Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta Merawat Sikap Kebhinekaan

Penulis: Roma Wijaya*

Indonesia merupakan negara multikultural dengan banyaknya ragam suku, budaya dan agama. Pentingnya sikap kebhineka-an tentunya menjadi sebuah keharusan demi keutuhan NKRI. Akhir-akhir ini sifat tersebut meluntur seiring perkembangan zaman. Sudah saatnya orang-orang memikirkan cara, bagaimana menjaga sikap kebhineka-an supaya tetap utuh.


Pendidikan salah satu jalan untuk mengatasi permasalahan kasus-kasus itu. Namun, dari perubahan kurikulum yang telah ditawarkan, nyatanya belum juga mengatasi permasalahan-permasalahan yang telah ada. 

Yogyakarta yang merupakan kiblat dari dunia pendidikan di Indonesia, ternyata masih tinggi angka tawuran antar pelajar dan klitih masih terus menghantui masyarakatnya. Dengan demikian, perubahan kurikulum belum efektif untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. 

Jika kita cermati, faktor permasalahan tersebut, dikarenakan kurangnya penanaman nilai-nilai moral dan etika sehingga, kecendrungan perilaku akhlak yang kurang baik lebih dominan untuk mereka lakukan. 

Penenaman akhlakul karimah lah yang harusnya hadir ditengah kalangan masyarakat khususnya untuk generasi penerus dalam upaya pelestarian moral dan etikanya. Sehingga, kekhawatiran masyarakat sekitar dengan maraknya kasus tawuran dan klitih yang terjadi tidak lagi menghantui masyarakat. 

Sebagaimana diketahui, pentingnya penanaman akhlakul karimah pada diri para generasi penerus harus ada ranah yang memfasilitasi. Mungkin dalam hal ini pemerintah tidak hanya mencantumkan karakter saja dalam kurikulum. 

Kita bisa menengok pada kurikulum pesantren, khususnya di Yogyakarta yang merupakan kiblat pendidikan, Wahid Hasyim merupakan salah satu pesantren terbesar di Yogyakarta. Berdiri sejak tahun 1963 Pesantren ini didirikan oleh KH. Abdul Hadi Assyafi’i. 

Yayasan pesantren ini tetap konsisten memegang teguh ajaran para pendahulunya dengan menganut “Ahlussunah Waljamaah”. Dengan pedoman itulah, menjadikan yayasan pesantren dengan kepribadian yang lembut, bermoral, dan menjunjung sikap toleransi tanpa keluar dari syariat Islam.

Pondok Pesantren Wahid Hasyim memiliki empat program unggulan untuk menunjang keberlangsungan penanaman moral dan etika. Keempat program tersebut, jika diamalkan tentunya bisa mengatasi permasalahan pada era sekarang. Program tersebut diantaranya adalah: 

Pertama, akhlakul karimah, setiap santri dibina, dibimbimg dalam kegiatan kesehariannya dalam berperilaku sopan menghormati yang lebih tua dan memyayangi yang lebih muda serta tegur sapa senyum ketika bertemu atau berpapasan dengan orang lain dan salat berjamaah melainkan di masjid tapi di setiap kamar masing-masing bertujuan sebagai pendidikan. 

Karena setiap harinya santri bergilir menjadi imam sekaligus mengisi kultum setelah salat, agar menjadi bekal ketika sudah bermasyarakat. 

Kedua, tahfidzul qur’an santri tidak sekedar membaca Alqur’an tetapi juga untuk menghafalnya dan memahami isi kandungannya dan sebisa mungkin menerapkan akhlak-akhlak atau pebuatan Alqur’an itu sendiri.

Ketiga, penguasaan bahasa asing yang harus kita beradaptasi di karenakan masa kini masa globalisasi dimana-mana Bahasa Inggris atau Arab sudah tidak asing lagi di dengar di telinga kita, apalagi sekarang adanya MEA (Masyarakat Ekonomi Asia) dimana kita di negeri sendiri harus bersaing dengan orang-orang asing khususnya negara tetangga kita.

Keempat, pendalaman kitab. Kitab Turats yang dibuat oleh para ulama terdahulu membuat pedoman kita untuk mengarahkan pada Alqur’an lebih jelas dan baik, karena kita juga belajar nahwu shorof supaya mengerti kedudukan setiap kalimat yang ada dalam kitab maupun Alqur’an, maka dari itu semoga anak-anak tidak abai dengan pengetahuam agama.

Peran program unggulan 

Akhlakul Karimah

Akhlakul karimah ibarat pakaian yang bersifat syar’i yang dipakai oleh kita sebagai muslim, dalam menjalankan amaliyah keseharian, melindungi kita dari terik panasnya godaan yang membawa kita masuk terjerumus kedalam kemunafikan syaitan. Jika busana itu rapih, bersih serta harum tercium oleh orang lain berada di samping kita maka orang lain pun senang dan bersimpati mendekati kita. 

Maka sebaliknya jika pakaian yang kita kenakan lusuh, kotor, berkerut serta mengeluarkan bau tak sedap orang lain enggan untuk mendekati bahkan bertegur sapa pun tidak. Dalam bermasyarakat sangat diperhatikan dengan menuggu kehadiran seseorang yang baru pulang berhijrah dalam menimba ilmu dipesantren.

Tahfidzul Qur’an

Alqur’an tidak hanya dibaca, sebagai amaliyah keseharian, tetapi Alqur’an diturunkan oleh Allah kepada manusia melalui Rasulullah untuk di jaga dan dimengerti isi kandungannya serta di realisasikan dalam bentuk perbuatan. 

Penerang dalam gulita hati, ketika merasakan keresahan bahkan kesenagan yang ada yang seolah-olah hati begitu nyaman dan rileks. Ada suatu perkataan “Hamilul qur’an lafdzan, wa ma’nan, wa amalan, wa takliman” dimana seorang penghafal qur’an membawa suatu amanah yang besar bagi kehidupanya dan orang lain.

Penguasaan Bahasa Asing 

Setiap pekerjaan mulai sudah beralih dengan penggunaan bahasa asing karena adanya era globalisasi, persaingan semakin ketat dengan adanya MEA (Masyarakat Ekonomi Asia) yang membuat penyempitan lapangan kerja pada orang lokal yang didominasi oleh masyarakat tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand bahkan China yang sudah beranak pinak menetap mencari nafkah di tanah Indonesia.  

Maka dari itu pempraktekan bahasa asing menjadi modal untuk bersaing dengan mereka. Filosof bahasa berkata “The limits of my language means the limits my world (Batas bahasaku adalah batas duniaku)”.

Pendalaman Kitab 

Banyak karangan para ulama terdahulu dijadikan suatu pedoman dalam membimbing kemaslahatan umat manusia, contohnya adalah kitab-kitab yang beredar di sekililng kita maupun yang tidak. 

Adanya pendalaman kitab menjadi salah satu program unggulan yang dimaksud kita bisa memaknai arti dari isi kitab tersebut. Kitab-kitab menjadi suatu pembimbing jalan menuju Alqur’an sebagai pedoman manusia. 

Di zaman seperti ini sekarang banyaknya kepahaman yang kurang pada pihak penerus bangsa maka dari itu maka dari itu harus adanya pembinaan terhadap mereka tentang agama.

Lunturnya nilai kebhineka-an yang dikarenakan kurangnya pembinaan terhadap penerusnya yang membuat nilai NKRI itu sendiri menjadi goyah, membuat adanya PR terhadap pemerintah dan masyarakat untuk melangkahkan hati, pikiran, dan perbuatan untuk membina dan mendidik dengan seperti apa yang dilihatkan oleh pesantren. 

Banyak pesantren yang tersebar di seluk-beluk tanah air menjadikan pesantren untuk menjadi wadah dan peran dalam pembinaan kebhineka-an yang retak ini. serta mewujudkan cita-cita pendidikan untuk melahirkan kemajuan bangsa.     

*) Dosen STAI Syubbanul Wathon Magelang dan Anggota Researcher dari Centre for Studies of Indonesian Students Association in Turkiye (PUSPITUR)

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال