Perempuan dan Kepemilikannya

KULIAHALISLAM.COM - Sudah mafhum, bahwa kehidupan dengan dihadirkanannya sosok makhluk yang berjenis kelamin perempuan dibumi ini tidak bisa lagi diingkari jasa-jasanya. Peranan perempuan dan laki-laki secara bersamaan menjadikan reproduksi manusia bertambah dari waktu ke waktu, yang mana terhadap apa yang berhubungan dengan perempuan itu sendiri akan selalu menarik untuk dikaji dan terus ditafsiri lebih lanjut.


Dalam surat An-Nisa’ [4]: 4) sudah jelas bahwa keberadaan perempuan itu sendiri menjadi suatu keniscayaan untuk menjadi penjamin kelestarian kehidupan di planet bumi ini. Pun, khususnya bagi kaum laki-laki ada daya tarik dalam setiap pembahasan segmen keperempuanan. Situasi seperti ini diibaratkan bagaikan petani tanpa sawah/ladang.

Itu sebabnya, perempuan yang sejak lahirnya sudah menjadi tantangan bagi dunia, namun ternyata kehadirannya justru hanya bisa dibentuk, dicetak, bahkan diperlakukan semaunya oleh lelaki. Tetapi, penulis ingin menekankan dari kata “pemilikan” ini bukan berarti konsep yang sering dikaitkan dengan kepemilikan barang, harta, atau properti. Melainkan, ketika berbicara tentang “perempuan dan kepemilikannya”, kita bisa menginterpretasikannya dalam beberapa konteks yang berbeda. Tergantung pada sudut pandang yang diambil.

Ekploitasi perempuan untuk menjadi pekerja seks


Di jaman jahiliyah, sebelum Islam datang, kedudukan perempuan tak lebih atau bahkan layaknya benda mati (anorganik) yang tak memiliki apa-apa dalam kehidupan yang bermartabat ini. Kemudian Islam datang dan al-Qur’an sebagai mu’jizat pedoman umatnya menjadikan perempuan memiliki hak hidup dan berkehidupan, seperti pembelaan terhadap kaum perempuan, mengangkat derajatnya, tak terkecuali menempatkannya pada posisi setara. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Hujurat:

يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13).

Tetapi, dewasa ini kita dihadapkan dengan highligt berita dan kabar yang berupa feomena miris tentang perempuan. Eksploitasi seks yang terjadi di masyarakat tidak hanya terjadi pada perempuan dewasa yang bergelumit dalam persoalan ekonomi, keluarga, maupun problem lainnya, melainkan sudah merambat pada anak-anak dibawah umur yang sama sekali tidak sadar bahwa dirinya sedang dalam sasaran ekploitasi.

Perempuan yang tertindas, perempuan yang terpenjara, dan perempuan yang bungkam akan suaranya kini marak kembali. Selaras dengan pandangan Simone de Beauvoir tokoh Feminis Prancis yang mengatakan, bahwa perempuan tidak memiliki hak atas dirinya, atas tubuh dan pikirannya, bahkan kesantunan pun harus “menyesuaikan” dengan keinginan lingkungan dan komunitas. Iya, hal ini siapa lagi kalo bukan laki-laki?.

Bukti kongkrit dari pernyataan Simone de Beauvoir itu dicontohkan oleh para nakerwan (tenaga kerja wanita) atau TKW yang lagi-lagi kasusnya silih bergilir selain mengalami kekerasan dalam pekerjaannya. Pun, juga banyak yang diperbudak bahkan menjadi objek seksual layaknya jaman jahiliyah kembali di dunia Eropa sana.

Nah sebenarnya, dunia barat ini cukup menjadi pelajaran bagi kita yang masih mau belajar dan menegakkan nilai-nilai moralitas perempuan untuk tidak terkungkung menjadi warga kelas dua, baik secara ekonomi, politik, budaya bahkan pendidikan. Maka, tidak ada lagi kisah perempuan yang rentan terintimidasi, perbudakan, penganiayaan, bahkan kekerasan dalam rumah tangga yang terus dikembangan secara budaya.

Ketika perempuan di perdagangkan


Fakta yang banyak terjadi pula tentang perdagangan perempuan. Lagi-lagi, praktik ini tak lain bertujuan untuk mengeruk kepentingan materi yang mengumpankan tubuh perempuan. Oleh karena itu, bersikap tegas terhadap perlakuan ekploitasi seks ini menjadi penting, atas dasar keberpihakan ayat al-Qur’an di surat An-Nur yang berbunyi:

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتّٰى يُغْنِيَهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ وَالَّذِيْنَ يَبْتَغُوْنَ الْـكِتٰبَ مِمَّا مَلَـكَتْ اَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوْهُمْ اِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْرًا ۖ وَّاٰتُوْهُمْ مِّنْ مَّالِ اللّٰهِ الَّذِيْۤ اٰتٰٮكُمْ ۗ وَلَا تُكْرِهُوْا فَتَيٰتِكُمْ عَلَى الْبِغَآءِ اِنْ اَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِّـتَبْتَغُوْا عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗ وَمَنْ يُّكْرِهْهُّنَّ فَاِنَّ اللّٰهَ مِنْۢ بَعْدِ اِكْرَاهِهِنَّ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barang siapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.” (QS. An-Nur [24]: 33).

Dari sini kita paham, bahwa menghentikan mafia-mafia ekploitasi seks itu berhenti, mengingat asbabul nuzul dari ayat diatas juga sudah cukup untuk menggambarkan kesedihan masa lalu akan kedudukan perempuan. Kisah yang diceritakan oleh seorang perempuan budak bernama Mu’adzah yang dijual oleh majikannya yang bernama, Abdullah bin Ubay bin Salul dedengkot orang munafik, kepada laki-laki Quraisy yang menjadi tawanannya.

Motif Abdullah ini hanya satu, yaitu jika Mu’adzah hamil dan melahirkan anak, maka laki-laki Quraisy itu akan menebusnya dengan jumlah tertentu. Dengan perlakuan yang tidak seronok itu, Mu’adzah mendatangi dan mengadu kepada Rasulullah Saw. yang akhirnya pengaduan itu mendapatkan tanggapan yang menjadi sebab turunnya ayat diatas.

Syahdan. Di dalam muqodimah kitab Huququn Nisaa Fil- islam milik Syekh Yusuf Al-Qardhawi dijelaskan tentang pokok-pokok reformasi keperempuanan yang menceritakan keadaan perempuan secara umum sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw. kepada seluruh umat manusia.

Ketika itu, perempuan-perempuan diperjualbelikan, layaknya hewan dan barang. Mereka di paksa untuk kawin dan melacur. Sekalipun mereka diwariskan, namun tidak mewarisi, dimiliki namun tidak memiliki, dan perempuan yang memiliki sesuatu dihalangi untuk menggunakan apa yang ia miliki kecuali dengan izin laki-lakinya.

Dengan demikian, perintah untuk berlaku adil dan memperlakukan perempuan sebagaimana mestinya adalah sebuah keharusan dengan tendensi bahwa, perempuan juga berhak dipenuhi hak-hak kepemilikannya. Tak heran, jika topik terpenting di dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan perkawinan adalah perintah berlaku adil kepada perempuan, membebaskannya dari kedzaliman jahiliyyah, dan dari otoriter suami dalam menentukan kehidupannya. Bahkan, al-Qur’an memberikan kehormatan kepada kaum perempuan, seorang anak perempuan, seorang istri, seorang ibu, dan seorang anggota masyarakat.

Tanpa kita sadari, perempuan memiliki perpaduan sempurna antara kekuatan seorang laki-laki dan kelembutan seorang perempuan. Ketegaran, ketabahan, semangat, dan keberanian perempuan dalam menghadapi tantangan kehidupan selalu menjadi inspirasi anak-anak, tak terkecuali suaminya, bahkan hingga publik umumnya.

Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur pernah mengatakan, bahwa kekuatan terbesar yang dimiliki oleh seorang perempuan adalah ketika perempuan berada dalam posisi sebagai ibu. Dalam posisi ini, perempuan tidak mampu dibendung dan tidak bisa dikalahkan dengan kekuatan apapun.

Anda tahu, saat perempuan berposisi sebagai seorang ibu, ia adalah orang yang paling menentukan sifat dan perilaku seorang anak. Banyak kasus terjadi bahwa perempuan dengan beberapa anak masih sanggup bertahan hidup untuk membesarkan anaknya.

Namun, tidak banyak lelaki yang mampu membesarkan anaknya seorang diri tanpa kehadiran seorang perempuan di sampingnya. Inilah tidak mungkin dilakukan oleh seorang laki-laki. Itu sebabnya, dalam wilayah rumah tangga, boleh jadi laki-laki memiliki kelebihan dibanding perempuan. Namun, dalam masalah perkembangan anak, ibu tidak bisa tergantikan sampai kapanpun.

Sebagai penutup, semua pemimpin hebat, baik dari kalangan perempuan dan laki-laki, yang biasa tegar berhadapan dengan musuhnya, pasti kalah bila harus berhadapan dengan perempuan dalam posisinya sebagai seorang ibu. Wallahu a’lam bisshawab.

Salman Akif Faylasuf

Salman Akif Faylasuf. Alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال