Nasihat Imam Al-Ghazali Terhadap Pemimpin Negara


Imam Abu Hamid Al-Ghazali merupakan seorang Ulama besar di timur dan barat yang memiliki keluasaan ilmu pengetahuan. Imam Al-Ghazali tidak hanya sibuk mengajar dan menulis tetapi juga terlibat dalam politik. Imam Al-Ghazali hidup pada masa Daulah Bani Seljuk. Pada saat Muhammad bin Malik Syah menjadi Sultan yang baru Daulah Bani Seljuk, Imam Al-Ghazali mengirim surat kepadanya, yang isi surat tersebut dapat menjadi nasihat yang baik kepada pemimpin sepanjang masa termasuk dalam konteks Pemilu 2024.


Di dalam surat itu Imam Al-Ghazali berkata :  Wahai Sultan ! bahwa anak Adam itu dua golongan. Golongan yang pertama adalah kelompok yang lalai. Pandangan mereka tertuju pada gemerlapnya dunia, mereka berpegang teguh dengan berangan umur mereka masih panjang, mereka tidak berpikir kemanakah akhir dari perjalanan badan. Golongan kedua adalah kelompok orang-orang berakal. Perhatian mereka tertuju pada akhir perjalanan jiwa, dimanakah tempat kembali mereka ?.

Bagaimana mereka dapat keluar meninggalkan dunia dan berpisah dengan dunia, sementara iman mereka tetap selamat ? sesuatu dari barang dunia manakah yang akan menyertai mereka hingga di alam kubur ? Dan hal apakah yang akan mereka tinggalkan untuk orang-orang yang memusuhi mereka setelah mati ? sebuah kenangan yang tetap akan membekas di benak orang-orang itu lengkap dengan suka maupun dukanya.

Tidak disangkal pesan ini sangat berharga  dan mengandung pelajaran agung. Sesungguhnya Imam Abu Hamid Al-Ghazali telah memberikan nasihat kepada Muhammad bin Malik bin Syah agar tidak tertipu dengan gemerlapnya dunia sampai melupakan kampung akhirat dan supaya mengerjakan amal saleh yang akan bermanfaat bagi pelakunya ketika di akhirat. Nasihat jangan lalai dan terperdaya ini karena daanya praduga masih berumur panjang.

Imam Al-Ghazali menjelaskan pesannya di antara orang berakal itu adalah hendaknya seseorang tidak bersikap bodoh bahwa ajal itu sangat dekat. Karena itu, seyogyanya bersegera melakukan amal saleh dan melaksankannya karena Allah supaya  keluar meninggalkan dunia dalam keadaan iman sempurna. Sesungguhnya tidak ada yang menyertai manusia ke alam kuburnya selain amal saleh.

Imam Al-Ghazali juga memberikan nasihat yaitu, Anda harus mengetahui bahwa kemaslahatan manusia (rakyat) itu tercermin dari kebaiakan perilaku Sultan kepada negaranya. Karena itu sidah seharusnya seorang pemimpin itu memperhatikan dan mengontrol rakyatnya baik urusan sedikit maupun urusan banyak, besar maupun kecil. Hendaknya ia tidak bersekutu dengan rakyatnya dalam melakukan perbuatan-perbuatan tercela. Sultan harus menghormati orang-orang yang saleh, mengukuhkan perbuatan terpuji dengan mempraktikannya, mencegah melakukan perbuatan rendah yang menghinakan dan memberikan sanksi atas perbuatan buruk.

Sultan hendaknya tidak senang terhadap orang-orang yang berbuat keburukan, supaya manusia senang berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk. Kapan Seorang Sultan tidak mempunyai politik, dia tidak mencegah pelaku kerusakan berbuat kerusakan namun membiarkannya sesuai keinginannya, maka Sultan itu telah merusak sendi-sendi urusan dinegaranya.

Orang bijak berkata : “ Sesungguhnya tabiat rakyat adalah cerminan dari tabiat pemimpinannya. Sesungguhnya orang-orang awam berlaku bakhil, berbuat kerusakan dan berpandangan sempit karena mereka mengikuti pemimpin mereka. Sesungguhnya mereka itu belajar dari para pemimpin mereka dan berupaya mengikuti tabiat parapemimpin mereka. Tidakah anda melihat ! Disebutkan dalam sejarah bahwa Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dari Bani Ummayah, perhatiannya tertuju pada pembangunan gedung dan pertanian. Sedang Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik semangatnya tertuju pada menu makanan serta cita rasa makanan, dan Mahkamah Agung-nya adalah minyak wangi untuk sekedar memenuhi selera. Sementara perhatian para Khalifah Umar bin Abdul Aziz tertuju pada masalah-masalah peribadatan dan berlaku zuhud”.

Sebagian pakar sejarah menyebutkan bahwa kitab karya Imam Al-Ghazali At-Tibr al-Masbuq fi Nashihah Al-Muluk ini merupakan corak gambaran dari pengarahan-pengarahan kepada Sultan Muhammad bin Malik Syah yang mengambil alih kekuasaan pada masa Khalifah AbbasiyahAl-Mustazhhir Billah. Dalam kitab ini Imam Al-Ghazali memeberikan petuah kepada Sultan Muhammad sekaligus mengingatkannya akan nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepadanya dan nikmat yang paling utama itu adalah iman.

Imam Al-Ghazali menjelaskan kepadanya bahwa iman itu mempunyai 10 ushul dan 10 cabang. Adapun Ushul Iman maka hendaknya kamu wahai Sultan mengetahui bahwa kamu adalah mahluk dan ada Yang menciptakan kamu. Dzat yang menciptakan kamu itu adalah Dzat yang menciptakan alam semesta. Ketahuilah wahai Sultan, sesungguhnya Allah tidak mempunyai bentuk dan tidak pula perumpamaan, Dia berkuasa atas segala sesuatu dan ilmu-Nya meliputi segala hal. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Apabila Dia menginginkan sesuatu, maka Dia berfirman : “Kun (Jadilah)”, maka jadilah ia, dan perintah-Nya kepada seluruh mahluk akan terlaksana. Segala sesuatu yang ada di jagad raya ini adalah mahluk ciptaan-Nya dan Dia tidak mempunyai sekutu. Setelah manusia mati, maka di sana ada perhitungan, pertanggung jawabaan, jembatan yang membentang di atas neraka dan surga.

Allah telah menjadikan Rasulullah sebagai penutup para Nabi dan Dia mengangkat kenabian beliau sampai derajat sempurna. Allah memerintahkan seluruh mahluk dari jenis manusia dan jin supaya taat kepada beliau. Adapun cabang pohon iman adalah :

1.   Menegakan perinsip keadilan;

2.   Mendengarkan nasihat para Ulama yang ikhlas memberi nasihat;

3.   Menumpas kezaliman dari manapun sumbernya;

4.   Menjauhi sifat marah dan lebih mengedepankan sikap pemaaf, murah hati dan mengampuni;

5.   Ridha terhadap dirinya sebagai dia Ridha terhadap kaum Muslimin;

6.   Menjauhi hajat umat Islam itu lebih utama daripada melakukan shalat sunnah;

7.   Menjauhi mengikuti keinginan hawa nafsu;

8.   Berlaku lemah lembut dan santun itu lebih utama daripada berlaku arogan dan memaksa;

9.   Berbuat demi memperoleh ridha rakyat sepanjang selaras dengan tuntunan syariat;

10.    Hendaknya tidak berupaya mendapatkan keridhaan seseorang dengan menyalahi tuntunan syariat

Di antara nasihat Imam Al-Ghazali juga adalah hendaknya seseorang itu mengetahui, mengapa manusia, mengapa manusia itu diciptakan dan dihadirkan di muka bumi ini ? Kemanakah manusia akan kembali ? Setelah itu, dia mengingatkannya dari berbuat kezaliman dan kerusakan. Hendaknya, pemimpin itu menjauhi aktivitas yang sia-sia dan lebih memperhatikan urusan rakyatnya.Wajib bagi kepala negara (pemimpin) menolong rakyatnya pada waktu terjadi kerisis ekonomi. Pemimpin itu harus memiliki semangat tinggi, berhiaskan hikmah dan menggunakan akal sehatnya.

 

Sumber : Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, dalam bukunya Bangkit dan Runtuhnya Daulah Bani Seljuk, terbitkan Pustaka Al-Kautsar.

 

 

 

 

 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال