Meneladani Akhlak Mulia Kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW Dalam Islam

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)


KULIAHALISLAM.COM - Akhlak berasal dari bahasa arab “akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari khuluqun, yang artinya penciptaan yang esensinya adalah dorongan halus untuk selalu mencintai kebajikan dan kebenaran atau kepribadian. Secara bahasa, terma khuluqun bermakna budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Persesuaian kata di atas mengindikasikan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq [pencipta] dengan perilaku makhluq [manusia].

Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk. 

Secara terminologi, para pakar berbeda-beda mendefinisikannya, di antaranya adalah;

a] Imam al-Ghazali menyebut akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran; 

b] Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan. Maksudnya, sesuatu yang mencirikan akhlak itu ialah kehendak yang dibiasakan, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak; Ahmad Amin menjelaskan arti kehendak itu ialah ketentuan daripada beberapa keinginan manusia, sedangkan kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Gabungan dari kehendak dan kebiasaan inilah yang melahirkan kekuatan pada diri manusia untuk melakukan perbuatan; 

c] Ibnu Miskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi diri atau jiwa yang mendorong (diri atau jiwa itu) untuk melakukan perbuatan dengan senang tanpa didahului oleh daya pemikiran karena sudah menjadi kebiasaan;

d] Abdul Hamid Yusuf mengatakan akhlak adalah ilmu yang memberikan keterangan tentang perbuatan yang mulia dan memberikan cara-cara untuk melakukannya;

e] Ja’ad Maulana menjelaskan akhlak adalah ilmu yang menyelidiki gerak jiwa manusia, apa yang dibiasakan mereka dari perbuatan dan perkataan dan menyingkap hakikat-hakikat baik dan buruk.

Menurut M. Abdullah Darraz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai akhlak apabila memenuhi dua indikator, yakni; Pertama, perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali sehingga perbuatan-perbuatan itu menjadi kebiasaan; Kedua, perbuatan-perbuatan itu dilakukan dengan kehendak sendiri, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari eksternal seperti ancaman dan paksaan atau sebaliknya melalui bujukan dan rayuan.

Definisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:

Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.

Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.

Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.

Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.

Dalam kebahasaan akhlak sering disinonimkan dengan etika, karakter, dan moral. Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahasa tentang tingkah laku manusia.

Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.

Apabila kita menelusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadis dan Al-Qur'an.

Dalam kacamata akhlak, tidaklah cukup iman seseorang hanya dalam bentuk pengakuan, apalagi kalau hanya dalam bentuk pengetahuan. Yang “kaffah” adalah iman,ilmu dan amal. Amal itulah yang dimaksud akhlak . Tujuan yang hendak dicapai dengan ilmu akhlak adalah kesejahteraan hidup manusia di dunia dan kebahagian hidup di akhirat. Dari satu segi akhlak adalah buah dari tasawuf (proses pendekatan diri kepada Tuhan).

Aktualisasi Akhlak Dalam Masyarakat

1. Akhlak terhadap Allah,

a. Mentauhidkan Allah, b. Banyak Berzikir pada Allah, c. Berdo’a kepada Allah swt. d. Bertawakal Hanya pada Allah, e. Berhusnudzhon kepada Allah

2. Akhlak terhadap Rasulullah,

a. Mengikuti atau menjalankan sunnah Rosul, b. Bersholawat Kepada Rosul

3. Akhlak Terhadap diri sendiri,

a. Sikap sabar, b. Sikap Syukur, c. Sikap Tawadlhu’, d. Bertaubat

4. Akhlak Terhadap Sesama Manusia,

a. Merajut Ukhuwah atau Persaudaraan, b. Ta’awun atau saling tolong menolong, c. Suka memaafkan kesalahan orang lain, d. Menepati Janji

5. Akhlak Terhadap sesama Makhluk,

a. Tafakur (Berfikir), b. Memanfaatkan Alam

Al-Ghozali menjelaskan bahwa mencapai akhlak yang baik ada tiga cara;

1. Akhlak merupakan anugrah dan rahmat Allah, yakni orang memiliki akhlak baik secara alamiah (bi al-thabi’ah wa al-fitroh). Sesuatu yang diberikan Allah kepada seseorang sejak ia dilahirkan.

2. Mujahadah, selalu berusaha keras untuk merubah diri menjadi baik dan tetap dalam kebaikan, serta menahan diri dari sikap putus asa.

3. Riyadloh, adalah melatih diri secara spiritual untuk senantiasa dzikir (ingat) kepada Allah.

Al-Ghazali juga berpendapat bahwa upaya mengubah akhlak buruk adalah kesadaran seseorang akan akhlaknya yang jelek. Ada empat cara untuk dapat membantu seseorang mengubah akhlaknya yang jelek menjadi baik, caranya sebagai berikut;

1. Menjadikan murid seorang pembimbing spiritual (syekh).

2. Minta bantuan seorang yang tulus, taat, dan punya pengertian.

3. Berupaya untuk mengetahui kekurangan diri kita dari seseorang yang tidak senang (benci) dengan kita.

4. Bergaul bersama orang banyak dan memisalkan kekurangan yang ada pada orang lain bagaikan yang ada pada kita.

Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia yang baik maupun yang buruk sebagai individu maupun sosial. Tapi sebagian orang juga menyebutkan ilmu akhlak adalah tingkah laku manusia, namun perlu ditegaskan bahwa yang dijadikan obyek kajian ilmu akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan, sebenarnya mendarah daging dan telah dilakukan secara continue atau terus menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya.

Secara umum akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia (al-akhlaq al-mahmudah/al-karimah) dan akhlak tercela (al-akhlaq al-madzmumah/qabihah). Akhlak mulia adalah yang harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan akhlak tercela adalah akhlak yang harus kita jauhi jangan sampai kita praktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Dilihat dari ruang lingkupnya akhlak Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap khaliq (Allah Swt) dan akhlak terhadap makhluq (selain Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda mati.

1. Akhlak terhadap Allah swt

Allah swt. adalah Al-Khaliq (Maha pencipta) dan manusia adalah makhluk (yang diciptakan). Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat, berkewajiban untuk berakhlak baik kepada Allah Swt.

Dengan cara menjaga kemauan dengan meluruskan ubudiyah dengan dasar tauhid, menaati perintah Allah atau bertakwa, ikhlas dalam semua amal, cinta kepada Allah, takut kepada Allah, berdoa dan penuh harapan (raja’) kepada Allah swt., berdzikir, bertawakal setelah memiliki kemauan dan ketetapan hati, bersyukur, bertaubat serta istighfar bila berbuat kesalahan, rido atas semua ketetapan Allah, dan berbaik sangka pada setiap ketentuan Allah. 

2. Akhlak terhadap Sesama Manusia

Akhlak terhadap sesama manusia harus dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah saw., sebab Rasulullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya sendiri. Diantara bentuk akhlak kepada Rasulullah adalah cinta kepada Rasul dan memuliakannya, taat kepadanya, serta mengucapkan shalawat dan salam kepadanya.

Untuk berakhlak kepada dirinya sendiri, manusia yang telah diciptakan dalam sibghah Allah swt. dan dalam potensi fitriahnya berkewajiban menjaganya dengan cara memelihara kesucian lahir dan batin, memelihara kerapihan, tenang, menambah pengetahuan sebagai modal amal, membina disiplin diri dan lain-lainnya.

Selanjutnya yang terpenting adalah akhlak dalam lingkungan keluarga. Akhlak terhadap keluarga dapat dilakukan misalnya dengan berbakti kepada kedua orang tua, bergaul dengan ma’ruf, memberi nafkah dengan sebaik mungkin, saling mendoakan, bertutur kata lemah lembut, dan lain sebagainya.

Setelah pembinaan akhlak dalam lingkungan keluarga, yang juga harus kita bina adalah akhlak terhadap tetangga. Membina hubungan baik dengan tetangga sangat penting, sebab tetangga adalah sahabat yang paling dekat. Bahkan dalam sabdanya Nabi saw menjelaskan: “Tidak henti-hentinya Jibril menyuruhku untuk berbuat baik pada tetangga, hingga aku merasa tetangga sudah seperti ahli waris”(HR. al-Bukhari).

Bertolak dari hal ini Nabi saw. memerinci hak tetangga sebagai berikut: “Mendapat pinjaman jika perlu, mendapat pertolongan kalau minta, dikunjungi bila sakit, dibantu jika ada keperluan, jika jatuh miskin hendaknya dibantu, mendapat ucapan selamat jika mendapat kemenangan, dihibur jika susah, diantar jenazahnya jika meninggal dan tidak dibenarkan membangun rumah lebih tinggi tanpa seizinnya, jangan susahkan dengan bau masakannya, jika membeli buah hendaknya memberi atau jangan diperlihatkan jika tidak memberi”(HR. Abu Syaikh).

Setelah selesai membina hubungan dengan tetangga, tentu saja kita bisa memperluas pembinaan akhlak kita dengan orang-orang yang lebih umum dalam kapasitas kita masing-masing. Dalam pergaulan kita di masyarakat bisa saja kita menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan mereka, entah sebagai anggota biasa maupun sebagai pemimpin. Sebagai pemimpin, kita perlu menghiasi dengan akhlak yang mulia. Karena itu, pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti berikut:

a. Beriman dan bertakwa, b. Berilmu pengetahuan, c. Memiliki keberanian dan kejujuran, d. Lapang dada, e. Penyantun, f. Tekun dan sabar.

Dari bekal sikap inilah pemimpin akan dapat melaksanakan tugas dengan cara mahmudah, yakni memelihara amanah, adil, melayani dan melindungi rakyat, seperti sabda Nabi: “Sebaik-baik pemimpin adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian”(HR. Muslim), bertanggung jawab, membelajarkan rakyat, seperti sabda Nabi: “Hubunganku dengan kalian seperti bapak dengan anak di mana aku mengajari”(HR. Ibnu Majah). Sedangkan kewajiban rakyat adalah patuh. Selain itu, adapun akhlak dalam bernegara meliputi kepatuhan terhadap Ulil Amri selama tidak bermaksiat kepada agama, ikut serta dalam membangun Negara dalam bentuk lisan maupun fikiran.

3. Akhlak kepada Lingkungan

Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, yakni binatang, tumbuhan, dan benda mati. Akhlak yang dikembangkan adalah cerminan dari tugas kekhalifahan di bumi, yakni untuk menjaga agar setiap proses pertumbuhan alam terus berjalan sesuai dengan fungsi ciptaan-Nya. Dalam al-Quran dijelaskan bahwa binatang melata dan burung-burung adalah seperti manusia yang menurut Qurtubi tidak boleh dianiaya. Baik di masa perang apalagi ketika damai akhlak Islam menganjurkan agar tidak ada pengrusakan binatang dan tumbuhan kecuali terpaksa, tetapi sesuai dengan sunnatullah dari tujuan dan fungsi penciptaan.

Pembahasan

Pengertian Akhlak Mahmudah

Akhlak mahmudah (terpuji) adalah perbuatan yang dibenarkan oleh agama (Allah dan RasulNya). Contohnya: disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun, syukur nikmat, hidup sederhana, rendah hati, jujur, rajin, percaya diri, kasih sayang, taat, rukun, tolong-menolong, hormat dan patuh, sidik, amanah, tablig, fathanah, tanggung jawab, adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis, qana’ah, dan tawakal, ber-tauhiid, ikhlaas, khauf, taubat, ikhtiyaar, shabar, syukur, tawaadu’, husnuzh-zhan, tasaamuh dan ta’aawun, berilmu, kreatif, produktif, akhlak dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu, adil, rida, amal salih, persatuan dan kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja, serta pengenalan tentang tasawuf.

“Baik” dalam bahasa Arab disebut “khair”, dalam bahasa Inggris disebut “good”. Dari beberapa kamus dan ensiklopedia diperoleh pengertian “baik” sebagai berikut:

1. Baik berarti sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan.

2. Baik berarti yang menimbulkan rasa keharuan dalam keputusan, kesenangan persesuaian, dst.

3. Baik berarti sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan dan member keputusan.

4. Sesuatu yang dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, member perasaan senang atau bahagia, bila ia dihargai secara positif.

Jadi, akhlakul karimah berarti tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah. Akhlakul karimah dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang terpuji. Orang yang memiliki akhlak terpuji ini dapat bergaul dengan masyarakat luas karena dapat melahirkan sifat saling tolong menolong dan menghargai sesamanya. Akhlak yang baik bukanlah semata-mata teori yang muluk-muluk, melainkan akhlak sebagai tindak tanduk manusia yang keluar dari hati. Akhlak yang baik merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya.

Bentuk-Bentuk Akhlak Mahmudah

Rasulullah saw. menganjurkan umatnya agar memiliki akhlak mahmudah (akhlak terpuji). Allah swt. menyukai sifat-sifat baik tersebut, diantaranya sebagai berikut: 1). Sifat Sabar. 2). Sifat Benar atau Jujur (Shidiq). 3). Sifat Amanah. 4). Sifat Adil. 5). Sifat Kasih Sayang. 6). Sifat Hemat. 7). Sifat Berani (Syaja’ah). 8). Bersifat Kuat (Al-Quwwah). 9). Sifat Malu (al-Haya’). 10). Memelihara Kesucian Diri (al-‘Iffah). 11). Menempati Janji. Contoh-contoh akhlak mahmudah yang meliputi, 1). Ikhlas. 2). Amanah. 3). Adil. 4). Bersyukur. 5). Rasa malu.(AQIDAH AKHLAK. Penulis: Dr. H. Muhammad Amri, Lc. M.Ag. dkk. Penerbit: Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Cetakan I, Oktober 2018).

Macam-Macam Akhlak Terpuji (Mahmudah)

Akhlak Terhadap Allah Swt

1. Mentauhidkan Allah Swt. 2. Taubat. 3. Husnuzhan (Berbaik Sangka). 4. Dzikrullah. 5. Tawakal. 6. Tadharru (Merendahkan Diri kepada Allah)

Akhlak Terhadap Rasulullah Saw

1. Mencintai Rasulullah Saw. 2. Mengikuti dan Menaati Rasulullah Saw. 3. Mengucapkan Salawat dan Salam kepada Rasulullah Saw

Akhlak Terhadap Diri Sendiri

1. Sabar. 2. Syukur. 3. Amanat. 4. Jujur. 5. Al-Haya (Malu).

Akhlak Terhadap Keluarga

1. Berbakti kepada Kedua Orangtua. 2. Bersikap Baik kepada Saudara. 3. Membina dan Mendidik Keluarga. 4. Memelihara Keturunan

Akhlak Terhadap Masyarakat

1. Berbuat Baik Kepada Tetangga. 2. Ta'awun (Saling Menolong). 3. Tawadhu (Merendahkan Diri terhadap Sesama). 4. Hormat kepada Teman dan Sahabat. 5. Silaturahim dengan Kerabat

Akhlak Terhadap Lingkungan

1. Lingkungan Alam dan Sekitar. 2. Cinta kepada Tanah Air dan Negara

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya akhlak dalam pandangan Islam. Islam begitu memperhatikan berbagai macam aspek kehidupan yang dijalani manusia. Segala hal yang dilakukan manusia mengenai bagaimana bersikap/berakhlak telah dijelaskan dalam ajaran Islam, baik itu yang berhubungan manusia dengan Tuhannya maupun manusia dengan sesamanya. Hal ini tidak lain dan tidak bukan bertujuan untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan yang dijalani manusia itu sendiri.

Bahwa akhlak manusia terhadap dirinya sendiri ialah berupa upaya menyeimbangkan jasmani dan rohani diri, tanpa pemaksaan salah satu dari keduanya, dan memelihara diri dengan sifat terpuji seperti syukur, ikhlas, sabar, pemaaf, dan amanah. Selanjutnya, akhlak manusia terhadap Allah swt sebagai Sang Pencipta ialah taat beribadah dan memelihara kelangsungan kehidupan sebagai khalifatullah fil ardh. Adapun akhlak manusia terhadap Rasulullah saw. yaitu meneladani kehidupan beliau dan melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan perkataan, perbuatan, dan penetapan yang dicontohkan Rasulullah saw.

Bahwa yang dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah perilaku manusia yang baik dan disenangi menurut individu maupun sosial, serta sesuai dengan ajaran yang bersumber dari Tuhan. Akhlak mahmudah dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak madzmumah, dilahirkan oleh sifat-sifat madzmumah.

Macam-macam akhlak terpuji di antaranya akhlak terhadap Allah Swt. yakni dengan cara menauhidkan Allah, bertobat kepada-Nya, berhusnuzhan, bertawakal, dan bertadharu kepada-Nya. Akhlak terhadap Rasulullah Saw. yakni dengan cara mencintainya, mengikuti dan menaati segala tuntunannya, mengucapkan salawat dan salam kepadanya. Akhlak terhadap diri sendiri yakni dengan cara senantiasa bersikap sabar, bersyukur, amanat, jujur dalam segala hal, dan menanamkan sifat malu dalam diri.

Kemudian, akhlak terhadap keluarga yakni dengan cara berbakti kepada kedua orangtua, bersikap baik kepada saudara, membina dan mendidik keluarga dengan nilai-nilai Islam, dan memelihara keturunan agar senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam. Akhlak terhadap masyarakat yakni di antaranya dengan cara berbuat baik kepada tetangga, saling tolong-menolong dalam kebaikan dan hak, bersikap tawadhu dan tidak sombong, hormat kepada teman dan sahabat, serta menjaga hubungan silaturahim dengan kerabat. Dan akhlak terhadap lingkungan yakni dengan cara menjaga kelestarian alam agar manusia dapat mengambil dan mengolahnya untuk beribadah, dan dengan cara cinta tanah air dan negara. Hal tersebut adalah dengan cara menjaga keamanan, ketertiban dan kelestariannya.

Referensi

AQIDAH AKHLAK. Penulis: Dr. H. Muhammad Amri, Lc. M.Ag. dkk. Penerbit: Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Cetakan I, Oktober 2018.

MISYKAT AL-ANWAR: JURNAL KAJIAN ISLAM DAN MASYARAKAT. Akhlak Terpuji dan Implementasinya di Masyarakat. Oleh: Agus Syukur, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. VOLUME 3, NO 2, 2020.

AKHLAK TERHADAP ALLAH DAN RASULULLAH SAW. Oleh: Akilah Mahmud, Dosen Aqidah & Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Alauddin Makassar. Sulesana Volume 11 Nomor 2 Tahun 2017. 

Akhlak Muslim: Membangun Karakter Generasi Muda. Oleh: M. Imam Pamungkas. Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Bandung. Jurnal Pendidikan Universitas Garut. Vol. 08; No. 01; 2014.

MUAMALAH DAN AKHLAK DALAM ISLAM. Muhammad Nuruzzaman Syam. Mahmud Arif. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Manarul Quran: Jurnal Studi Islam. Volume.22. No.1. Juni 2022.

Aplikasi Akhlak Manusia Terhadap Dirinya, Allah SWT., dan Rasulullah SAW. Oleh: Ira Suryani1, Wahyu Sakban2. 1,2 Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan. Volume 6 Nomor 1 Tahun 2022.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال