Menggali Kemukjizatan Alquran dari Segi Balaghah


Penulis: M. Alby Muwaffil Hammam* 

Alqur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammd SAW melalui malaikat Jibril, sebagai bimbingan bagi umat Islam dalam menjalankan kehidupan dan juga sebagai bukti kebenaran risalah yang di bawa oleh Rasulullah, juga untuk menunjukkan kemahakuasaan Allah dalam menghadapi tanggapan orang kafir yang selalu menentang kebenaran atas kenabian Rasulullah Muhammad SAW. 

Oleh karena itu, mukjizat hadir sebagai penguat bahwa mereka adalah utusan Allah SWT kepada manusia sekaligus mengalahkan sesuatu hal penyelewangan yang menjadi perhatian publik pada masa itu yang bertujuan menyadarkan manusia yang terlelap dalam ajaran mereka yang penuh kesesatan.

Terlepas dari itu Alqur’an mengandung berbagai kelebihan yang bersifat melemahkan orang-orang yang mencoba menentangnya yang kemudian disebut dengan mukjizat. Dengan adanya mukjizat inilah sebagai jalan dalam melemahkan orang kafir sehingga mereka tidak mampu menandinginya, karena dari segi makna, isi dan redaksi Alqur’an berbeda dengan kitab-kitab serta syair-syair yang selama ini mereka banggakan. 

Kemukjizatan Alqur’an demikian jelas setelah mereka tidak mampu dan tidak akan diberi kehendak untuk membuat tandingannya. Begitulah ke mukjizatan Alqur’an dari segi bahasa dan lafaznya yang di turunkan kepada kalangan orang Arab, meskipun turun dalam bahasa mereka sendiri akan tetapi, mereka tidak mampu menandinginya.

Keindahan Alquran bukanlah keindahan fantasi, melainkan keindahan yang mencerminkan estetika Ilahiah sehingga hal ini mempertegas bahwa Tuhan memiliki transendensi dalam seni dan bahasa. Dengan gayanya yang khas, Alquran mengungkapkan nuansa artistik dan estetik sehingga seseorang yang terus menerus membaca dan merenungkan maknanya akan merasakan nilai transendensinya. 

Diantara keindahan bahasa Alquran, didalamnya terdapat kajian balaghah yang memperindah susunan kata-katanya. Dan bukanlah suatu kebetulan saja bahwa Alquran itu diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, justru karna kekayaan balaghah dan keseksamaannya. 

Dengan kebalaghahannya yang sangat tinggi serta sastra bahasa Alquran yang sangat indah, maka tidak ada seorang pun yang bisa untuk menandinginya, karena keindahan dan ketinggian balaghah dan sastranya Alquran sehingga ia termasuk kedalam kemukjizatan Alquran.

Perkembangan syair bagi bangsa Arab sebelum Islam muncul sudah menjadi sebuah peradaban dan warisan kebudayaan tertinggi pada masanya. sehingga tidak heran pada zaman jahiliyyah banyak para penyair yang mengabadikan karyanya berupa bentuk syair maupun puisi dengan gaya bahasa yang indah. 

Bagi bangsa Arab, Syair ibarat sihir yang mampu melahirkan kekuatan, sehingga muncullah sebuah pepatah Arab “asy-syi'ru diwanul Arab” yang artinya puisi adalah rumah bagi bangsa Arab. Oleh sebab itu, indikator mengenai tinggi derajatnya atau pangkat kehormatan yang disematkan oleh seseorang dalam pandangan penduduk Arab itu dilihat dari mahir atau lihainya dalam menciptakan syair serta melantunkanya

Dalam sejarah tercatat bahwa bangsa Arab jahiliyah telah mencapai tingkatan yang tinggi dalam balaghah dan diksi. Mereka sangat bangga, lalu mengaplikasikannya ke dalam bentuk kalam seni prosa dan puisi. Sederet nama penyair terkenal semisal Zuhair Ibn Abi Salma, Amru Ibnu Kultsum, Tarfah, Al Khansa, Umru’ Al Qais, al Nabighah Al Dubyani, Haris bin hillizah Al Yasykary, Lubaid bin Rabi’ah, Al Qomah, dan lainnya, di mana mereka mengekspresikannya karya sastranya di pasar-pasar, seperti Ukaz (antara Makkah dan Thaif), Pasar Majnah (antara Makkah dan Zahran) dan pasar Dul Majaz (antara Makkah dan Mina). 

Karya-karya mereka dibukukan dalam Diwan, semacam perkumpulan yang mengesahkan layak atau tidaknya suatu karya sastra dikatakan hebat dan mengesankan. Terdapat pula di antara karya-karya mereka yang berkualitas tinggi tersebut digantung di ka’bah, kemudian para linguis Arab menamakan karya-karya mereka dengan “Al Mua’alliqat” meskipun sebagian lain tidak sependapat karena ka’bah pada saat itu mengalami banjir besar yang dapat menghancurkan karya-karya tersebut. 

Syair pada waktu itu sudah dianggap identitas sosial, bahkan menjadi media untuk saling memuji komunitas yang tergabung dalam habitatnya. Setiap terjadi pertikaian di kalangan suku-suku Arab, mereka saling mendeklamasikan syair-syair unggulannya. Sampai kemudian munculah Alqur’an di tengah-tengah semarak dan keriuhan itu, lalu berupaya menghapus semua dikotomi dan kedigdayaan mereka. 

Kedudukan Alqur’an begitu penting dan berpengaruh besar terhadap pola hidup, pola pikir, dan pola tutur umat Islam. Seluruh umat sepakat bahwa salah satu bentuk kemukjizatan Alqur’an adalah keindahan bahasanya yang tak tertandingi oleh ungkapan manapun. 

Gagasan tentang nilai keindahan dan keluhuran tradisi sastra Alqur’an tidak hanya diakui dalam diskursus kesusastraan dan kebahasaan, namun hal tersebut telah menjadi doktrin agama yang mendasar. Otentisitas Alqur’an didasarkan atas ajaran ketidakmungkinan Alqur’an untuk dapat ditiru oleh siapapun, baik dari sisi kandungannya, maupun sisi keindahannya. 

Itulah konsep i’jaz Alqur’an, kemukjizatan Alqur’an yang tak tertandingi. Tidak seorangpun manusia yang bisa membuat ungkapan-ungkapan yang serupa dengan Alqur’an. Bahkan Alqur’an sendiri selalu mengemukakan tantangan (al-tahaddi) kepada siapa saja yang meragukan otentisitasnya untuk mendatangkan ungkapan yang serupa dengannya walau hanya satu surat saja sebagaimana firman Allah dalam ayat 23 surat Al Baqarah:          

وَاِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهٖ وَادْعُوْا شُهَدَاۤءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ 

Artinya: 

“Dan jika kalian masih diselimuti keraguan tentang kebenaran apa (kitab) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka (coba) datangkanlah sekedar satu surat yang mirip dengannya dan ajaklah para pembantu kalian selain Allah (yang kalian anggap mampu) jika kalian benar-benar jujur.” (QS. Al-Baqarah [2]:23)

Menurut Ibnu Katsir, tantangan Alqur’an ini bersifat umum untuk mereka semua. Sementara mereka adalah bangsa yang terkenal dengan kecakapan berbahasa. Tantangan ini datang berkali-kali baik di Makkah maupun di Madinah di tengah kerasnya permusuhan dan kebencian mereka terhadap Alqur’an dan Nabi Muhammad SAW. Pada saat yang bersamaan, mereka tidak berdaya memenuhi tantangan Alqur’an tersebut.

Kemukjizatan Alquran dalam keindahan bahasanya telah teruji oleh waktu sejak turunnya pada 14 Abad yang lalu sampai hari ini, tidak ada seorangpun yang bisa membuat sesuatu yang sama dengan Alquran, disitulah letak ke-orisinil Alquran bahwa hanya Allah SWT yang bisa membuatnya. 

Tidak ada seorangpun yang mampu menandingi kehebatan gaya bahasa Alquran, sehingga mereka mengakui dan merasakan ketinggian dan keindahan bahasa Alqur’an, sehingga diantara mereka ada yang meninggalkan syair karena lebih tertarik dengan keindahan bahasa Alqur’an tersebut sebagaimana keterangan yang diperoleh dari Lubaid dan Al Khansa’ dua orang sastrawan dan pujangga besar masa tersebut. 

Mereka juga berusaha keras untuk mencontoh bahasa Alqur’an dan mengembangkan nilai-nilai keindahannya dalam pembicaraan dan penulisan. Bahkan sebagian pakar sastra mencoba dengan sadar dan sekasama untuk menyamai bahkan melampaui keindahan Alqur’an. 

Upaya-upaya tersebut mereka lakukan untuk meladeni tantangan Alqur’an yang begitu menggugah orang-orang yang memiliki keahlian dan keberanian di antara mereka, meski usaha tersebut tidak pernah berhasil. pada akhirnya yang menerima bahkan kagum terhadap gaya bahasa Alquran yang indah, sehingga mampu membuat mereka memeluk ajaran Islam sepenuhnya dan meninggalkan ajaran jahiliyyah.

Meskipun demikian, tidak semua penyair dan pengikutnya menerima kebenaran Alquran bahkan ada yang menantangnya serta menyerang melalui perbuatan mereka yang tidak bertanggung jawab dengan membuat sesuatu karya yang tidak jelas sumbernya dan hanya keinginan nafsu mereka belaka sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Alqur’an, pada surat As-Syuara ayat 224 - 226 yang membicarakan watak dan karakteristik para penyair yang menyerang teks-teks kebenaran (Alqur’an).

Bahwa mereka hanya berasyik-asyik dengan kata-kata, imajinasi dan lamunanya yang dengan itu dapat menjerumuskan mereka pada lembah yang penuh dengan khalayan mengatakan dan menganjurkan terhadap sesuatu yang sebenarnya mereka tidak melakukan. 

Alquran menarasikan penyair-penyair demikian dengan sosok yang sesat dan menyesatkan, sehingga mereka hanya akan diikuti oleh orang-orang yang sesat. Penyair-penyair demikian tidak layak untuk dijadikan panutan sebab dengan puisi-puisinya, mereka akan menggiring manusia kepada jurang keburukan dan kejelekan. 

Pada dasarnya ilmu yang terkait ketepatan dan keindahan berbahasa ini telah menjadi pengetahuan yang menghiasi berbagai perkataan orang Arab, baik dalam puisi maupun prosa, jauh sebelum Alqur’an turun. Namun, kehadiran Alqur’an telah menjadi salah satu faktor munculnya ilmu balaghah. 

Keindahan bahasa Alqur’an membuat pakar bahasa waktu itu kagum. Alqur’an diakui sebagai kitab yang memiliki ketepatan dan keindahan berbahasa Arab yang tak tertandingi. 

Para pakar bahasa Arab yang biasa berbangga dengan keindahan syair mulai terperangah dengan keindaahan bahasa Alqur’an. Kemudian mulai berkembang benih-benih ilmu balaghah. Mukjizat Alqur’an dari balaghahnya adalah ungkapan yang ada di dalam memiliki tingkat fashahah yang tinggi dan dari Alqur’an inilah melahirkan ilmu balaghah.

Kemunculan kajian balaghah ditandai dengan gemarnya ulama kalam dalam mengkaji kemukjizatan Alquran. Kemukjizatan yang menjadi perhatian para ulama kalam pada saat itu adalah majaz Alquran yang notabene merupakan salah satu kajian balaghah yang sudah stabil dan cenderung stagnan di era modern. 

Seorang mufassir yang sangat memperhatikan unsur balaghah, seperti Imam Al Zamakhsyari dalam menafsirkan maksud ayat طَلۡعُهَا كَاَنَّهٗ رُءُوۡسُ الشَّيٰطِيۡن mengawali dengan menjalankan analisisnya sesuai dengan analisis ilmu bayan. Ia menggambarkan mayang pohon zaqqum itu sama dengan kepala-kepala syetan, yang dalam bayangan pemikiran manusia sangat menakutkan dan sangat jelek bentuknya. 

Bayangan kejelekan dan bentuk yang menakutkan itu didasarkan atas keyakinan manusia bahwa setan merupakan makhluk yang paling jahat dan paling menakutkan yang tidak ditemukan padanya sedikitpun kebaikan. Gambaran mengenai mayang pohon zaqqum yang diserupakan dengan kepala-kepala syetan yang begitu menakutkan dan menyeramkan itu hanya ada dalam benak pemikiran manusia saja. 

Gambaran seperti itu oleh Al Zamakhsyari disebut dengan istilah tasybih takhyili. Dan banyak lagi macam ilmu balaghah mulai dari kinayah, majaz mursal, majaz isti’arah sampai ilmu badi’ yang menjadi perangkat untuk memahamkan seseorang kepada pengetahuan tentang ke-i'jaz-an Alqur'an.

Mukjizat Alquran tidak akan pernah terkalahkan dan dan senantiasa terjaga kemurnianya sampai hari kiamat, meskipun telah terjadi beberapa bentuk penyelewengan Alquran yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, tapi akhirnya justru mereka yang terkena akibatnya. 

Ilmu balaghah sebagai sarana dalam memahami kemukjizatan tersebut akan terus mengalami perkembangan untuk menyesuiakan konteks di masa mendatang, mengingat seiring berkembangnya zaman mengakibatkan kemunculan suatu problematika yang baru, sehingga dapat membuka celah bagi ilmuwan kontemporer dalam menemukan atau menciptakan hal baru sebagai bentuk inovasinya terkhusus kajian dalam hal kebahasaan yang menjadi salah satu bentuk kemukjizatan Alquran. 

Maka perkembangan ilmu balaghah akan mengikuti zaman dengan ditandai adanya ilmuwan dan karya-karyanya, tapi gaya kebahasaan atau uslub dalam Alquran akan tetap murni tidak akan terkalahkan, meskipun perkembangan ilmu-ilmu yang cukup signifikan.

Pentingnya ilmu balaghah dalam mengetahui uslub Alquran yang menjadi kemukjizatan yang tidak terkalahkan oleh apapun, sebab di dalamnya terdapat berbagai gaya ungkapan yang indah, sehingga kesan yang disampaikan akan lebih mudah diterima. 

Alquran sebagai objek kajian balaghah dalam memahami makna atau maksud dari firman Allah SWT. Adanya kajian balaghah tersebut memudahkan pengkaji dalam memahami maksud ayat atau tafsir dari Alquran itu sendiri dan dapat merasakan kehebatan uslub Alquran itu sendiri melalui kajian yang telah dilakukanya disisi lain berguna untuk meyakinkan manusia melalui gaya bahasa yang indah yang terdapat di dalam Alquran sehingga mereka menerima dengan penuh keimanan 

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال