Guru Intoleransi Terhadap Siswa Melarang Siswa Non-Muslim Menjadi Kandidat Ketua Osis


Penulis: Alifsyah Istiani Agustin Saputri*

Abstrak

Penulisan artikel ini bertujuan untuk menganalisis mengenai kasus yang terjadi pada tahun 2022 silam, yakni tentang seorang guru yang diduga melakukan aksi intoleran terhadap salah satu siswa nya yang non-muslim. 

Data diperoleh dari dukungan wawancara, dan beberapa media terkait serta para pakar hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi literatur dan analisis data kuantitatif. 

Data dikumpulkan melalui tinjauan kepustakaan sejumlah artikel jurnal ilmiah, buku teks, laporan penelitian terkait masalah kekerasan di kalangan pelajar SMA. Hasil analisis menunjukkan kurangnya sikap toleransi yang tunjukkan oleh guru dengan adanya melarang siswanya ikut andil dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak. 

Kata Kunci: Intoleran, Penistaan agama.

Pendahuluan

Di Indonesia, kebebasan beragama bukanlah sesuatu yang absolut. Para penganutnya dapat menjalankan ibadah dan kepercayaan mereka sesuka hati mereka tanpa memperhatikan atau menghormati orang lain yang telah hidup bersama selama bertahun-tahun bahkan turun temurun. 

Pemerintah menetapkan Peraturan Perundang-Undangan untuk menjaga kebebasan penganut agama dalam menjalankan ibadah dan kepercayaan mereka. Kebebasan beragama dilindungi dan dijamin oleh berbagai instrumen dalam konstitusi kita. 

Misalnya, Pasal 28 huruf E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap individu berhak untuk beribadat dan memeluk agama apa pun. menurut agamanya, memilih sekolah dan pendidikan, memilih karir, memilih tempat tinggal dan kemudian meninggalkannya, bersama dengan hak untuk kembali ke Indonesia. 

Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan kembali kebebasan beragama, menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agamanya sendiri dan beribadat menurut agama dan kepercayaan mereka. 

Keberagaman beragama adalah hak asasi yang tidak boleh dihilangkan atau dikekang di Indonesia. Namun, kebebasan tanpa batas dapat menyebabkan arogansi dan rendah hati terhadap agama lain, sehingga Ini dapat mengancam kerukunan agama. 

Semua pemeluk agama sekarang dapat secara bebas menyiarkan, menyebarkan, atau mendakwahkan agama mereka berkat kemajuan pesat teknologi informasi dan komunikasi. Meskipun demikian, kebebasan beragama sering disalahgunakan, sehingga media virtual yang dianggap dapat menyebarkan keyakinan agama dengan menyebarkan pesan perdamaian justru menjadi sumber konflik. 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisi kasus ini adalah metode kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan jenis metode yang menghasilkan solusi atau jawaban menggunakan prosedur statistik, terukur, dan kuantitatif. 

Salah satu metode penelitian yang bisa digunakan adalah penyebaran kuesioner atau wawancara, yakni dengan cara, Menerapkan pola pikir induksi (empiris-rasional), sehingga menghasilkan grounded theory, yakni teori yang timbul sesuai data, bukan dari hipotesis. Mengutamakan perspektif partisipan, Menggunakan rancangan penelitian yang berkembang selama penelitian berlangsung. 

Hal tersebut berbeda dengan metode kuantitatif yang menggunakan rancangan penelitian baku. Pengumpulan data didasarkan pada prinsip fenomenologis, yakni dengan memahami suatu gejala atau fenomena yang dihadapi secara mendalam. 

Peneliti berperan sebagai alat pengumpul data. Artinya, peneliti merupakan bagian yang terpisahkan dengan objek yang diteliti.Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang komprehensif tentang dinamika kasus penghinaan agama di media sosial dan penerapan hukuman cambuk terhadap seorang wanita di Medan, serta implikasinya yang lebih luas. 

Pembahasan

Dugaan kasus intoleransi terjadi di salah satu SMA di Jakarta Utara (Jakut) dilakukan oleh seorang guru berinisial E, pada tahun 2022 silam. Diketahui, guru tersebut meminta agar ketua OSIS sekolahnya tidak boleh beragama nonmuslim. Laporan ini diterima anggota DPRD DKI Jakarta Imam Mahdiah yang diunggahnya melalui akun Instagram pribadinya. 

Fraksi PDIP itu juga mengatakan, ia menerima laporan bukti berupa rekaman percakapan antara guru dan siswa yang bersangkutan saat pemilihan OSIS. Sikap ini juga termasuk sikap intoleran, Dimana guru tersebut seolah tak menghargai agama dan kepercayaan dari siswanya sendiri. Pihak pakar hukum juga mengatakan hal ini sebagai bentuk sikap radikalisme, dan sangat tidak pantas dimiliki oleh seorang guru Indonesia, bahkan untuk seorang berpendidikan seperti terduga. 

Dinas Pendidikan pun memberikan sanksi terhadap guru E berupa pemberhentian sementara dari jabatan Wakil Kepala Sekolah. Pemberian sanksi ini berdasarkan hasil penelusuran serta bukti rekaman suara yang telah dikantongi. Alasan guru tersebut menolak siswa non-muslim itu untuk menjadi kandidat ketua osis adalah, apabila ketua OSIS bukan siswa muslim maka program yang dibuat akan condong tidak pro Islam. 

Hingga akhirnya, sang guru dijatuhi hukuman berupa pemecatan, Sanksi ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 30, di mana seorang guru dapat diberhentikan dengan tidak hormat jika melanggar sumpah dan janji jabatan, Dalam sumpah guru, disebutkan bahwa Guru harus berdasarkan nilai-nilai Pancasila, sedangkan tindakan intoleransi ini melanggar nilai-nilai tersebut.

Kasus ini juga berkaitan dengan salah satu ayat al-quran, yakni Surat Al Hujurat ayat 13 yang mengajarkan kepada umat manusia terkhusus kaum muslim tentang toleransi dan menghargai perbedaan:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ١٣

Arab Latinnya:

Yā ayyuhan-nāsu innā khalaqnākum min żakariw wa unṡā wa ja'alnākum syu'ụbaw wa qabā`ila lita'ārafụ, inna akramakum 'indallāhi atqākum, innallāha 'alīmun khabīr.

Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti,” (QS. Al-Hujurat [49]: 13).

Salah satu surah dalam Al-Qur'an, Surat Al Hujurat, ayat ketiga belas, mengajarkan toleransi dan menghargai perbedaan. Melalui surat ini, Allah SWT menyatakan bahwa manusia harus mempertahankan keamanan. Allah SWT menciptakan manusia dengan berbagai ras, agama, budaya, suku, bahasa, dan warna kulit. Namun demikian, Islam mengajarkan manusia untuk bersikap moderat dalam ajarannya sehingga mereka dapat menerapkan nilai-nilai toleransi dan menghargai perbedaan dalam kehidupan mereka. 

Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi supaya saling mengenal dan menolong. 

Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan, atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara manusia pada sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. 

Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut-pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang paling mulia itu adalah orang yang paling takwa kepada-Nya. Diriwayatkan oleh Ibnu hibban dan at-Tirmidhi dari Ibnu 'Umar bahwa ia berkata: Rasulullah saw melakukan tawaf di atas untanya yang telinganya tidak sempurna (terputus sebagian) pada hari Fath Makkah (Pembebasan Mekah). 

Lalu beliau menyentuh tiang Ka'bah dengan tongkat yang bengkok ujungnya. Beliau tidak mendapatkan tempat untuk menderumkan untanya di masjid sehingga unta itu dibawa keluar menuju lembah lalu menderumkannya di sana. 

Kemudian Rasulullah memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah menghilangkan pada kalian keburukan perilaku Jahiliah. Wahai manusia, sesungguhnya manusia itu ada dua macam: orang yang berbuat kebajikan, bertakwa, dan mulia di sisi Tuhannya. Dan orang yang durhaka, celaka, dan hina di sisi Tuhannya. 

Kemudian Rasulullah membaca ayat: ya ayyuhan-nas inna khalaqnakum min dhakarin wa untsa¦ Beliau membaca sampai akhir ayat, lalu berkata, "Inilah yang aku katakan, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian. (Riwayat Ibnu hibban dan at-Tirmidhi dari Ibnu 'Umar). 

Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Mengetahui tentang apa yang tersembunyi dalam jiwa dan pikiran manusia. Pada akhir ayat, Allah menyatakan bahwa Dia Maha Mengetahui tentang segala yang tersembunyi di dalam hati manusia dan mengetahui segala perbuatan mereka.

Daftar Pustaka

(t.t.)(4 Fakta Guru Diduga Jegal Ketua OSIS Nonmuslim di Jakarta t.t.)

(7 Jenis Metode Penelitian dalam Karya Ilmiah t.t.)(362048-none-00e2641b.pdf t.t.)(Fakta-fakta Guru SMA di Jakut Diduga Cegah Siswa Nonmuslim Jadi Ketua OSIS t.t.)(Surat Al-Hujurat Ayat 13: Arab, Latin, Terjemah dan Tafsir Lengkap | Quran NU Online t.t.)“4 Fakta Guru Diduga Jegal Ketua OSIS Nonmuslim di Jakarta.” https://idrtimes.com/4-fakta-guru-diduga-jegal-ketua-osis-nonmuslim-di-jakarta/ (Mei 24, 2024).

“7 Jenis Metode Penelitian dalam Karya Ilmiah.” https://www.idntimes.com/life/education/zihan-berliana-ram-ghani/jenis-metode-penelitian (Mei 24, 2024).

“362048-none-00e2641b.pdf.”

“Fakta-fakta Guru SMA di Jakut Diduga Cegah Siswa Nonmuslim Jadi Ketua OSIS.” https://www.detik.com/edu/sekolah/d-6363169/fakta-fakta-guru-sma-di-jakut-diduga-cegah-siswa-nonmuslim-jadi-ketua-osis (Mei 24, 2024).

“Surat Al-Hujurat Ayat 13: Arab, Latin, Terjemah dan Tafsir Lengkap | Quran NU Online.” https://quran.nu.or.id/al-hujurat/13 (Mei 24, 2024).

*) Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya Pogram Studi Agama-agama Fakultas Ushuludin dan Filsafat

Editor: Adis Setiawan



Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال