Berislam Tanpa Mazhab

Yusuf Qardhwi (Sumber gambar :Republika.co.id)

Oleh : Rabiul Rahman Purba, S.H

KULIAHALISLAM.COM Dalam Islam dikenal ada 4 mazhab fikih yang masyhur yaitu mazhab Abu Hanifah, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali yang kesemuanya tergabung dalam Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.

Disisi lain ada juga mazhab Zhahiri yang didirikan Imam Hazm, dan mazhab Imam Ja’far ash-Shodiq yang tergabung dalam kelompok yang disebut Syi’ah. Dasar-dasar mazhab Abu Hanifah yaitu Kitabullah, Sunnah Rasul, fatwa para sahabat, Qiyas, Istisan, dan adat dalam masyarakat.

Sedangkan dasar mazhab Maliki yakni Kitabullah, Sunnah Rasul, amal ulama Madinah, Qiyas, dan Maslahat Mursalah. Dasar mazhab Imam Syafi’i yaitu Alquran, Sunnah Rasul, ‘Ijma Ulama, Qiyas dan Istid-al.

Kemudian, Imam Ahmad mendasarkan mazhabnya pada Alquran, Sunnah Rasul, Fatwa para sahabat, Qiyas. 

Tujuan mazhab ini untuk memudahkan umat Islam untuk memahami Alquran dan Sunnah Nabi khususnya yang berkaitan dengan masalah fikih. Para Imam pendiri mazhab tidak pernah mewajibkan umat Islam mengikuti mazhab tertentu.

Imam pendiri mazhab menegaskan, bahwa Jika kalian menemukan ada pendapatku ada yang  bertentangan dengan Alquran dan Sunnah maka tinggalkan pendapatku dan ikuti Alquran dan Sunnah Nabi.

Islam mempersilahkan umat Islam mengikuti mazhab manapun selama tidak bertentangan dengan Alquran dan Sunnah Nabi.

Namun sayangnya, mazhab ini jadinya sumber perpecahan kaum muslimin selama berabad-abad hingga kini. Bahkan tidak sedikit 4 mazhab yang tergabung dalam ahlu Sunnah wal jama’ah berperang dengan kelompok Syiah atau Mu'tazilah.

Padahal dalam konteks sejarah, istilah Ahlu Sunnah wal jama’ah dan Syiah adalah produk pertarungan politik yang berubah menjadi teologi.

Prof. Dr. Yusuf al-Qaradawi dalam fatwanya menyatakan "ketahuilah bahwa mengikuti mazhab-mazhab yang ada bukan merupakan kewajiban dalam syariat Islam, karena yang wajib hanya mengikuti Allah dan Rasul".

Para imam mazhab juga melarang umat Islam mengikuti secara buta atau fanatik pada mereka. Adapun orang-orang awam sebenarnya tidak mempunyai mazhab tertentu. Dalam artian, mazhab mereka adalah mazhab orang yang memberi tahu mereka (para ulama).

Maksud orang awam disini, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk melihat dalil-dalil dan tidak mampu membandingkan antara dalil yang kuat dan dalil yang lemah. Mereka tidak dapat memilih mazhab tertentu, karena memilih mazhab berarti membandingkan mana yang lebih benar di antara pendapat mazhab yang ada.

Maka, mazhab mereka (orang awam) adalah pendapat-pendapat Ulama yang mereka tanya ketika ada suatu masalah, karena ketidakmampuan mereka, hendaknya mereka mengikuti pendapat Ulama yang kapabel itu. 

Lebih lanjut, Dr. Yusuf al-Qaradawi menyatakan bahwa setiap muslim bebas memilih mazhab yang sesuai dan terbaik menurutnya, ia tidak harus mengikuti mazhab ayah atau ibunya, (lihat dalam Fatwa Kontemporer Jilid 3 tulisan Yusuf al-Qaradawi).

Jadi jelas, masyarakat awam bebas memilih mengikuti mazhab tertentu dan diperbolehkan memilih pendapat ulama mazhab yang menurutnya lebih mudah diikuti atau bebas bepindah-pindah mazhab. Islam itu sebanarnya mudah namun banyak ulama dan umat Islam yang membuatnya sulit atau mengambil jalan yang berat padahal ada yang ringan.

Banyak negara mayoritas muslim mengklaim mengikuti mazhab tertentu seperti di Indonesia. Di Indonesia disebutkan mayoritas penduduk muslimnya mengikuti mazhab Imam Syafi’i bahkan di antara mereka bersikap fanatik terhadap mazhab imam Syafi’i. 

Padahal jika dianalisa, sebagian besar masyarakat Indonesia hanya mempraktikan mazhab Syafi’i dalam masalah ibadah salat saja, sementara ibadah lainnya tanpa sadar mengikuti pendapat mazhab lainnya.

Imam Syafi’i, Imam Malik melarang menterjemahkan Alquran ke dalam bahasa non Arab, yang membolehkan adalah Imam Abu Hanifah karena menurut Imam Abu Hanifah, Alquran hanyalah teks berbahasa Arab yang diwahyukan dan maknanya tidak akan berubah jika diterjemahkan ke dalam bahasa lain, (Ziauddin Sardar, Reading the Qur’an, 2011).

Kalau muslim yang konsisten bermazhab Syafi’i atau Hanbali maka seharusnya tidak  mau membaca terjemahan Alquran, tetapi realitanya banyak muslim yang bermazhab Syafi’i yang membaca terjemahan Alquran karena tidak paham bahasa Arab, lantas apakah mereka ini dianggap menyalahi syariat karena tidak konsisten mengikuti mazhab Imam Syafi’i ?

Contoh lainnya, Imam Ahmad berpendapat pintu Ijtihad telah tertutup sementara itu nyatanya banyak Ulama pengikut setia mazhab Hanbali seperti Muhammad bin Abdul Wahab yang menyatakan pintu Ijtihad tetap terbuka dan tidak terbatas hanya pada Imam mazhab yang empat. 

Ini menandakan Ulama pengikut mazhab hanbali saja tidak akan mampu jika berfanatik buta terhadap pendapat Imam Ahmad bin Hanbali.

Jadi, sangat jelas umat Islam diberi kebebasan memilih mazhab manapun dan mengambil pendapat Imam mazhab yang dianggapnya lebih mudah dilaksanakan. 

Islam itu mudah jangan diperberat dan dipersulit. Mau mazhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, Hanbali sah diikuti selama pendapat mereka berdasarkan Alquran dan Sunnah. Yang kebanyakan keliru memahami mazhab ini. 

Dan yang disayangkan banyak pelajar atau Cendikiawan muslim yang lulusan dari luar negeri dan Pesantren ternama namun mereka banyak yang tidak mengajarkan hal ini, malah mereka membuat mazhab itu suatu yang sakral sehingga harus bersikap fanatik mazhab, alhasil kita hanya diributkan mempertentangkan pendapat di antara mazhab


Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال