 Jepang masuk menjajah Indonesia. Aktif menyebarkan doktrin politik kepada umat Islam dengan program “Nippon’s Islamic Grass Roots Policy” kebijakan politik yang ditunjukan kepada para ulama dengan menjauhkan ulama dari pada sistem politik Islam. 

Hal tersebut didasari dari pengamatan mereka bahwa ulama memiliki pengaruh besar terhadap umat Islam, partai-partai politik di non aktifkan, hanya himpunan-himpunan sosial dan keagamaan yang diperbolehkan.

Selain dari penjajah, pergolakan di masyarakat juga ditimbulkan oleh PKI. Tahun 1965 terjadi pembunuhan para jendral secara besar-besaran, penolakan terhadap partai-partai agama, para ulama dan umat Islam. 

Pemahaman anti Tuhan disebarkan ke seluruh belahan Indonesia. Maka Syekh Arsyad Talib Lubis sangat menentang gerakan komunis ini. Beliau merayakan sebuah usaha kerjasama dengan berbagai kaum beragama untuk menghadapi bahaya komunis. Hal tersebut disampaikannya pada forum muktamar ulama se-Indonesia di Palembang. 

Tidak bisa dikelakan bahwa Syekh Arsyad Thalib hidup dalam pergejolakan penjajah dan musuh-musuh yang hendak menghancurkan Indonesia dan Islam. Walaupun demikian Syekh Arsyad Thalib Lubis sudah mampu berdakwah kepada masyarakat sejak usia 16 tahun. Pergolakan dan tantangan yang dihadapinya justru menjadikannya ulama yang berpendirian teguh dan berkarisma.

Syekh Arsyad Thalib tidak hanya terkenal sebagai tokoh agama dengan dakwah dengan kemampuan kristologi yang luar biasa, tetapi beliau juga pernah terlibat dalam politik Indonesia dengan menjadi pengurus di Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi), kemudian menjadi ketua pengurus Agama se-Sumatera Timur yang mana beliau adalah perwakilan pertama. 

Menjadi wakil bagi Indonesia dalam kunjungan ke Unisoviet dengan beberapa ulama Indonesia yang lainnya. Syekh Arsyad Thalib juga menjadi salah satu pendiri Al Jam’iyatul Washliyah, Beliau juga aktif mengajar di beberapa madrasah Al Washliyah dari tahun 1926-1957 M.

Lalu Syekh Arsyad menjadi Canselor Sekolah Persiapan Perguruan Tinggi Islam Indonesia di Medan pada tahun 1953-1954 M, menjadi guru besar di Universitas Islam Sumatera Utara pada tahun 1954-1957 M, dan pensyarah tetap di Universitas Al Washliyah sejak terbentuknya sampai akhir hayatnya.

Dalam berdakwah Syekh Arsyad Thalib Lubis tidak memandang sempit mad’unya. Tetapi yang menjadi fokus penting untuknya adalah membendung kemasukan misi Kristenisasi ke Sumatera Utara. Kemudian Syekh Arsyad Thalib juga aktif dalam Zending Islam Indonesia. 

Menurut muridnya yang pernah mengikutinya berdakwah, mereka menyaksikan bahwa beliau tidak pernah merasa lelah masuk kampung keluar kampung dengan berjalan kaki, bermalam mengembara di pedalaman yang penduduknya belum memeluk agama Islam. 

Debat antara agama juga dilakukannya, untuk menyebarkan kebenaran bukan untuk menghina lawan bicaranya, debat atau dialog pun sengaja dilakukan di depan khalayak agar semakin banyak yang mendengar kebenaran Islam.

Guru Syekh Arsyad Thalib Lubis 

Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Syekh Arsyad Thalib Lubis yang pertama adalah ayahnya sendiri. Telah dijelaskan sebelumnya bahawa H. Ibrahim Lubis adalah seorang ulama yang di daerah Stabat hingga diberi panggilan “Lebai”. 

Kemudian gurunya di madrasah Ulumul Arabiyah yaitu Syekh H. Abdul Hamid Asahan. Kemudian tokoh lain yang mempengaruhinya adalah Syekh Hasan Maksum, dengannya Syekh Arsyad Thalib belajar ilmu tafsir Alquran, ilmu hadis, ilmu fikih dan perbandingan agama di Madrasah Al Hasaniah. Dan kemampuan berdebatnya di dapat dari Syekh Hasan Maksum.

Pemikiran Syekh Arsyad Thalib Lubis banyak dipengaruhi oleh ulama-ulama Timur Tengah  seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu al-Qayim al-Jauziyah. Sedangkan mengenai akidah beliau mengikuti ajaran Ahlu Sunnah wal Jama’ah dan dalam persoalan fikih beliau mengikuti mazhab Imam Syafi’i.

Tidak hanya berdakwah atau mendidik secara langsung. Syekh Arsyad Thalib Lubis juga memberikan sumbangan keilmuan berupa tulisan. Di tengah-tengah kesibukan berdakwahnya beliau selalu menyempatkan untuk menulis.

Bahkan pernah diceritakan oleh cucunya dalam sebuah seminar pengangkatan dirinya sebagai Pahlawan Nasional bahwa beliau jarangan bercengkrama dengan keluarga karna sibuk dengan pena, kertas, mesin ketik dan buku-bukunya. 

Bahkan tertidur dengan buku sebagai bantal tidurnya. Karya-karya beliau juga banyak yang melampui batas, karena kemampuan analisanya terhadap suatu masalah sangat baik dan keluar dari zamannya. Karyanya dipenuhi dengan ide-ide cemerlang berdasarkan fakta-fakta yang kongkrit, bahasa yang mudah dipahami. 

Pada usia 20 tahun beliau sudah menjadi penulis di majalah Fajar Islam di Medan. Di majalah Fajar Islam, Syekh Arsyad Thalib Lubis tidak hanya menjadi penulis tapi juga pernah menjadi pimpinan majalah tersebut.

Karya Syekh Arsyad Thalib Lubis

Syekh Arsyad Thalib Lubis telah mewariskan kurang lebih dari 30 tulisan dengan bahasa yang berbeda-beda. Berikut karya-karya yang telah dituliskan olehnya:

  1. Perbandingan Agama Kristen dan Islam
  2. Debat Islam dan Kristen Tentang Kitab Suci
  3. Rahasia Bibel
  4. Keesaan Tuhan Menurut Kristen dan Islam
  5. Berdialog dengan Kristen Advent
  6. Riwayat Nabi Muhammad SAW
  7. Al-‘Aqaid al-Imaniyyah 
  8. Pelajaran Iman
  9. Fiqh Islam
  10. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah
  11. Pelajaran Ibadah
  12. Ilmu Pembahagian Pusaka
  13. Pelajaran Istilahat al-Muhaddisin
  14. Al-Ushul min Ilmu al-Ushul
  15. Pelajaran Tajwid
  16. Pedoman Mati Menurut Al-Quran dan hadist
  17. Fatwa Beberapa Masalah 
  18. Tuntunan perang Salib
  19. Roh Islam
  20. Imam Mahdi
  21. Jaminan Kermerdekaan Beragama dalam Islam


Pendiri Al Jam'iyatul Washliyah

Telah disebutkan sebelumnya bahwa Syekh Arsyad Thalib Lubis adalah salah satu pendiri dari Al Jam’iyatul Washliyah. Pendiri organisasi ini adalah tiga pelajar yang menimba ilmu di Maktab islamiah Tapanuli di Medan. 

Pada awalnya mereka memiliki perkumpulan kecil yang bernama Debating Club dipimpin oleh Abdurrahman Syihab. Mereka berkumpul mendiskusikan permasalahan yang sedang berkembang di zamannya. 

Dari perkumpulan itu terpikirlah membentuk perkumpulan yang lebih besar dengan dibentuk Al Jam’iyatul Washliyah pada tahun 1930. Syekh Arsyad Thalib Lubis menjadi pengurus sampai tahun 1956. Meskipun begitu, Syekh Arsyad Thalib masih tetap aktif terlibat dalam kegiatan dan memberikan ide dalam setiap pergerakan Al Jam'iyatul Washliyah.

Salah satu perjuangan yang dilakukan oleh Syekh Arsyad Thalib Lubis untuk Al Washliyah adalah mendidik ustaz-ustaz muda agar kelak dapat berdakwah ke pedalaman Sumatera Utara. Antara murid didikan beliau yang diutus untuk berdakwah ialah Bahrum Jamil, Usman Hamzah, M. Yunus Karim, Nuh Hudawi, Dumairi Ilyas dan lain-lain. 

Selain bekal untuk berdakwah, Syekh Arsyad Thalib juga memberikan ilmu debat, perbandingan agama dan ilmu tasawuf untuk menambah bekal berdakwah. Tidak berhenti di situ kurang lebih setelah lima tahun berdirinya Al Washliyah, beliau beserta pemuka-pemuka Al Washliyah mendirikan Zending Islam untuk menyaingi Zending Kristen. Pada tahun 1939, Majelis A’la Indonesia mengesahkan Al Washliyah sebagai pemegang tugas Zending Islam di Indonesia.

Syekh Arsyad Thalib Lubis juga pernah merasakan pahitnya dunia penjara. Usahanya untuk mempertahankan kemerdekaan membuat Kolonial Belanda ketakutan, pada tahun 1946 beliau menulis buku Penuntun Perang Sabil yang kemudian menjadi panduan dalam melawan penjajah kafir. 

Kemudian beliau juga bergabung dengan Perjuagan Hizbullah dalam mempertahankan kemerdekaan, karna kecerdikannya di Hizbullah dia ditangkap oleh polisi Sumatera Timur yang masih dikuasai oleh Belanda.

Oleh : Widia Jati Ningrum (Mahasiswa KPI Universitas Ibn Khaldun Bogor)


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال