Kesehatan Mental Menurut Agama Islam

Penulis: Aprilia Keisya Sukma Dewi*

Abstrak

KULIAHALISLAM.COM - Kesehatan sangat penting dalam hidup karena merupakan batu loncatan untuk melakukan segala aktivitas untuk mencapai tujuan hidup, jika kesehatan terganggu maka akan mempengaruhi semua hasil yang kita capai dalam tujuan hidup nantinya. 

Sehat adalah kondisi yang diinginkan setiap manusia, tidak ada manusia yang ingin sakit. Namun, keadaan sehat dan sakit adalah suatu kontinum pada manusia. 

Memang, menentukan batasan serta ukuran untuk kesehatan dan penyakit bukanlah hal yang mudah, terutama jika harus menilai keduanya. Oleh karena itu, kesehatan mental bukanlah ukuran statistik yang statis, melainkan kondisi yang relatif dan dinamis. 

Tujuan agama dan kesehatan mental dapat diintegrasikan untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia. Integrasi ini mempunyai alternatif yang pertama, agama sebagai materi atau isi bagi upaya penciptaan kesehatan mental. Kedua, tujuan hakiki seseorang beragama untuk mencapai kesehatan mental. Ketiga, kesehatan mental dapat dijadikan sebagai sarana bagi penanaman sikap beragama. Keempat, kesehatan mental dapat dicapai dengan penghayatan agama yang baik.

Pendahuluan

Kesehatan mental bisa juga disebut kesehatan psikis baik dalam keadaan sehat utuh secara fisik, rohani, dan keadaan sosial lainnya. Al Ghazali mengatakan bahwa seseorang yang mengalami gangguan jiwa berarti dalam keadaan sakit (gangguan mental) kecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah SWT agar terbebas dari penyakit mental seperti para nabi dan rasul Allah. 

Orang dengan psikosis memiliki ciri-ciri seperti nifak, hawa nafsu yang berlebihan, berlebihan dalam berbicara, marah, cemburu/iri hati, cinta dunia, cinta harta benda, ria, takabbur, sombong dan ghurur. 

Alqur’an sebagai sumber primer ajaran Islam telah menyebutkan kata jiwa (nafs) kurang lebih 305 kali, baik dalam bentuk mufrad (singular) maupun dalam bentuk jama’ (plural). Lebih spesifik, Islam mempunyai ajaran yang mengandung terapi kejiwaan, seperti: ajaran keimanan, ketaqwaan, ibadah, shalat, puasa, haji, sabar, taubat dan lainnya. 

Usman Najati (2001), berpendapat bahwa dorongan atau motivasi adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas. Dalam pandangan psikologi, kesehatan mental dapat didefinisikan menjadi dua pola yaitu pola negatif yang mendefinisikan kesehatan mental sebagai suatu kondisi terhindarnya seseorang dari segala gangguan neurosis dan psikosis. [1]

Pola kedua adalah pola positif yang mendefinisikan kesehatan mental sebagai kemampuan individu dalam penyesuaian diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya. Ilmu kesehatan mental merupakan salah satu cabang termuda dari ilmu jiwa, yang berkembang pada akhir abad ke-19 M dan sudah ada di Jerman sejak tahun 1875 M pada abad ke-1. 

Namun demikian, sebenarnya para nabi sejak nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW telah terlebih dahulu berbicara hakikat jiwa, penyakit jiwa, dan kesehatan jiwa yang terkandung dalam al-Qur’an yang di wahyukan Allah SWT. 

Menurut Islam, kesehatan mental adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik (biologis), intelektual (akal/kognitif), emosional (emosional) dan spiritual (religius) seseorang secara optimal dan perkembangan itu berlangsung selaras dengan keadaan lingkungan. yang lain. 

Metode

Metode dalam pembahasan yang digunakan dalam artikel ini adalah studi pustaka (library research) yaitu metode dengan pengumpulan data dengan cara memahami dan mempelajari teori-teori dari berbagai literatur yang berhubungan dengan pembahasan ini

Pembahasan

Dalam Islam, ada tiga strategi untuk mewujudkan kesehatan mental: metode peningkatan dimensi spiritual, metode penguasaan dimensi biologis, dan metode mempelajari topik-topik yang urgen bagi kesehatan jiwa. 

Islam sejak awal menyeru manusia untuk bertakwa dan bertakwa kepada Allah agar tercapai kedamaian dan ketentraman jiwa yang hakiki. Jika cara ini diikuti, akan berdampak signifikan pada perubahan kepribadian orang, dan pengalaman itu dapat dirasakan dengan baik dalam pengalaman spiritual. 

Bisa juga dibuktikan jika otak dipindai dengan alatalat untuk ketenangan dan kesehatan mental, sehingga menjadi jiwa yang tidak lagi memikirkan hal-hal. sesuatu yang sangat mereka khawatirkan, seperti ketakutan akan kematian, ketakutan akan kemiskinan, ketakutan akan bencana, dan ketakutan terhadap sesama manusia. 

Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam musyawarah Nasional tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan social yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan (tuntunan-Nya), dan memelihara serta mengembangkannya. [3]

Dalam ayat-ayat Alquran banyak berkaitan dengan kesehatan mental yaitu dalam berbagai istilah yang dipakai sebagai sesuatu yang ingin diraih oleh manusia. Istilah-istilah tersebut adalah kebahagian (sa‟adal), keselamatan (hajat), kemakmuran (falah), dan kesempurnaan (al-kamal). 

Manusia dan kesehatan mental dalam pandangan Islam berbeda dengan aliran-aliran di atas. Pandangan Islam bahwa manusia diciptakan untuk tujuan-tujuan tertentu:

  1. Menjadi hamba yang mengabdi kepada Allah SWT.
  2. Menjadi khalifah yang mengolah dan memanfaatkan alam untuk kepentingan makhluk hiudp dalam ubudiyah kepada Allah SWT.

Supaya tujuan-tujuan itu dapat dicapai, manusia telah diberi bermacam otensi-potensi yang harus dikembangkan serta dimanfaatkan. Jadi menurut pandangan Islam kesehatan mental yaitu pengembangan dan pemanfaatan potensi dengan sebaik-baiknya, berdasarkan pada niat ikhlas beribadah hanya kepada Allah SWT. 

Orang yang memiliki sehat mental dalam pandangan Islam yaitu seseorang yang berperilaku, berpikir, dan perasaannya berdasarkan sesuai pada ajaran agama Islam. Jadi seseorang yang mentalnya sehat adalah yang dalam diri seseorang adanya keterkaitan antara perilaku, perasaan dan pikiran serta jiwa beragama. [3]

Kesimpulan

Kesehatan manusia berawal dari kesehatan jiwanya, yakni hati. Hati yang sarat dengan keimanan kepada Allah, selalu mendekatkan diri kepada-Nya melalui takwa, ibadah, dan patuh. Jika hati manusia sehat atau baik dan sarat dengan cahaya iman, maka manusia akan sehat secara raga, tingkah lakunya lurus, akhlaknya baik dan menjadi manusia yang mulia. Kesehatan mental memiliki beragam perspektif yang berkaitan dengan pemahaman, agama, kualitas hidup, dan lingkungan individu. 

Penelitian mengungkapkan perbedaan konsep kesehatan mental, mulai dari fokus pada dinamika jiwa hingga definisi yang lebih kontemporer yang menekankan kesejahteraan jiwa yang berdampak pada kehidupan yang harmonis dan produktif. Agama, khususnya Islam, juga memiliki peran penting dalam pemahaman kesehatan mental dengan menekankan iman dan amal saleh sebagai faktor yang menjaga kesehatan mental. 

Kesehatan mental juga memiliki dampak signifikan pada kualitas hidup individu dengan menciptakan kemampuan untuk mengembangkan sumber daya psikologis dan sosial yang mencegah masalah perilaku.

*) Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung.

[1] Siregar, R. (2020). Pendekatan-pendekatan islam untuk mencapai kesehatan mental. Jurnal Al-Irsyad: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 2(2), 251-264

[2] Ahsin W. Al-Hafidz, Fikih Kesehatan (Jakarta: Amzah, 2010), h. 4

[3] Ariadi, P. (2019). Kesehatan mental dalam perspektif Islam. Syifa'MEDIKA: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 3(2), 118-127.

Daftar Pustaka

Ahsin W. Al-Hafidz, 2010 Fikih Kesehatan, Jakarta: Amzah.

Ariadi, P. (2019). Kesehatan mental dalam perspektif Islam. Syifa'MEDIKA: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 3.

Siregar, R. (2020). Pendekatan-pendekatan islam untuk mencapai kesehatan mental. Jurnal Al-Irsyad: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 2(2).

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال