Fenomena Pemungutan Suara Ulang Pemilu 2024

(Sumber Gambar: Dok, Redaksi Kuliah Al-Islam)

KULIAHALISLAM.COM - Indonesia akan menyelenggarakan pemilu serentak tahun 2024 sesuai dengan ketentuan Pasal 22 E Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, serta anggota DPRD diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilu tahun 2024 di Indonesia menjadi tonggak penting dalam perkembangan demokrasi di negara ini. Pemilu tahun 2024 ini disebut sebagai Pemilu paling ruwet di seluruh dunia mengingat pemilihan anggota legislatif serta Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara serentak berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Pemilu diselenggarakan untuk mewujudkan tujuan demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan Pemilu harus mencerminkan nilai-nilai demokrasi. Sistem demokrasi perwakilan bertujuan agar kepentingan dan kehendak warga negara tetap dapat menjadi bahan pembuatan keputusan melalui orang-orang yang mewakili mereka. Dalam kontestasi pemilu di indonesia pemerintah tentunya telah menetapkan lembaga–lembaga sebagai pelaksana penyelengara, pengawas penyelengara dan pemeriksa penyelenggara yang memiliki tugas dan kewenangan masing-masing.

Pemilihan umum merupakan sebuah proses yang harus dijalani oleh sebuah negara demokratis dalam pemilihan pemimpin negaranya. Indonesia sebagai negara kesatuan yang bersifat demokratis juga tidak akan lepas dari proses pemilu. Dikarenakan proses pemilu melibatkan seluruh warga yang ada di negara tersebut, Indonesia yang rakyatnya tersebar luas memiliki kesulitan untuk melaksanakannya tanpa ada prosedur yang baik. Pemilu merupakan ritual setiap lima tahun sekali dan harus disambut dengan gembira. Pemilu adalah sarana integrasi bangsa, untuk memilih wakil rakyat, memilih pemimpin bukan untuk memecah belah bangsa. Kita boleh berbeda dalam segala hal, tapi perbedaan tidak harus disamakan atau diseragamkan.

Hari yang ditunggu akhirnya datang, Pemungutan Suara Pemilu 2024, Rabu 14 Februari 2024 segera dilaksanakan. Masyarakat antusias datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayahnya masing-masing untuk menyalurkan hak pilihnya, memilih calon anggota legislatif (DPR, DPRD provinsi dan DPRD kab/kota serta DPD) juga eksekutif calon presiden dan calon wakil presiden.

Dalam proses pemilihan dan pemungutan suara terdapat kendala-kendala, yakni logistik terkait adanya pengrusakan di Kab Paniai Papua Tengah, surat suara tertukar di 388 TPS tersebar pada 79 kab/kota pada 26 provinsi, namun permasalahan tersebut telah teridentifikasi dan dilakukan langkah sehingga pemungutan suara bisa berjalan kembali. Terdapat 668 TPS di 5 kab/kota di 4 provinsi yang berpotensi melaksanakan pemungutan suara susulan, pertama Kab Demak Jawa Tengah (108 TPS karena Banjir), Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau, (8 TPS karena kekurangan surat suara), Kab Paniai (92 TPS) dan Kab Puncak Jaya Papua Tengah (456 TPS) serta Kab Jayawijaya Papua Pegunungan (4 TPS karena gangguan keamanan). serta, wilayah lainnya yang melaksanakan pemilihan dan pemungutan suara.

Beberapa informasi perkembangan pemilu serentak tahun ini seperti potensi dilakukannya pemungutan suara ulang. Karena itu, KPU masih terus menghimpun perkembangan laporan dari KPU provinsi, KPU kab/kota terkait situasi yang dapat menjadi alasan dilakukannya pemungutan suara ulang. Adapun dasar dilakukan pemungutan suara ulang yakni rekomendasi Panwascam, yang bekerja pada ruang lingkup TPS yang potensial dilakukannya pemungutan suara ulang. Rekomendasi Panwascam kemudian disampaikan ke PPK dilaporkan kembali ke KPU kab/kota untuk diputuskan perlu tidaknya pemungutan suara ulang. Menurut UU Pemilu Pemungutan Suara Ulang yang memutuskan perlu tidaknya itu adalah KPU kab/kota, bisa saja karena penilaiannya sendiri, bisa juga karena rekomendasi Bawaslu.

Penyebab Pemungutan Suara Ulang

Fenomena Pemilihan dan Pemungutan Suara Ulang (PSU), pemilihan suara susulan dan lanjutan, ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya kasus tersebut, antar lain; Pertama, Faktor alam, tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi alam geografis Indonesia adalah berada dalam cuaca ekstrem, sehingga munculnya kerapkali cuaca hujan, angin topan dan sebagainya bisa saja terjadi suatu waktu dalam aktivitas umat manusia, lebih-lebih di musim politik dalam proses pemilu serentak penyelenggaraan pemilihan dan pemungutan suara di TPS, karena kondisi TPS di setiap wilayah mempunyai tantangan tersendiri, ada yang terletak di tengah kampung, halaman rumah warga, letak dekat sungai yang rawan banjir, dekat gunung yang rawan longsor, letak ditengah lapangan yang rawan diterpa angin kencang. Segala sesuatu faktor alamiah ini adalah diluar kendali, manusia hanya bisa berjaga-jaga mengantisipasi untuk mengurangi resiko terjadinya kejadian alamiah tersebut yang menerpa aktivitas manusia. kondisi banjir bandang, tanah longsor, hujan badai dan kondisi geografis antar wilayah dalam suatu kecamatan kota/kabupaten. Kedua, Faktor antusias, kondisi antar calon legislatif tingkat pusat dan daerah, serta pengaruh gairah dari timses maupun pendukung di suatu wilayah tertentu sehingga muncul ekskalasi konflik, ketegangan dan terjadi ancaman kriminalitas, pembakaran atau pembunuhan antar calon dan timses yang menyasar petugas penyelenggara pemilu dan warga masyarakat setempat. Ketiga, Faktor kelalaian, kondisi kelalaian, kecerobohan dan kesengajaan dalam berbuat curang merusak jalannya proses pemilihan dan pemungutan suara di suatu wilayah, seperti petugas penyelenggara tidak memahami aturan, tugas dan wewenang, tidak mau memeriksa dan menyediakan berkas, dokumen dan formulir prosedur pemilihan suara, tidak adanya nama-nama calon pemilih tetap, pemilihan pindah dan tambahan, maupun akses pemilih yang menderita disabilitas alamiah kejiwaan, mental dan pemilih berusia sepuh tua dan derita sakit' serta kondisi TPS yang tidak memadai mulai dari alur pendaftaran, letak bilik dan kotak suara, dan tempat duduk peserta warga yang mau memilih, pengawas dan pemantau tps, saksi-saksi parpol dan semua warga masyarakat yang terlibat dalam proses pemilihan dan pemungutan suara di lokasi.

Dengan demikian, fenomena kasus pemilihan dan pemungutan suara ulang dan lanjutan pada pemilu serentak 2024 ini perlu menjadi catatan serius bagi seluruh stakeholder penyelenggara pemilu baik dari tingkat pusat dan daerah, evaluasi serius dari pihak KPU RI, Bawaslu RI, pemerintah daerah, pihak keamanan dan seluruh warga masyarakat yang berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pemilu 2024 ini.

Refleksi Evaluasi

Adapun catatan yang dilakukan bersama-sama pihak terkait adalah, antara lain; Pertama, pihak KPU RI dan KPU daerah, pihak anggota KPU RI dan Daerah tidak hanya memberikan klarifikasi konferensi pers secara formalitas seremonial belaka ditingkat pusat, tetapi perlu memberikan himbauan dan wewenang kepada setiap penyelenggara dibawahnya terkait pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai aturan, tugas dan wewenang mulia dalam bertugas sehingga proses pelaksanaan pemilihan dan pemungutan suara ditingkat pusat, daerah dan wilayah terkecil menjadi terlaksana dengan lancar, teratur dan selesai. Karena, pihak komisioner atau anggota KPU RI sudah memberikan wewenang kepada penyelenggara tingkat bawahan untuk merealisasikan instruksi aturan yang berlaku. Sehingga, berjalan dengan baik dan benar dapat meminimalisir resiko kelalaian, kecurangan dan perbuatan yang tidak terduga/tidak diinginkan oleh semua pihak. Seperti, konflik, gesekan dan amarah masyarakat yang muncul tak terkendali. Dan masalah teknis seperti, tidak atau minimnya partisipasi warga dalam menggunakan hak pilih, tidak adanya nama-nama warga dalam daftar nama pemilih, munculnya nama-nama pemilih ganda, pemilih tak dikenal. Tidak atau kurangnya surat suara pemilih, hilangnya berkas, dokumen dan formulir terkait di lokasi, muncul gesekan konflik antar warga karena rasa diskriminasi dan intimidasi. Selain itu, tidak tidak kondusif nya dalam proses perhitungan suara karena petugas lemah tak berdaya, terlantar dan sakit, tidak adanya saksi dan pengawas tps, serta tidak teraturnya perhitungan suara, karena terdapat kekeliruan, kecurangan, penggelembungan suara dan sebagainya.

Kedua, pihak Bawaslu RI dan Pengawas Pemilu Daerah sampai Kelurahan. Pengawas kelurahan dan berada di TPS, hanya mengawasi proses pelaksanaan pemilihan dan dan pemungutan suara, mengamati kondisi berkas, dokumen dan formulir terkait daftar pemilih, surat pemberitahuan pemilih, kelayakan lokasi tps, bilik Suara dan kotak suara serta kebaikan dan kelancaran pemungutan suara. Serta, Pihak keamanan sipil, tentara, polisi dan petugas ketertiban (linmas) tingkat pusat, daerah hingga wilayah tingkat kelurahan.

Ketiga, Penyelenggara pemilu, KPPS dan Pengawas TPS bertugas di TPS, saksi-saksi parpol, pengawas tps dan masyarakat. Partai politik, calon pejabat dan pemerintahan (legislatif, yudikatif), Warga negara tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan tokoh pemuda setempat. Jika semua pihak penyelenggara pemilu ini menjalankan tugas, wewenang dan aturan yang berlaku maka pemilu serentak berjalan dengan baik, adil, bebas dan lancar karena setiap pihak sadar dengan tanggung jawabnya, menciptakan pemilu serentak dengan efektif efisien sesuai jadwal, tertib mendapatkan kepastian dan keputusan hasil perhitungan suara yang valid dan puas dari semua pihak yang berpartisipasi.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال