Sudut Pandang Tentang Idul Fitri: Hari Raya Semua Umat Beragama

Penulis: Khoirul Iksan*

Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya menjadi momen yang spesial bagi semua umat beragama tak hanya umat Islam saja. Momen spesial karena seremonial bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri dinikmati, diramaikan, dan ikut dirayakan masyarakat non-Islam lainnya. 

Ilustrasi salat Idul Fitri. Foto: ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS

Hal ini saya generalisasikan berawal dari beredar konten-konten viral membanjiri media sosial yakni "war takjil" yang diikuti juga oleh masyarakat non-Islam singkatnya dalam beberapa konten tersebut tergambar antusiasme mereka dalam hal berburu takjil.

Hingga tradisi lebaran di Indonesia yang sering kita jumpai momen silaturahmi dan maaf-maafan antar anggota keluarga, antar masyarakat, dan sebagai momen berkumpul anggota keluarga, bahkan keluarga yang heterogen akan keimanan pun tetap khidmat menjalankan lebaran sebagai bentuk perayaan hari Idul Fitri. Aktualisasi ibadah di bulan Ramadan hingga perayaan Hari Idul Fitri dalam kontekstual Indonesia mencerminkan semangat kebersamaan dan inklusivitas Islam.

Asumsi mengenai Idul Fitri merupakan hari raya inklusif dalam kontekstual masyarakat Indonesia linier dengan realitas-realitas yang terjadi di kalangan masyarakat  menambah jelas bahwa lebaran merupakan bentuk perayaan Idul Fitri yang inklusif. Adapun realitas yang terjadi di kalangan masyarakat saat Idul Fitri tiba:

Tradisi saling maaf-memaafkan: Praktik saling memaafkan merupakan nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam, terutama saat menyambut Hari Raya Idul Fitri. Namun, praktik ini juga dapat ditemui di kalangan masyarakat non-Islam di Indonesia yang turut menghargai dan melaksanakan tradisi tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai kebersamaan dan kedamaian.

Berkunjung ke rumah kerabat dan tetangga: Perayaan Idul Fitri di Indonesia tidak hanya dirayakan di dalam lingkaran keluarga, tetapi juga melibatkan tetangga dan kerabat yang beragama lain. Kegiatan saling berkunjung ini tidak hanya memperkuat ikatan sosial antarindividu, tetapi juga memperluas jaringan hubungan antaragama dan antarbudaya.

Partisipasi keluarga yang heterogen: Masyarakat Indonesia yang memiliki keluarga dengan anggota dari berbagai agama sering kali merayakan Idul Fitri secara bersama-sama. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran akan pentingnya inklusivitas dan menghormati perbedaan dalam merayakan momen-momen keagamaan.

Mencerminkan semangat kebersamaan dan inklusivitas: Melalui partisipasi aktif dalam perayaan Idul Fitri, baik secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat non-muslim di Indonesia ikut merasakan dan memperkuat semangat kebersamaan serta inklusivitas yang menjadi ciri khas dari budaya Indonesia.

Manifestasi Islam rahmatan lil alamin :Tentu, kita bisa mengaitkan keempat poin tersebut dengan konsep Islam rahmatan lil alamin, yang secara harfiah berarti "rahmat bagi semesta alam". Konsep ini menekankan bahwa Islam bukanlah agama yang ditujukan hanya bagi satu kelompok atau komunitas saja, tetapi merupakan rahmat bagi seluruh alam tanpa memandang latar belakang dan segmen tertentu dengan kata lain inklusif.

Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri memang menjadi momen yang istimewa bagi semua umat beragama di Indonesia. Tradisi-tradisi seperti berbagi takjil, silaturahmi, maaf-memaafkan, dan berkumpul bersama keluarga memperkuat semangat kebersamaan dan inklusivitas dalam masyarakat, tidak hanya di kalangan umat Islam, tetapi juga di kalangan masyarakat non-Islam. 

Partisipasi aktif masyarakat non-Islam dalam perayaan Idul Fitri, baik melalui praktik-praktik seperti berkunjung ke rumah kerabat dan tetangga, maupun merayakan bersama keluarga yang heterogen, menunjukkan penghargaan terhadap nilai-nilai kebersamaan dan kerukunan antaragama. 

Semua ini mencerminkan prinsip Islam rahmatan lil alamin, yang mengajarkan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam, tanpa memandang perbedaan latar belakang atau keyakinan. 

Dengan demikian, perayaan Idul Fitri di Indonesia bukan hanya merupakan momen keagamaan, tetapi juga merupakan momen inklusif yang memperkuat ikatan sosial dan memupuk semangat persatuan dalam keragaman. 

Tentunya hal-hal baik dan progresif seperti ini senantiasa dilanjutkan secara terus menerus dan disebarluaskan ke masyarakat luas lagi agar nilai-nilai Islam teraktualisasikan di semua segmen dalam kehidupan dan menebar kebermanfaatan yang inklusif tanpa memandang kelompok atau latar belakang agama yang berbeda.

*) Mahasiswa Prodi Manajemen

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال