Abbas Mahmud Al-Aqqad Sastrawan Hebat Abad Ini

Abbas Mahmud Al-Aqqad lahir di Aswan, Mesir 28 Juni 1889 dan wafat di Cairo 12 Maret 1964 M. Ia merupakan juranalis, kritikus dan sastrawan yang menyumbangkan banyak pemikiran bagi pengembangan agama Islam dan kemasyarakatan. Al-Aqqad berasal dari keturunan yang taat beragama, kedua orangtuanya mempunyai kebiasaan bangun pagi sebelum fajar, menunaikan shalat subuh, membaca Al-Qur’an dan berdoa yang menyejukan hati. Mereka sangat gemar membaca.


Terdorong oleh keinginan orangtuanya agar Al-Aqqad kecil kelak menjadi alim Ulama dalam bidang agama, ia disuruh belajar di madrasah untuk menekuni ilmu-ilmu keislaman. Bahkan oleh orangtuanya,Al-Aqqad disuruh bergaul dengan orang-orang tua sehingga ia terpaksa “dewasa” sebelum waktunya. Sejak kecil Al-Aqqad mempunyai kecerdasan yang melebihi taman sebayanya. Ia gemar menulis dan bahasanya sangat indah.

Guru-guru Al-Aqqad

Keindahan bahasa Al-Aqqad dipuji oleh guru-gurunya seperti Syekh Muhammad Abduh, Sykeh Fakruddin Muhammad, Sa’d Zaglul dan Abdulah Nadim Al-Aqqad.Sementara di luar sekolah ia juga belajar kepada Qadhi Ahmad Jadami, seorang ahli fikih sahabat Jamaluddin Al-Afghani. Karirnya sebagai jurnalis dimulai sejak 16 tahun. Pada mulanya ia ingin bekerja sebagai pegawai pemerintah namun untuk menjadi pegawai pemerintah harus berusia 18 tahun sehingga ia harus menunggu dua tahun lagi.

Pada masa menunggu inilah ia menerbitkan Majalah mingguan bernama “Raj’u Sada”, disamping sebagai penulis pada Majalah Al-Jaridah pimpinan Ahmad Luthfi as-Sayyid, Majalah Al-Mu’ayyad dan Al-Liwa’. Dalam bidang jurnalistik, ia mendapat bimbingan dari Muhammad Farid Wajdi, seorang Ulama dan penulis di Mesir. Ketajaman tulisannya ditopang oleh bacaannya yang sangat luas. Ia gemar membaca, bahkan bekerja untuk membeli buku.

Salah satu pengalaman yang tidak terlupakan olehnya adalah ketika seorang pelancong Muslim Inggris yaitu Majur Dicksun, menghadiahkan kepadanya dua buku “Tarjamah Al-Qur’an (Terjemahan Al-Qur’an) dan Revolusi Prancis karya Thomas Carlyle.  Al-Aqqad mempunyai andil besar dalam membangkitkan kecerdasan generasi Mesir melalui tulisan-tulisan yang bercorak politik pada surat-surat kabar seperti Al-Balag dan Al-Jihad.

Sumbangan Besar Al-Aqqad

Sebagai sastrawan, sumbangan Al-Aqqad terlihat pada tulisannya baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Ia telah menulis puisi sejak sebelum Perang Dunia I. Tulisannya dalam bidang ini antara lain Diwan asy-Syi’r (1916) yang dalam cetakan ketiganya telah menjadi empat jilid : “Wayu al-Arba’in, ‘Abir Sabil (Buku-buku Kumpulan Syair)”. Ciri khas puisi karya Al-Aqqad adalah mengutamakan perasaan dan pemikiran. Dia mampu menyajikan kedua-keduanya dalam satu paduan yang sangat serasi. Pada sisi lain dalam bidang ini Al-Aqqad mengetengahkan pendapat-pendapat yang berilian.

Menurutnya, puisi yang hanya memperhatikan bentuknya saja tidak akan berbobot dan puisi tidak cukup hanya pada cerita atau syair yang Qasasi (syair-syair yang berisi cerita); keindahan lingkungan Mesir bisa merupakan sumber imajinasi dan bahan gubahan. Dalam bidang prosa ia menulis al-Fusul Muraja’at fi al-Adab wa al-Funun (Pasal-pasal, suatu refrensi bagi kesusastraan dan seni). Biografi tokoh-tokoh Islam ditulisnya dengan metode yang sangat menarik dan istimewa seperti ‘Abqariyah Muhammad (Kecerdikan Nabi Muhammad), ‘Abqariyah ‘Umar (Kecerdikan ‘Umar). Ada roman yang ditulisnya dengan judul Sarah.

Sebagai kritikus, Al-Aqqad telah memberikan kritik terhadap puisi dan prosa yang ada sambil mengemukakan pendapat untuk memperbaharuinya. Susunan bahasa puisi dan prosa yang penuh hiasan tak berisi diarahkannya kepada susunan yang penuh arti dan padat isi. Dalam bidang karya-karya umum ia berpendapat bahwa tulisan-tulisan terdahulu baik ide-ide maupun kata-katanya bukanlah tulisan yang benar tetapi hanya sebagai jiplakan.

Penulis Harus Punya Gagasan Sendiri

Menurutnya seorang penulis handaknya mempunyai ide-ide dan metode sendiri tanpa mencontoh sedikitpun karya-karya sebelumnya. Oleh karena itu ia mengkritik penulis-penulis seperti Ahmad Syauqi (Amir Syu’ara) dan Thaha Husain yang dianggapnya tidak sesuai dengan pola yang ia tawarkan. Sebagai penulis, sumbangan besar Al-Aqqad pada umat Islam adalah tulisan bukunya mencapai empat puluh judul dalam berbagai bidang.

Adapun di antara bukunya adalah Diwan Al-Aqqad (Kumpulan Syair, 1928), Asytal Mujta’mat (Kegoncangan Masyarakat, 1963), Ibnu ar-Rumi Hayatuha Min Siji’nihi (Ibn Ar-Runi dan Kehidupannnya), Abu Nausar , Mausu’ahAbbas Mahmud  Al-Aqqad ( Ensiklopedia Abbas Mahmmud Al-Aqqad) terdiri 5jilid, dan lainnya.

Abbas Al-Aqqad dipandang sebagai cendikiawan yang paling antusias dan menggali konsep Al-Qur’an menjadi manusia dan bagaimana Muslim itu menjadi pemimpin masa depan. Karyanya yang terpenting dalam dalam hal ini adalah Al-Qarn al-‘Isyrin ma Kana wa Ma sayakun, Falsafah Al-Qur’aniyah dan Al-Ihsan fi Al-Qur’an (Manusia di dalam Al-Qur’an). Pendapat yang paling menonjol dalam buku-buku tersebut antara lain :

“Hal terbaik yang patut diminta dari sebuah kitab suci (dalam bidang ilmu) adalah dorongannya kepada manusia supaya berpikir. Al-Qur'an membuka jalan seluas-luasnya bagi akal pikiran manusia untuk melakukan pembahasaan dan peneliti agama menyempurnakan keperibadiannya. Manusia Al-Qur'an menurutnya adalah manusia abad 20. Kehidupan manusia abad 20 lebih serasi dan lebih kokoh daripada abad sebelumnya.

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال