Maulid Nabi Muhammad SAW: Makna, Sejarah dan Hikmahnya di Masa Kini

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)







KULIAHALISLAM.COM - Nabi Muhammad Shallahu Alaihi Wassallam (SAW) menjadi tokoh yang sangat penting di dalam keberadaan agama Islam di Bumi ini (Yamin, 2017). Setiap umat islam harus meyakini keberadaan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT). Sebagai utusan, Nabi Muhammad SAW telah memberikan banyak contoh akhlaq yang mulia baik saat berhubungan dengan Allah SWT maupun kepada sesama manusia (Gade, 2019; Anggraini, et al., 2021). Oleh karena itu, wajib bagi umat islam untuk senantiasa mencontoh dan meniru apa saja yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW (Marzuki, 2008; Al Ghozali & Sirojudin, 2021).

Seiring dengan perubahan zaman yang menuju zaman akhir dari dunia ini, keimanan ummat islam, terutama bagi warga Indonesia, menjadi semakin memudar. Hal ini dapat dibuktikan dengan menurunnya minat ummat islam untuk shalat berjamaah di masjid, minat untuk membaca Al-Qur’an yang mulai menipis, serta sedikitnya ummat islam yang mengikuti majelis ilmu (Alansyari, 2021; Al-Ghozali, et al., 2021). Oleh karena itu, melalui momen perayaan maulid Nabi Muhammad ini diharapkan ummat islam yang ada di Indonesia ini dapat meningkatkan semangat keimanan seperti yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW dengan melalui metode-metode tertentu.(Peningkatkan Semangat Keimanan melalui Perayaan Maulid Nabi Muhammad. Aslam Chitami Priawan Siregar1*, Ni’matut Tamimah2. 1 Sistem Komputer, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 2 Teknik Perpipaan, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Jumat KEAGAMAAN: JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT. Vol. 3, No. 3, Desember 2022. Hlm 1).

Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW

Perayaan maulid Nabi Muhammad SAW, merupakan salah satu fenomena sosial keagamaan masyarakat di Indonesia. Perayaan maulid menggambarkan eksistensi budaya lokal yang sarat dengan nuansa keagamaan dan diwariskan secara turun-temurun pada suatu masyarakat. Perayaan maulid tersebut, menurut Murtadha Al-Amily, merupakan manifestasi rasa kecintaan kepada Nabi dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjadikannya sebagai wasilah untuk membersihkan diri dan memurnikannya.

Perbedaan pandangan terhadap tatacara perayaan hari kelahiran Rasulullah menjadikan pro-kontra dikalangan masyarakat, Ulama Islam mengungkapkan bahwa tradisi maulid ditentang dengan tegas, mereka menolak tradisi-tradisi yang dilakukan tanpa adanya hukum atau anjuran yang jelas dari agama. Tradisi-tradisi pra-Islam, yaitu tradisi yang tidak dilakukan atau tidak dianjurkan oleh Nabi merupakan bid’ah. Bid’ah berarti haram. Ritual Islam secara umum, ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi dua: Ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah. Dan ritual yang tidak memiliki dalil, baik dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah. Salah satu contoh ritual bentuk pertama adalah shalat, sedangkan contoh ritual kedua adalah marhabaan, peringatan hari (bulan) kelahiran Nabi Muhammad saw.

Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak, pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138H1193M). Adapula yang berpendapat bahwa idenya sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw, serta meningkatkan semangat juang kaum -184.20 muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem. Fakta yang sesungguhnya dari kehidupan Rasulullah saw menegaskan bahwa tidak ada riwayat yang menyebutkan beliau pada tiap ulang tahun kelahirannya melakukan ritual tertentu. Bahkan para sahabat beliau pun tidak pernah kita baca dalam sejarah pernah mengadakan ihtifal (seremoni) secara khusus setiap tahun untuk mewujudkan kegembiraan karena memperingati kelahiran Nabi Saw. Bahkan upacara secara khusus untuk merayakan ritual maulid Nabi Saw juga tidak pernah kita dari generasi tabi'in hingga generasi salaf selanjutnya.

Perayaan seperti ini secara fakta memang tidak pernah diajarkan, tidak pernah dicontohkan dan juga tidak pernah dianjurkan oleh Rasulullah saw, para sahabat bahkan para ulama salaf di masa selanjutnya. Perayaan maulid nabi Saw secara khusus baru dilakukan di kemudian hari, dan ada banyak versi tentang siapa yang memulai tradisi ini. Sebagian mengatakan bahwa Shalahuddin al-Ayyubi yang mula-mula melakukannya, sebagai reaksi atas perayaan natal umat Nasrani. Karena saat itu di Palestina, umat Islam dan Nasrani hidup berdampingan. Sehingga terjadi interaksi yang majemuk dan melahirkan berbagai pengaruh satu sama lain.Versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fatimiyyah di Mesir pada akhir abad keempat hijriyah. Hal itu seperti yang ditulis pada kitab al-A'yad wa atsaruha alal Muslimin oleh Sulaiman bin Salim as-Suhaimi. Disebutkan bahwa para khalifah Bani Fatimiyyah mengadakan perayaan-perayaan setiap tahunnya, di antaranya adalah perayaan tahun baru, Asyura, maulid Nabi Saw bahwa termasuk maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husein serta maulid Fatimah dan lain-lainnya. Versi lainnya lagi menyebutkan bahwa perayaan maulid dimulai tahun 604 H oleh Malik Mudaffar Abu Sa‟id Kukburi.

SEJARAH TRADISI MAULID

Sebenarnya, Pelaksanaan Maulid Nabi sudah dilaksanakan sejak ribuan tahun lalu oleh Umat Islam di dunia. Menurut AM. Waskito, setidaknya ada tiga versi tentang asal mula peringatan maulid:

1. Perayaan Maulid pertama kali diadakan oleh Dinasti Ubaid (Fathimi) di Mesir yang berhaluan Syiah Ismailiyah (Rafidhah). Dinasti ini berkuasa di Mesir pada tahun 362 sampai dengan 567 Hijriyah. Maulid mula-mula diselenggarakan di era kepemimpinan Abu Tamim yang memiliki gelar Al-Muiz Dinillah. Tidak hanya Maulid Nabi Muhammad SAW saja yang mereka peringati, ada juga hari lainnya, yaitu peringatan Asyura, Maulid Ali bin Abi Thalib, Maulid Hasan dan Husain, dan Maulid Fathimah binti Rasulullah.

2. Peringatan Maulid dari kalangan Sunni pertama kali diselenggarakan oleh Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri, gubernur Irbil di Irak. Sultan Abu Said hidup pada tahun 549-630 H. Pada saat peringatan Maulid beliau mengundang para ulama, ahli tasawuf, ilmuwan, dan seluruh rakyatnya. Beliau menjamu tamu dengan hidangan makanan, berbagi hadiah, dan bersedekah kepada fakir miskin.

3. Peringatan Maulid pertama kali diselenggarakan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi (567-622 H), penguasa dinasti Ayyub (di bawah kekuasaan Daulah Abbasiyah). Tujuannya adalah untuk meningkatkan semangat jihad umat Islam pada saat Perang Salib dan merebut Yerusalem dari kerajaan Salibis.(Hlm 149)

Terlepas dari beberapa pendapat tersebut, Al Imam Jalaluddin As-Suyuthi menjelaskan bahwa orang yang pertama kali merintis peringatan Maulid ini adalah penguasa Irbil, yang bernama Malik Al-Muzhaffar Abu Sa‟id Kukabri bin Zainuddin bin Baktatin, salah seorang raja yang mulia, agung dan dermawan. Beliau memiliki peninggalan dan jasa-jasa yang baik, dan dialah yang membangun masjid Al-Jami‟ Al-Muzhaffari di lereng gunung Qasiyun.”

Apabila dilihat dari jalannya sejarah, ketiga versi di atas bisa dihubungkan. Kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir dimulai ketika Dinasti Ubaid sudah runtuh. Menurut catatan sejarah, tradisi-tradisi yang dilahirkan oleh Dinasti Ubaid tetap melekat dalam kehidupan masyarakat Mesir, bahkan sampai hari ini. Sebagai penguasa baru pada waktu itu, Shalahuddin Al-Ayyubi tidak sepenuhnya membuat aturan yang benar-benar baru, untuk menjaga popularitasnya beliau mengadaptasikan tradisi-tradisi yang sudah berkembang di masyarakat ke dalam aturan pemerintahannya.

Sebenarnya, Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri dan Shalahuddin Al-Ayyubi hidup di masa yang sama, dan ternyata mereka berdua memiliki hubungan kekerabatan, mereka adalah saudara ipar. Shalahuddin Al-Ayyubi memiliki saudara perempuan yang bernama Rabiah Khatun binti Ayyub, yang dinikahkan dengan saudara laki-laki dari Malik Al-Muzhaffar Abu Sa‟id. Melihat efektifitas peringatan Maulid bagi semangat jihad masyarakat Mesir, besar kemungkinannya Malik Al-Muzhaffar Abu Sa‟id ingin mengadaptasikan kegiatan tersebut di daerahnya.

Namun, jika melihat fakta sejarah lainnya, Ali bin Abu Thalib, khalifah keempat Sunni dan sekaligus Imam pertama bagi Syiah, beserta keluarga dan pengikutnya pindah ke Kufah pada tahun 36 Hijriyah, dan kemudian menjadikan kota tersebut sebagai pusat pemerintahannya yang sebelumnya berada di Madinah. Dalam banyak kisah, keberadaan Imam Ali di Kufah sangat membekas bagi penduduknya, di mana mereka melihat langsung keluhuran ilmu dan akhlak dari sang Imam beserta keturunannya, yakni Hasan dan Husain, yang kelak akan menjadi Imam selanjutnya bagi Syiah. Menurut Syed Husain M. Jafri, Kufah adalah tempat pertama di mana Syiah menancapkan fondasi keyakinan dan pergerakannya ke dalam level baru yangl ebih massif dan sistematis, yakni setelah kedatangan Khalifah ke-empat, Imam Ali bin Abi Thalib.(Hlm 150)

Kufah, yang kini menjadi bagian dari negara Irak yang mayoritas penduduknya adalah Syiah, besar kemungkinannya memiliki banyak kesamaan tradisi dengan Dinasti Syiah di Mesir pada masa Ubaid. Mengingat pengaruh Syiah yang menyebar luas di Irak, bisa jadi, sebelum Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri naik ke tampuk kekuasaan, tradisi Maulid Nabi memang sudah pernah berlangsung di sana. Wallahua‟lam.

Terlepas dari berbagai fakta sejarah di atas, pada hari ini, baik Sunni maupun Syiah di seluruh dunia sama-sama memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW tanpa terlalu mempedulikan dari mana asal-usulnya, yang mereka tahu bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok agung penyelamat seluruh bangsa yang layak dicintai dan dicontoh oleh seluruh umat Islam. Hanya beberapa minoritas kelompok Sunni saja yang secara tegas melarang praktik ini karena dianggap bid‟ah.

Peringatan Maulid Nabi ini, dengan berbagai versi tanggalnya, kini dipraktikan secara meriah di berbagai belahan dunia dengan berbagai motivasi, di antaranya mengungkapkan rasa suka cita atas kelahiran Rasulullah SAW, ekspresi rasa cinta terhadap Rasulullah SAW, ungkapan rasa syukur, menambah keimanan dan keislaman, sarana dakwah, sarana shadaqah, berdzikir, perenungan batin, melestarikan ajaran Islam, inspirasi kehidupan, dan berbagai macam motivasi lainnya.(Hlm 151).

KEANEKA RAGAMAN TRADISI MAULID NABI

Pada umumnya, acara perayaan maulid nabi Muhammad SAW selalu identik dengan pembacaan Sholawat atau sanjungan dan pujian dengan tujuan sebagai bentuk dari penghormatan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Memang, esensi maulid nabi itu sendiri adalah sebagai penghormatan serta mensyukuri nikmat Allah yang agung yang berupa dilahirkannya Rasulullah SAW untuk seluruh umat manusia.

Bersyukur atas nikmat kelahiran Rasulullah telah dicontohkan oleh beliau sendiri dengan cara berpuasa dihari kelahirannya, sebagaimana sabda beliau: Dari abi qatadah sesungguhnya Rasulullah SAW ditanyakan tentang puasa hari senin, maka beliau menjawab; itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku akan dibangkitkan, atau diturunkannya al Quran kepadaku..(H.R Muslim).

Karena itulah, sepantasnya bagi umat muslim ikut andil dalam merayakan kelahiran nabi Muhammad saw, karena dalam perayaan maulid sendiri tujuannya adalah bersyukur serta menghormat akan kelahiran sang pembawa risalah. Begitu besarnya kemuliaan orang yang merayakan sekaligus mengagungkan maulid nabi sehingga sayyidina Umar RA pun pernah berkata “Barangsiapa mengagungkan Maulid Nabi SAW, maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.” ucapan sayyidina Umar R.A berindikasi akan sangat pentingnya Perayaan Maulid Nabi. Karena hal tersebut termasuk dalam syiar agama islam. Sayyina Ali R.A juga berkata tentang keutamaan perayaan Maulid Nabi “Barangsiapa mengagungkan Maulid Nabi SAW, dan ia menjadi sebab dilaksanakannya pembacaan maulid Nabi, maka tidaklah ia keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab.” Karena hal itulah, Tak heran jika sebagian umat muslim berlomba lomba didalam memeriahkan peringatan hari kelahiran Rasulullah saw.

Sebenarnya, Dalam hal perayaan maulid Nabi, Allah sendiri telah memberikan contoh sebagaimana yang telah disebutkan oleh al Imam Abdurrahman Arasy ad diba'i dalam syairnya "bergoncang karena riang gembira, kursi bertambah wibawa dan tenang, langit penuh dengan cahaya, para malaikat bergemuruh seraya membaca tahlil, tamjid dan istighfar....................".  Dalam bait-bait syair tersebut sangatlah jelas bahwa Seluruh alam merasa bergembira dan ikut merayakan atas hari kelahiran Rasulullah. dari sanalah umat muslim di seluruh dunia selayaknya merasa bergembira atas kejadian tersebut. tak terkecuali di negara Indonesia sendiri, sebagian masyarakat muslim di indonesia sangat antusias dalam mengadakan acara Maulid. dengan kemajemukan masyarakatnya dalam segi ras, suku, budaya dan kepercayaan tak heran jika Berbagai daerah di indonesia memiliki cara tersendiri dalam merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW sesuai dengan tradisi yang berlaku di daerah tersebut.(Hlm, 151-152)

PROSES ACARA MAULID NABI

Acara maulid nabi sering kali dikemas dengan bentuk pengajian umum. Pada umumnya dalam acara maulid nabi diisi dengan pembacaan Ayat suci Al Quran kemudian beberapa kitab maulid seperti kitab Maulid Ad diba'i karangan al imam al jalil Abdurrahman addiba'i yang berisi tentang sholawat, sanjungan serta kisah hidup Rasulullah. terkadang juga kitab al barzanji karya Syaikh Ja‟far Al Barzanji Kitab-kitab simtidduror karya Al Habib Ali bon Muhammad Al Habsyi dan kitab Maulid Asyroful anam karya As Syaikh Syihabuddin Ahmad Alhariri serta kitab kitab lainnya Yang kesemuanya berisi tentang sholawat sanjungan, pujian dan kisah Rasulullah SAW.

Puncak acara peringatan maulid nabi Muhammad saw adalah Qiyam kemudian ditutup dan diakhiri dengan Do‟a. namun Tak cukup itu saja, biasanya setiap daerah memiliki cara cara atau tradisi unik yang terus terjaga dan eksis hingga saat ini dalam merayakan hari kelahiran Rasulullah saw tersebut. Tradisi atau cara cara tersebut merupakan bentuk dari ungkapan rasa syukur dan rasa hormat serta kegembiraan mereka dalam menyambut kelahiran sang nabi.

Berikut adalah contoh dari beberapa tradisi lokal perayaan maulid nabi yang cukup terkenal dan tetap terlestarikan dibeberapa daerah di Indonesia hingga saat ini.(Hlm 153)

1). ENDHOG ENDHOGAN. 2). Tradisi ANCAK AGUNG. 3). Tradisi BUNGO LADO. 4). Tradisi MAUDU LAMPOA. 5). Tradisi KERESAN. 6). Tradisi GREBEG MAULUD. 7). Tradisi NASI KEBULI.

Ajaran ajaran islam yang penuh dengan kemaslahatan bagi manusia telah tercangkup dalam segala aspek kehidupan. Sebagai agama penyempurna islam datang dengan memudahkan namun tanpa membuat enteng bagi pemeluknya. Tidak ada satupun bentuk perbuatan yang dilakukan manusia kecuali allah telah meletakkan aturan didalamnya islam sangat menjunjung tradisi atau budaya yang baik. Yakni budaya-budaya yang tidak mengandung unsur kesyirikan dan melenceng dari syariat Islam dan tentunya akan membawa kebaikan, amal ibadah, dan dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri pada allah.

Tradisi memiliki nilai nilai budi pekerti yang luhur dan agama islam datang untuk meluruskan tentang mana yang benar dan mana yang salah sehingga kita dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya menjaga tradisi yang baik yang tidak bertentangan dengan agama islam seperti Tradisi perayaan Maulid Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam.

Kesimpulan:

Makna Maulid dalam Islam adalah meneladani sikap dan perbuatan rasulullah, terutama akhlak mulia nan agung dari baginda nabi besar Muhammad saw.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi Maulid Nabi memiliki beberapa peran penting. Pertama, tradisi ini berfungsi sebagai upaya untuk mengenang dan menghormati kehidupan dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Melalui perayaan ini, masyarakat Muslim diingatkan akan pentingnya mengikuti teladan dan ajaran yang ditinggalkan oleh Nabi sebagai seorang pemimpin agama (Hanan, 2020). Kedua, tradisi Maulid Nabi juga berperan dalam memperkuat ikatan sosial dan solidaritas antara anggota masyarakat Muslim.

Perayaan ini menjadi momen bersatu dalam kebersamaan dan kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW, memperkuat rasa persaudaraan dalam komunitas. Selain itu, tradisi ini juga berfungsi sebagai wadah pendidikan agama, di mana masyarakat dapat belajar tentang kehidupan dan ajaran Nabi serta memperdalam pemahaman mereka tentang Islam.

Ketiga, tradisi Maulid Nabi memiliki dampak positif terhadap kehidupan spiritual masyarakat. Peringatan ini menciptakan suasana religius yang membangkitkan kecintaan dan kekaguman terhadap Nabi Muhammad SAW, yang dapat memotivasi individu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan ibadah mereka. Tradisi ini juga dapat memperkuat iman dan memperluas pengetahuan agama masyarakat Muslim. Namun, penelitian ini juga menemukan beberapa potensi tantangan dan kontroversi terkait tradisi Maulid Nabi. Beberapa kelompok masyarakat mengkritik aspek budaya dan praktik yang terkait dengan perayaan ini, seperti perayaan yang berlebihan atau bida'ah. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang seimbang dan pencerahan agama yang tepat untuk memastikan bahwa tradisi Maulid Nabi tetap berkontribusi positif terhadap perilaku keagamaan masyarakat. (Peran Tradisi Maulid Nabi Muhammad Saw Terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat. Oleh: Imam Sibaweh1, Muhammad Aulia Taufiqi2, Mohammad Hisyam Yahya3. STAI Ma’had Ali Cirebon, Indonesia123. LANTERA: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam. Volume 1 Nomor: 02, (2023). Hlm 130).

Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW memiliki peran yang signifikan dalam membentuk perilaku keagamaan masyarakat. Tradisi ini tidak hanya mengenang kehidupan dan ajaran Nabi Muhammad SAW, tetapi juga memperkuat ikatan sosial, meningkatkan kehidupan spiritual, dan menjadi sumber pendidikan agama. Dalam rangka mempertahankan dampak positifnya, penting untuk mengelola dan memperbaiki aspek-aspek tradisi ini yang dapat menimbulkan kontroversi atau penyalahgunaan.(Peran Tradisi Maulid Nabi Muhammad Saw Terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat. Oleh: Imam Sibaweh1, Muhammad Aulia Taufiqi2, Mohammad Hisyam Yahya3. STAI Ma’had Ali Cirebon, Indonesia123. LANTERA: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam. Volume 1 Nomor: 02, (2023). Hlm 131).

Bahwa tradisi peringatan maulid yang berkembang ditengah kehidupan masyarakat Muslim Indonesia tidak menyimpang dari tuntunan baik Al-Qur’an dan Hadits maupun hasil ijtihad yang bisa dipertanggungjawabkan. Banyak orang keliru memahami hakekat peringatan maulid sebagai perbuatan sia-sia dan tidak ada manfaatnya bahkan menganggap sebagai perbuatan dosa (bid’ah dhalalah).

Padahal sesungguhnya berkumpul untuk memperingati kelahiran Nabi SAW adalah suatu tradisi yang baik (sunnatan hasanatan). Kegiatan yang membawa manfaat sangat dianjurkan oleh syari’at Islam. Peringatan maulid pada bulan Rabiul Awal merupakan peringatan reguler, tidak berarti melupakan Nabi SAW pada bulan-bulan yang lain.

Barangsiapa mengira bahwa memperingati maulid hanya pada bulan tertentu dan mereka melupakan pada bulan yang lain itu sangat keliru. Di Mekkah dan Madinah, tidak ada hari kecuali didapatkan adanya pertemuan untuk memperingati maulid Nabi SAW. Disinilah pentingnya membaca Hadits “raditu billahi rabba wa bil islami dina wabi muhammadin nabiyya warasula” 3 kali di pagi hari dan petang sebagai tanda kita memperingati maulid bukan hanya pada bulan tertentu (Rabiul Awal).

Satu hal yang pasti, pertemuan dalam rangka maulid Nabi SAW itu merupakan media dan momen yang sangat bagus dan tepat untuk berdakwah, mengajak manusia kepada jalan Allah. Kesempatan emas seperti ini hendaklah tidak dilepaskan begitu saja. Justru itu para pendakwah dan ulama perlu mengingatkan manusia untuk mengenali Nabi Muhammad SAW khususnya mengenai akhlak. Pada bulan kelahiran Nabi SAW perasaan mereka lebih hangat mengingat apa yang telah terjadi pada masa-masa kenabian. Mereka pun dapat memindahkan kepada yang tidak hadir tentang akhlak dan sikap Nabi SAW dalam bergaul. Intinya mari kita bermaulid bukan hanya pada bulan tertentu tetapi maulid sebaiknya diadakan pada setiap kegiatan/pesta, seperti aqiqah, pernikahan, naik rumah baru, peristiwa kematian. Sahabat Nabi SAW tidak melakukan aktivitas membaca maulid Nabi Muhammad SAW, seperti zaman sekarang karena mereka selalu melihat Rasulullah, menghadiri shalatnya, menyaksikan secara langsung kepribadiannya yang sangat luhur. Tujuan kita membaca maulid supaya kita dapat menghadirkan kepribadian Nabi SAW dalam alam pikiran kita supaya bisa menjadi teladan bagi kita.

Referensi:

MAKNA MAULID NABI MUHAMMAD SAW (Study Pada Maudu Lompoa Di Gowa). Oleh : MARLYN ANDRYYANTI. FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI. UIN ALAUDDIN MAKASSAR. 2017.

MAULID NABI, ANTARA ISLAM DAN TRADISI. Oleh: Nahdiyah & Saiffuddin. STIQ Walisongo Situbondo. Al-Bayan: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 4, No.1. Juni 2021. 

Peningkatkan Semangat Keimanan melalui Perayaan Maulid Nabi Muhammad. Aslam Chitami Priawan Siregar1*, Ni’matut Tamimah2. 1 Sistem Komputer, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 2 Teknik Perpipaan, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Jumat KEAGAMAAN: JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT. Vol. 3, No. 3, Desember 2022.

Studi Argumentasi Pembelaan Terhadap Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW Sebagai Sunnah Hasanah. Abd. Samad Basoa,1, aUniversitas Muslim Indonesia, Makassar, Indonesia (9pt). Jurnal Ilmiah Islamic Resource. Vol.18 No.2 Desember 2021.

HIKMAH MAULID NABI. Oleh: Aji Sofanudin. Kepala Pusat Riset Agama dan Kepercayaan BRIN. Published: Tribun Jateng, 5 Oktober 2022, https://jateng.tribunnews.com/2022/10/05/opini-dr-aji-sofanudin-hikmah￾maulid-nabi

Peran Tradisi Maulid Nabi Muhammad Saw Terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat. Oleh: Imam Sibaweh1, Muhammad Aulia Taufiqi2, Mohammad Hisyam Yahya3. STAI Ma’had Ali Cirebon, Indonesia123. LANTERA: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam. Volume 1 Nomor: 02, (2023).

PERINGATAN MAULID NABI (Tinjauan Sejarah dan Tradisinya di Indonesia). Oleh: Moch. Yunus*,  Penulis adalah Dosen tetap Program Studi Pendidikan bahasa Arab Fak. Tarbiyah Institut Ilmu keislaman Zainul hasan genggong Kraksaan Probolinggo. Humanistika, Volume 5, Nomor 2, Juni 2019.

SUBSTANSI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD S.A.W. (TINJAUAN HISTORIS DAN TRADISI DI INDONESIA). Oleh: Edi Kurniawan Farid1, 1 Dosen Pendidikan bahasa Arab INZAH Genggong Kraksaan.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال