Ahmad Najib Burhani: Cendekiawan Muhammadiyah, Pembela Nasib Kemanusiaan

(Sumber Gambar: UMM TV, Ahmad Najib Burhani)

KULIAHALISLAM.COM - Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, M.A. merupakan Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora BRIN. Ia merupakan peneliti di bidang ilmu sosial, budaya, dan kajian agama. Namanya mulai dikenal sejak melakukan pembelaan terhadap kaum minoritas dan melakukan studi tentang Ahmadiyah yang ada di Indonesia. Sebelum menjabat sebagai Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora BRIN, Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani menjadi profesor riset di Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Ahmad Najib Burhani adalah profesor riset dan Ketua Institut Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (ISSH) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sebelumnya menjabat Direktur Pusat Penelitian Masyarakat dan Kebudayaan (PMB) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta. Beliau memperoleh gelar PhD bidang Studi Keagamaan dari University of California-Santa Barbara, AS pada tahun 2013. Pada tahun terakhir studinya, beliau meraih Professor Charles Wendell Memorial Award dari UCSB atas prestasi akademik di bidang Islam dan Timur Tengah. Studi. Beliau memperoleh gelar Master dari University of Manchester, United Kingdom (MSc in Social Research Methods & Statistics) dan Universiteit Leiden, Belanda (MA in Islamic Studies). Tak lama setelah kembali ke Indonesia, Najib Burhani terpilih menjadi anggota kelompok elit Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Kepakaran bidang Agama dan Tradisi Keagamaan.

Burhani aktif menerbitkan artikel di jurnal akademis ternama seperti Asian Journal of Social Science (NUS/Brill), Indonesia and the Malay World (SOAS/Roudledge), Islam and Christian-Muslim Relations (Birmingham/ Roudledge), Sojourn (ISEAS), Islam Kontemporer (Springer), TRaNS (Cambridge), Politik & Kebijakan Asia (Wiley-Blackwell), dan Dunia Muslim (Wiley-Blackwell). Ia juga menyumbangkan artikel untuk volume yang telah diedit dan diterbitkan oleh Palgrave Macmillan Press, Amsterdam University Press, ISEAS, Roudledge, dan sebagainya. Monografnya meliputi Sufisme Kota (2001), Islam Dinamis [Dinamika Islam] (2001), Tarekat Tanpa Tarekat [Tarekat Sufi Non-Konvensional] (2002), Muhammadiyah Jawa [Muhammadiyah Jawa] (2010), Muhammadiyah Berkemajuan [Muhammadiyah Progresif] (2016), Menemani Minoritas [Menjadi Sahabat Minoritas] (2019), Dilema Minoritas di Indonesia [Dilema Minoritas di Indonesia] (2020), Bidah dan Politik (2020), dan Santri Baru: Fragmentasi Otoritas Keagamaan di Indonesia (2020). Burhani sebelumnya menjabat sebagai pemimpin redaksi Jurnal Masyarakat dan Budaya (jmb.lipi.go.id) dan saat ini menjabat sebagai dewan redaksi jurnal Islam Kontemporer (Springer) dan International Journal of Pemikiran Islam (IJIT), Universitas Nasional Malaysia (UKM).

Burhani adalah peneliti di Center on Religion, Culture & Conflict (CRCC), Drew University, New Jersey, AS; IIIT (Institut Internasional Pemikiran Islam) Virginia, Amerika Serikat; ISIM (Institut Internasional untuk Studi Islam di Dunia Modern) Leiden, Belanda; dan Pusat Studi Asia Tenggara (CSEAS) Universitas Kyoto, Jepang. Dari Juni 2017 hingga Desember 2020, beliau menjadi peneliti tamu di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura.

Selain Profesor Charles Wendell Memorial Award dari UCSB, Najib terpilih sebagai 100 Alumni Terkemuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2020) dan Peneliti Terbaik LIPI Bidang Ilmu Sosial dan Humaniora (2020). Ia kemudian menjadi Ikon Pancasila Bidang Sains dan Inovasi (2020) dan menerima Penghargaan Muhammadiyah atas kontribusinya di bidang sains dan teknologi (2021).

Najib Burhani merupakan profesor riset di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ia memperoleh PhD di bidang Religious Studies dari University of California-Santa Barbara (UCSB), Amerika Serikat. Pendidikan S2-nya ditempuh di University of Manchester, Inggris (MSc) dan Universiteit Leiden, Belanda (MA). Sementara S1-nya diperoleh dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Najib aktif menerbitkan artikel di jurnal akademik seperti Asian Journal of Social Science (NUS/Brill), Indonesia and the Malay World (SOAS/Roudledge), Islam and Christian-Muslim Relations (Birmingham/Roudledge), Sojourn (ISEAS), Contemporary Islam (Springer), TRaNS (Cambridge), Asian Politics & Policy (Wiley-Blackwell), dan Muslim World (Wiley-Blackwell). Ia juga menulis entry di Oxford Islamic Studies Online dan Encyclopaedia of Islam (EI3) serta berkontribusi di beberapa buku yang diterbitkan Palgrave, Amsterdam University Press, ISEAS, Brill, Oxford University Press, dan Routledge.

Ia merupakan pemimpin redaksi dari Jurnal Masyarakat dan Budaya (jmb.lipi.go.id) dan anggota Editorial Board Jurnal Contemporary Islam (Springer) dan International Journal of Islamic Thought (IJIT), National University of Malaysia. Pernah menjadi fellow di IIIT Virginia, Amerika Serikat; ISIM Leiden, Belanda; Center for Southeast Asian Studies (CSEAS) Kyoto, Jepang; dan Center on Religion, Culture and Conflict (CRCC) Drew University, New Jersey, USA. Sejak Juni 2017, ia menjadi visiting fellow di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura.

Publikasi Relevan

Burhani, A. N. (2020). Heresy and Politics: How Indonesian Islam Deals with Extremism, Pluralism, and Populism. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Burhani, A. N. (2020). “Resisting Conservatism: An Experience from Muhammadiyah through Its Social Activities,” in Rising Islamic Conservatism in Indonesia: Islamic Groups and Identity Politics, L. C. Sebastian, A. R. Arifianto, & S. Hasyim. London: Roudledge.

Burhani, A. N. (2020). “It’s a Jihad: Justifying Violence towards the Ahmadiyya in Indonesia,” TRaNS. DOI: https://doi.org/10.1017/trn.2020.8

Burhani, A. N. (2020). “Ahmadiyah and Islamic Revivalism in the Twentieth Century Java, Indonesia: A Neglected Contribution”, in Alternative Voices in Muslim Southeast Asia: Discourse and Struggles, eds. N. Saat & A. Ibrahim, pp. 199-220. Singapore: ISEAS.

Burhani, A. N. dan Halimatusa’diah (ed.) (2020). Dilema Minoritas di Indonesia: Ragam, Dinamika, dan Kontroversi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Penghargaan

The Professor Charles Wendell Memorial Award dari University of California-Santa Barbara (UCSB) dalam kajian Islam dan Timur-Tengah, tahun 2013.

100 Tokoh Terkemuka Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari Kementerian Agama dan Ikatan Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2020.

75 Ikon Prestasi Pancasila untuk bidang Sains dan Inovasi dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), tahun 2020.

Peneliti Terbaik LIPI di Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan, tahun 2020.

Karya-karya Buku dan Book Chapter

Islam Dinamis: Menggugat Peran Agama Membongkar Doktrin yang Membatu (Jakarta: Kompas, 2001). Sufisme Kota: Berpikir Jernih Menemukan Spiritualitas Positif (Jakarta: Serambi, 2001). 'Tarekat' tanpa Tarekat (Jakarta: Serambi, 2002). Muhammadiyah Jawa (Jakarta: Al-Wasat, 2010). "Liberal and Conservative Discourses in the Muhammadiyah: The Struggle for the Face of Reformist Islam in Indonesia." 2013. “Defining Indonesian Islam: An Examination of the Construction of National Islamic Identity of Traditionalist and Modernist Muslims” Najib Burhani, 2013. The Muhammadiyah's Attitude to Javanese Culture in 1912-1930: Appreciation and Tension - MA Thesis, Leiden University, 2004. Religious Outlook of the Muhammadiyah Islamic Movement in Indonesia - MSc Thesis, University of Manchester, UK. 2007. "Khilafah Ahmadiyah sebagai Satu Model Penerapan Sistem Kekhilafahan di Era Kontemporer", in Komaruddin Hidayat (ed.), Kontroversi Khilafah: Islam, Negara, dan Pancasila. (Bandung: Mizan, 2014), pp. 113-129. Najib Burhani, 2014. Conservative Turn. Islam Indonesia dalam Ancaman Fundamentalisme. Martin van Bruinessen, Najib Burhani, Moch Nur Ichwan, 2014. Islam Berkemajuan untuk Peradaban Dunia. Najib Burhani, Azaki Khoirudin, 2015, Mizan. Ahmadiyah and Islamic Revivalism in Twentieth-Century Java, Indonesia: A Neglected Contribution. Najib Burhani. 2020, Alternative Voices in Muslim Southeast Asia: Discourse and Struggles, ed. Norshahril Saat & Azhar Ibrahim, pp. 199-220 (Singapore: ISEAS). Islam Nusantara as a Promising Response to Religious Intolerance and Radicalism. Najib Burhani, 2018, Trends in Southeast Asia, No. 21, pp. 1-29. Singapore: ISEAS. BETWEEN SOCIAL SERVICES AND TOLERANCE: EXPLAINING RELIGIOUS DYNAMICS IN MUHAMMADIYAH. Najib Burhani. 2019, Series: Trends in Southeast Asia. Dollyland dan Aglomerasi: Kajian tentang Pembangunan Kota dan Lokalisasi di Surabaya. Najib Burhani. 2014, Dinamika Sosial di Kawasan Pusat Aglomerasi Pantura: Jabodetabek, Kedungsepur, dan Gerbangkertosusila, Aulia Hadi (ed.), 215-240. Jakarta: LIPI & Gading Inti Prima. The Banning of Hizbut Tahrir: The Threat to Democracy and Islamic Diversity in Indonesia?. Ibnu Nadzir, Najib Burhani. 2021, Islam and Cultural Diversity in Southeast Asia, Vol. 3, eds. Ikuya Tokoro & Hisao Tomizawa, pp. 15-35. Tokyo: TUFS. Digital Islam in Indonesia: The Shift of Ritual and Religiosity during Covid-19. Wahyudi AkmaliahWahyudi Akmaliah, Najib Burhani. 2021, Perspective, ISEAS-Yusuf Ishak.

Artikel Analisis Budaya Kompas.Id

Analisis Budaya, Ahmad Syafii Maarif. Oleh Ahmad Najib Burhani, 28 Mei 2022. Muhammadiyah Di Papua. Oleh Ahmad Najib Burhani, 18 November 2022. Milad Muhammadiyah. Oleh Ahmad Najib Burhani Profesor Riset Di Badan Riset Dan Inovasi Nasional (Brin), 20 November 2021. Moderasi Beragama. Oleh Ahmad Najib Burhani, 13 Maret 2021. Pembaruan Islam. Oleh Ahmad Najib Burhani, 2 Juli 2022. Identitas Arab. Oleh Ahmad Najib Burhani, 13 Agustus 2022. Riset Dan Inovasi. Oleh Ahmad Najib Burhani, 3 Juli 2021. Demokrasi Yang Damai. Oleh, Ahmad Najib Burhani. 10 Desember 2022. Kurator Pencerahan. Oleh, Ahmad Najib Burhani, 17 Juni 2023. Ziarah Kubur. Oleh, Ahmad Najib Burhani, 1 April 2023. Insularitas Akademik. Oleh Ahmad Najib Burhani. 13 Mei 2023. Keadaban Digital Masyarakat Kita. Oleh, Ahmad Najib Burhani. 27 Maret 2021. Tradisi Kekerasan. Oleh Ahmad Najib Burhani. 12 Desember 2020. Beragama Maslahat. Oleh Ahmad Najib Burhani, 13 Januari 2024. Akhir Peradaban?, Oleh Ahmad Najib Burhani. 9 Desember 2023. Masa Depan Manusia. Oleh Ahmad Najib Burhani. 4 November 2023. Suku Bajau Laut. Oleh Ahmad Najib Burhani. 30 September 2023. Menuju Nusantara. Oleh Ahmad Najib Burhani. 26 Agustus 2023. Poros Maritim Dunia. Oleh Ahmad Najib Burhani. 22 Juli 2023. Nahdlatul Ulama. Oleh Ahmad Najib Burhani. 25 Februari 2023. Kecerdasan Buatan. Oleh Ahmad Najib Burhani. 14 Januari 2023. Normalisasi Kebisingan. Oleh Ahmad Najib Burhani. 23 April 2022. G-20 Dan Energi Terbarukan. Oleh Ahmad Najib Burhani. 19 Maret 2022. Reinkarnasi Gus Dur. Oleh Ahmad Najib Burhani. 12 Februari 2022. Budaya Riset. Oleh Ahmad Najib Burhani. 8 Januari 2022. Tinjauan Buku, Pendekatan Multi, Inter Dan Transdisiplin Dalam Penanganan Covid-19. Oleh Ahmad Najib Burhani. 19 Desember 2021. Bulan Bahasa. Oleh Ahmad Najib Burhani, 16 Oktober 2021. Virus Kebencian. Oleh Ahmad Najib Burhani. 11 September 2021. Publikasi Versus Inovasi. Oleh Ahmad Najib Burhani. 27 Agustus 2021. Ibadah Virtual. Oleh Ahmad Najib Burhani, 7 Agustus 2021. Analisis Budaya: Halalbihalal. Oleh Ahmad Najib Burhani. 29 Mei 2021. Posisi Ilmu Sosial Humaniora Dalam Brin. Oleh Ahmad Najib Burhani. 22 Mei 2021. Puasa Lintas Tradisi. Oleh Ahmad Najib Burhani, 17 April 2021. Jalaluddin Rakhmat Dan Islam Mazhab Cinta. Oleh Ahmad Najib Burhani, 19 Februari 2021. Jalur Rempah. Oleh Ahmad Najib Burhani, 6 Februari 2021. Perayaan Tahun Baru. Oleh Ahmad Najib Burhani, 2 Januari 2021.

(Sumber Gambar: dok pribadi, Najib Burhani. Cendekiawan Muhamamadiyah)

Konsen Isu Minoritas

Jika kita membaca kary-karya Ahmad Najib Burhani, maka kita menemukan konsentrasi beliau terhadap isu-isu yang menjadi minat kajian tentang Agama dan Tradisi Keagamaan, sebut saja karya Orasi Pengukuhan Profesor Riset berjudul Agama, Kultur (In) Toleransi, dan Dilema Minoritas Di Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 27 Agustus, Jakarta 2020. Dalam uraian orasi ilmiahnya, beliau mengatakan bahwa, pengambilan judul ini, karena hendak mengelaborasi tentang definisi minoritas dan menjawab pertanyaan tentang mengapa istilah ini tetap dipakai dengan berbagai kontroversinya. Seusai mengelaborasi persoalan definisi, pidato mengulas tentang mengapa persoalan diskriminasi terhadap minoritas itu kini seperti menjadi wabah di dunia, justru ketika dunia menjadi semakin tak berjarak atau mengalami globalisasi. Tentu ada banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya tindak intoleransi dan diskriminasi, seperti politik oligarki, politik dalam pemilihan kepala daerah, dan peraturan perundangan yang seperti memberi ruang terhadap diskriminasi. “Pendeknya, minoritas adalah mereka yang mengalami subordinasi di masyarakat meskipun jumlahnya besar. Minoritas adalah mereka yang berada pada posisi subordinate ketika ada kelompok lain yang menjadi superordinate. Dalam bahasa agama, yang disebut kelompok minoritas adalah mereka yang diistilahkan dengan kata mustadh'afin. Istilah ini dalam beberapa terjemahan alquran berbahasa inggris di artikan sebagai brotherhood of the oppressed (kelompok kaum tertindas), the oppressed and disoppresseed (mereka yang tertindas dan direbut hak-haknya), poor and marginalized people (kaum miskin dan termarginalkan), the downrodden (yang tertindas), atau the abased on earth (mereka yang direndahkan di bumi)”.(Ahmad Najib Burhani, Hlm 6). Lebih lanjut, mengatakan bahwa “Dalam konteks kita sekarang, pembicaraan akan dikhususkan pada minoritas agama. Konsep minoritas yang dipakai di sini tidak mengacu pada teori kelas dalam arti ekonomi, tetapi lebih merupakan sebuah kerangka pikir untuk melakukan pembelaan terhadap mereka yang secara sistematis mengalami ketidakberuntungan, terutama oleh aktor-aktor negara. Minoritas adalah cara untuk menunjukkan adanya ketimpangan yang terjadi di masyarakat, tentang adanya kelompok tertentu yang dominan dan menikmati status sosial yang lebih tinggi dan hak istimewa yang lebih besar dari kelompok lain, dan tentang adanya kelompok yang mengalami pengecuilan dari partisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat”.(Ahmad Najib Burhani, Hlm 7),

Tertulis di dalam konstitusi UUD 1945 bahwa semua warga negara berhak atas perlakuan yang sama. Tak peduli apakah mereka itu mayoritas atau minoritas. Mereka semua harus diletakkan dalam konteks kewarganegaraan yang setara. Namun pada kenyataannya, hak-hak kewarganegaraan itu kadang tak berlaku penuh untuk kelompok minoritas. Kondisi ini bahkan kerapkali diperparah dengan keberadaan pada political entrepreneur yang tega mengompromikan nasib kelompok minoritas demi merebut suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan memenuhi ambisi politik mereka. Dalam hal ini, minoritas dianggap bisa dikorbankan atau dipandang sebagai unsur Asing yang bisa dibuang dari negara karena dituduh sebagai penganggu ketenteraman dan merugikan ekonomi kelompok mayoritas. Ada empat rekomendasi untuk mengatasi problematika dan dilema minoritas di Indonesia. Pertama, penekanan dan pendekatan hak-hak asasi manusia HAM. Kedua, penekanan tentang adanya kewarganegaraan yang setara (non-differentiated citizenship) di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ketiga, pendekatan teologis atau keagamaan. Dalam perspektif ini, sikap yang toleran terhadap minoritas bukanlah sesuatu yang asing dari agama. Keempat, pemerintah perlu memberikan peace education (pendidikan perdamaian) kepada putra putri bangsa dan memberlakukan kebijakan yang non-diskriminatif.

Masa Depan Kemanusiaan

AI ini menjadi rentetan temuan manusia yang menjadikan diri kita seperti “tuhan”. Tahun 2022 lalu para ilmuwan telah menyempurnakan Proyek Genom Manusia dengan mengurutkan secara penuh genom tersebut (Djoko Santoso 2022). Dengan temuan tersebut maka cetak biru manusia secara lengkap bisa diketahui dan dipahami. Pendeknya, dengan temuan ini maka manusia secara teori bisa menciptakan "manusia". Digabung dengan AI ini, saya membayangkan sebuah “etnis” baru manusia super akan lahir di masa yang tak lama lagi. "Kecerdasan Buatan/Artificial Intelligence (AI)", Analisis Budaya Harian Kompas (14/1), h. 1 & 15.

Dalam artikel "Masa Depan Manusia", Analisis Budaya Harian Kompas, Sabtu, 4 Nov 2023, h. 1 & 15. Ahmad Najib Burhani mengatakan, Salah satu perubahan yang sangat penting pada masa yang akan datang adalah proses biologis pada makhluk hidup dan perkembangbiakannya sebagai hasil penerapan sains dan teknologi. Teknologi menjadikan hal yang sebelumnya tak mungkin terjadi menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Dengan bantuan teknologi Bayi Tabung (in vitro fertilization) dan kloning, misalnya, masa depan keberlangsungan manusia bisa tetap dipertahankan meski tidak lagi melalui proses mengandung dan melahirkan. Keinginan manusia untuk berumur panjang dan sehat bisa dimungkinkan berkat teknologi dengan mengendalikan proses biokimia (biochemical) dari penuaan (senescence) manusia. Secara teoretis, umat manusia bisa diperpanjang hingga 1.000 tahun. Selain itu, perkembangan sains neurologi mengarah pada kemampuan manusia mengendalikan sirkuit otak sehingga tingkat kebahagiaan manusia dapat diatur dan disesuaikan.

Selanjutnya, karena itu, di tengah perkembangan teknologi, perubahan alam, dan berbagai ancaman, kira-kira seperti apa masa depan kemanusiaan dan apa tantangan besar kemanusiaan di masa depan? Perubahan dahsyat dalam bidang teknologi yang bisa mengubah manusia dan kemanusiaan itu hanyalah tinggal menunggu waktu. Kecepatan perubahan tatanan sosial dan nilai-nilai kemanusiaan sebagai akibat dari perkembangan pesat sains dan teknologi sejak akhir abad ke-20 hingga kini dapat menjadi refleksi bagaimana kecepatan perubahan tatanan sosial dan nilai-nilai kemanusiaan pada dekade-dekade yang akan datang. Inilah di antaranya yang membuat Ilmuwan Sosial sulit membayangkan tentang apa yang terjadi pada dekade-dekade yang akan datang. Selama ini pembahasan tentang masa depan manusia hampir selalu menjadi wilayah kajian teologi. Jawaban tentang persoalan masa depan manusia yang ditawarkan hampir semua agama adalah bahwa dunia pada suatu saat akan mengalami kehancuran atau kiamat dan manusia akan hidup lagi di akhirat setelah kematiannya.

Namun, kini dengan kemajuan teknologi, masa depan manusia bukan lagi menjadi wilayah eksklusif teologi. Bayangan tentang kiamat pun bisa dihindari atau dilawan, melainkan sebagai proses yang bisa di antisipasi dan dikendalikan. Bayangan tentang masa depan manusia pun bukan lagi tentang kehidupan setelah kematian, melainkan kontrol terhadap umur manusia, mempertahankan spesies manusia melalui proses teknologi, transformasi genetika, penggabungan antara manusia dan mesin, serta migrasi ke planet lain. Tentu beberapa pola hubungan tradisional yang selama ini berjalan akan mengalami banyak perubahan pada masa-masa yang akan datang. Ketika kloning dan bayi tabung dilakukan, hubungan kekeluargaan tidak akan sepenuhnya sama dengan ketika anak dilahirkan langsung oleh ibunya.

Kondisi Masa Depan Manusia

Seperti apa masa depan manusia di tengah revolusi teknologi yang terjadi saat ini? Berikut ini beberapa poin yang disampaikan oleh Ahmad Najib Burhani pada Muktamar Pemikiran NU 2023 tentang "Imagining the Future Society" di Asrama Haji Pd Gede, 2 Desember lalu. Saya memilih mendiskusikan dua temuan teknologi paling mutakhir, yaitu Kecerdasan Buatan (AI) dan Rancang Bangun Manusia (Genome Sequencing).  Dengan dua teknologi itu, bagaimana kondisi sistem kemasyarakatan & kemanusiaan kita nanti? Apakah manusia akan mengalami dehumanisasi dan bahkan kepunahan? Ahmad Najib Burhani, "Akhir Peradaban?" Harian Kompas, h. 1 & 15, Sabtu (9/12) Ahmad Najib Burhani, "Akhir Peradaban?" Harian Kompas, h. 1 & 15, Sabtu (9/12).

Kemajuan teknologi memang menawarkan berbagai kemudahan. Namun, kadang teknologi memisahkan manusia dari dirinya sendiri dan juga dari kemanusiaan. Dampak terburuk teknologi adalah dehumanisasi atau bahkan peradaban atau eksistensi manusia. Karena itu, salah satu pertanyaan yang sering menghinggapi Ilmuwan Sosial di era teknologi canggih saat ini adalah bagaimana masa depan umat manusia dan bagaimana teknologi tidak menjadi alat yang memenjarakan manusia dari kemanusiaannya?, ada dua temuan terbaru dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah membuat sebagian manusia gelisah, yaitu kecerdasan buatan (AI) dan rancang bangun manusia super. Dua temuan iptek tersebut tidak hanya dikhawatirkan mengubah tatanan kehidupan manusia, tetapi juga menghancurkan kemanusiaan itu sendiri. Temuan lain yang menggelisahkan adalah teknologi terkait cetak biru manusia. Proyek untuk mengurutkan genom (cetak biru informasi genetik) ini sudah dimulai oleh the telomere-to-telomere (T2T) Consorsium sejak 2000 dan baru lengkap semuanya pada 2022. Seperti tertulis dalam “The Complete Sequence Of A Human Genome” (Nurk dkk, Science 2023), total genom (keseluruhan informasi genetika) yang telah berhasil sepenuhnya dipetakan dan diurutkan berjumlah 3.055 miliar pasangan dasar genom manusia. Temuan ini membuat kita memahami asal berbagai variasi manusia dengan ras, warna kulit, rambut, postur fisik, mara, golongan darah, dan sebagainya. Dengan mengubah susunan DNA (genome editing), kita bisa membayangkan lahirnya manusia super yang tinggi, kuat, tak berpenyakit, atau bahkan tak memiliki rasa sakit, dan sangat cerdas. Dalam jangka pendek, temuan ini membuat kita memahami mutasi genetik dan berbagai penyakit yang ada di diri manusia dan memunculkan berbagai terapi baru untuk mengobatinya.

Lebih lanjut, kekhawatiran kita terhadap penggunaan teknologi baru sering disebut terlalu berlebihan. Dulu, ketika mesin cetak ditemukan, pihak gereja dan pemuka agama begitu khawatir bahwa itu akan mengubah otoritas keagamaan dan tatanan masyarakat. Demikian juga dengan pengaruh televisi dan media sosial yang membuat manusia kehilangan kedekatan dengan mereka yang didekatnya dan termakan gawai. Kini, dengan kehadiran AI dan genome editing/sequencing dan cetak biru manusia super, kita juga memiliki kekhawatiran yang sama. Apakah kecemasan itu menjadi kenyataan atau kita bisa mengatasi temuan teknologi seperti yang terdahulu? Semuanya tergantung bagaimana kita mengantisipasi dan mengaturnya. Namun, sering kali kita berjalan tergopoh-gopoh dan tertinggal di belakang dalam kaitannya dengan temuan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti ini. Dan teknologi itu yang pada akhirnya menentukan manusia.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال