Maraknya Pemalsuan Hadis dan Upaya Mengatasi Pemalsuan Hadis

Penulis: Mufidatun Nada Al Ghifari* 

KULIAHALISLAM.COM - Hadis adalah sumber hukum kedua dalam Islam setelah Alqur'an, merupakan warisan berharga yang memberikan petunjuk dan pedoman bagi umat Muslim. Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang Hadis palsu yang banyak kita jumpai di sekitar kita atau bahkan tanpa sadar kita juga telah ikut mengamalkan hadis palsu atau hadis maudhu ini dan bagaimana cara kita untuk mengatasinya.

Hadis maudu`/palsu didefinisikan sebagai perkataan yang telah salah dan keliru yang dikaitkan dengan Rasulullah SAW, meskipun Rasul tidak mengatakan atau membuktikan hal-hal ini. Dilarang untuk menceritakan bagian-bagian dari hadis maudu' kecuali dipaksa untuk melakukannya dengan paksa atau jika hadis tersebut harus diserahkan kepada ahli ilmiah untuk dianalisis.[1]

Maksud dikaitkan atau disandarkan adalah diatas-namakan kepada Rasulullah SAW. Semisal, perawi berkata:

من عظم مولدي كنت شفيعا له يوم القيامة

“……Nabi SAW telah bersabda: barang siapa mengagungkan hari kelahiranku maka aku akan mensyafaatinya besok dihari kiamat….” (Al-Bantanî, t.t., hlm. 19). [2]

Bagi umat Islam yang sudah tahu bahwa hadis itu palsu, mereka telah sepakat bahwa dilarang keras untuk secara sengaja mengarang dan meriwayatkan hadis maudhu. Tidak ada dosa di atasnya, jika mereka yang meriwayatkannya dengan maksud menyangkal hadis (dengan menjelaskannya setelah mereka membaca atau meriwayatkannya).

Sumber utama pemalsuan hadis pada masa Rasulullah SAW adalah pusaran minat muamalah di kalangan masyarakat. Ada sejumlah alasan mengapa seseorang mengarang hadis setelah Nabi meninggal, terutama ketika Ali bin Abi Thalib mengambil peran sebagai khalifah. 

Umat Islam mencapai puncaknya ketika terpecah menjadi faksi-faksi: mereka yang mendukung Gubernur Mu'awiyah, mereka yang mendukung Khalifah Ali bin Abi Thalib, dan mereka yang menentang keduanya (khawarij).

Berbagai macam fakor yang melatar belakangi pemalsuan hadis dengan motif dan tujuan yang berbeda-beda, terdapat beberapa faktor yang melatar belakangi pemalsuan hadis diantaranya sebagai berikut; [3]

  1. Pertikaian politik
  2. Kebencian terhadap Islam
  3. Fanatisme mazhab dan kalam
  4. Fanatik (ta’assub)
  5. Kecenderungan sementara orang kepada kemauan penguasa
  6. Kecenderungan tukang cerita untuk menarik perhatian pendengarnya
  7. Kecintaan terhadap kebaikan, tetapi dengan jalan membodohi agama

Dari isu yang dipaparkan diatas muncul pertanyaan bagaimana cara kita menjaga kemurnian hadis di zaman sekarang? Dengan adanya tantangan ini, para ulama menanggapi adanya isu tersebut yaitu dengan upaya melestarikan keotentikan hadis Rasulullah SAW.

Pada masa Khulafaur Rasyidin, empat khalifah awal dalam agama Islam, kemurnian hadis masih sangat terjaga. Namun dalam perkembangannya, perjalanan suksesi beberapa kekhalifahan berikutnya diwarnai penyalahgunaan dan pemalsuan hadis. Hal ini lebih disebabkan oleh nafsu politik kekuasaan.

Dalam perkembangan selanjutnya, untuk menjaga keotentikan hadis, para ulama di samping melakukan klarifikasi hadis, juga melakukan penghimpunan dan kemudian dibukukan. Untuk hal ini, kadang seorang ulama harus melakukan perjalanan jauh hanya untuk melakukan klarifikasi kebenaran sebuah hadis. 

Kegigihan sahabat dan ulama dalam menggali dan memelihara suatu hadis menggambarkan betapa berat perjuangan mereka mendapatkan suatu kebenaran, karena seperti kita ketahui hadits merupakan salah satu sumber hukum/syariat Islam. 

Maka, keotentikan (keaslian) suatu hadits harus dijaga agar terhindar dari tahrif (penyimpangan). Bagaiman cara menjaganya? Salah satu caranya adalah dengan melacak sanad (jalur) periwayatannya, hingga kemudian dapat dipastikan bahwa suatu hadits benar-benar datang dari Rasulullah SAW.

Untuk mengetahui keotentikan suatu hadis perlu kita ketahui bagaimana ciri-ciri hadis maudu` terlebih dahulu. Para ulama telah menetapkan tanda-tanda atau ciri-ciri yang harus diperhatikan dengan seksama agar dapat membedakan mana hadis maudu’ dan bukan maudu’. 

Ciri-ciri itu sebagai berikut: [4]

a. Ciri-ciri yang terdapat pada sanad 

  1. pengakuan dari pembuat hadis maudu’ misalnya Maisaroh ibnu Abi Rabbih Al Farisi mengaku bahwa ia telah membuat hadis maudu’ tentang keutamaan keutamaan Alquran, beliau juga mengaku telah memaudhu’kan 70 hadis tentang keutamaan Ali RA.
  2. kenyataan sejarah bahwa perawi itu tidak bertemu/tidak sezaman dengan orang yang dikatakan gurunya. 
  3. keadaan perawi itu sendiri terkenal dengan kedustaannya. 

b. Ciri-ciri yang terdapat pada matan 

  1. berlawanan dengan pendapat akal 
  2. berlawanan dengan Alquran 
  3. berlawanan dengan sunnah atau hadis mutawatir
  4. berlawanan dengan ijma’

Cara untuk membedakan hadis asli dan palsu, antara lain:

  1. Melihat sanad hadis, yaitu rantai perawi hadis. Hadis yang memiliki sanad yang jelas dan terpercaya lebih mungkin dianggap sebagai hadis asli.
  2. Memeriksa matan hadis, yaitu isi dari hadis tersebut. Hadis yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak mengandung kesalahan logika lebih mungkin dianggap sebagai hadis asli.
  3. Memeriksa kualitas perawi hadis, yaitu kejujuran, kecerdasan, dan integritas perawi. Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya dan memiliki reputasi baik lebih mungkin dianggap sebagai hadis asli.
  4. Memeriksa kesesuaian hadis dengan konteks sejarah dan sosial saat itu. Hadis yang sesuai dengan konteks sejarah dan sosial saat itu lebih mungkin dianggap sebagai hadis asli.
  5. Memeriksa konsistensi hadis dengan sumber-sumber lain, seperti Alquran dan hadis-hadis lain yang telah diakui keasliannya. [5]

Maraknya pemalsuan hadis dapat menimbulkan dampak negatif, Dampak tersebut antara lain adalah:

  1. Menimbulkan dan mempertajam perpecahan di kalangan umat Islam
  2. Mencemarkan pribadi Nabi Muhammad saw
  3. Jauhnya dari Ahlulbait as
  4. Peniadaan sebagian hadis sahih
  5. Kesulitan dalam menemukan hadis-hadis sahih [6]

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi pemalsuan hadis, antara lain:

  1. Selektif dalam menerima sanad hadis. Para ulama dari kalangan sahabat dan tabiin sangat selektif dalam menukil hadis-hadis. Mereka menanyakan tentang sanad dan melihat kepada Ahlussunnah serta meninggalkan hadis-hadis dari ahli bid'ah.
  2. Mengkritik para perawi. Para ulama melakukan penelitian terhadap para perawi serta mengkritik mereka yang dianggap tidak terpercaya.
  3. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hadis. Dalam rangka mengatasi pemalsuan hadis, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hadis dan bagaimana membedakan hadis asli dan palsu.
  4. Meningkatkan kualitas pendidikan agama. Pendidikan agama yang berkualitas dapat membantu masyarakat memahami ajaran Islam dengan benar dan membedakan hadis asli dan palsu.
  5. Meneliti sanad hadis. Penelitian sanad hadis merupakan salah satu upaya selektif terhadap penerima hadis [7]

Refrensi:

Dzakiy, Ahmad Farih, Anisa Dwi Ustadiyah, and Luqman Hakim. “Hadis Palsu, Pemalsuan Dan Pencegahannya Di Era Digital” 1, no. 2 (2022). 

Fuqohak, Mukhamad Agus Zuhurul. “MENELADANI STRATEGI AHLI HADIS DALAM MENYELEKSI RIWAYAT HOAX.” Riwayah : Jurnal Studi Hadis 4, no. 2 (December 25, 2018): 337. https://doi.org/10.21043/riwayah.v4i2.4519. 

Masud, Abdullah. “SEJARAH HADITS MAWDU’ DALAM MUSTALAHUL HADITS.” Jurnal Keislaman 1, no. 1 (October 14, 2021): 133–41. https://doi.org/10.54298/jk.v1i1.3356.

Sati, Ali. “HADIS PALSU DAN HUKUM MERIWAYATKANNYA.” Jurnal el-Qanuniy: Jurnal Ilmu-Ilmu Kesyariahan dan Pranata Sosial 4, no. 1 (June 30, 2018): 1–15.

faizah, ica. “Jurnal Holistic Al-Hadis ,.” Jurnal Holistic Al-Hadis 6, no. 2 (2020): 4. http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/holistic/article/download/3250/2655.

Hadis, Pemalsuan, and Upaya Mengatasinya. “30627-ID-Pemalsuan-Hadis-Dan-Upaya-Mengatasinya” XIV (2013): 198–212.

“JURNAL_Jan_2017.Pdf,” n.d.

[1]  Abdullah Masud, “SEJARAH HADITS MAWDU’ DALAM MUSTALAHUL HADITS,” Jurnal Keislaman 1, no. 1 (October 14, 2021): 133–41, https://doi.org/10.54298/jk.v1i1.3356.

[2] Mukhamad Agus Zuhurul Fuqohak, “MENELADANI STRATEGI AHLI HADIS DALAM MENYELEKSI RIWAYAT HOAX,” Riwayah : Jurnal Studi Hadis 4, no. 2 (December 25, 2018): 6, https://doi.org/10.21043/riwayah.v4i2.4519.

[3]  Ahmad Farih Dzakiy, Anisa Dwi Ustadiyah, and Luqman Hakim, “Hadis Palsu, Pemalsuan Dan Pencegahannya Di Era Digital” 1, no. 2 (2022): 8.

[4]  Musthafa zahri, kunci memahami musthalahul hadis, bina ilmu, Surabaya, 1995. hal. 83-85 Fuqohak, “MENELADANI STRATEGI AHLI HADIS DALAM MENYELEKSI RIWAYAT HOAX.”


[5] “JURNAL_Jan_2017.Pdf,” n.d.
[6] ica faizah, “Jurnal Holistic Al-Hadis ,” Jurnal Holistic Al-Hadis 6, no. 2 (2020): 4, http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/holistic/article/download/3250/2655.
[7] Pemalsuan Hadis and Upaya Mengatasinya, “30627-ID-Pemalsuan-Hadis-Dan-Upaya-Mengatasinya” XIV (2013): 198–212.

*) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Editor: Adis Setiawan



Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال