Mengenal Latar Belakang dan Motif Orientalisme


Penulis : Eka Ananda Sari*

Orientalisme adalah kegiatan penyelidikan para penjelajah Barat tentang sesuatu yang ada di dunia Timur. Orientalisme juga dapat dikatakan sebagai suatu paham atau aliran yang mengkaji tentang bangsa-bangsa yang berada di belahan Timur. 

Tokoh orientalisme salah satunya adalah Edward Said. Di mana ia menulis buku yang berjudul “Orientalisme” yang sering dijadikan sebagai rujukan dalam mengkaji pembahasan tentang orientalisme. Menurut Edward Said, ia memahami orientalisme adalah sebagai suatu cara untuk memahami dunia Timur. 

Orientalisme merupakan suatu gaya berpikir yang didasarkan pada perbedaan antara ontologis dan epistemologis antara Barat dan Timur. Kegiatan penyelidikan tersebut telah berlangsung secara sporadik selama berabad-abad lamanya. Namun, baru menampakkan eksistensinya di abad ke-19 M. 

Ruang lingkup kajian orientalisme hampir mencakup pada semua bidang ilmu pengetahuan di Timur, mulai dari kajian tentang kultur budaya, agama, bahasa-sastra, dan bahkan masuk kepada politik dan militer. 

Apalagi, seiring perkembangan zaman ilmu pengetahuan menjadi sangat meluas. Jika ditelusuri dalam segi historis, ketertarikan para penjelajah Barat adalah berawal pada bahasa Arab dan merembet pada bidang-bidang lainnya. 

Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya kitab gramatika Arab yang disusun oleh Epernius di Leiden pada abad 17 M. Karena logikanya, ketika ingin masuk kepada suatu kelompok maka hal pertama yang dilakukan adalah pendekatan bahasa sebelum masuk kepada sesuatu yang lebih dalam lagi. 

Namun, pembahasan mengenai kapan awal orientalisme ini muncul dan siapa tokoh pertama yang melakukan kajian ini masih menjadi perdebatan para sejarawan.

Latar belakang dan motif dari pengkajian orientalisme jika dimasukkan ke dalam beberapa poin, antara lainnya adalah: 

Pertama, motif keagamaan. Barat yang identik dengan agama Kristen dan Atheis-nya mulai memandang Timur yang dihuni oleh orang Islam sebagai agama yang dari awal menentang doktrin-doktrin keagamaannya. 

Islam yang digadang-gadang sebagai penyempurna ajaran, dipandang banyak melontarkan koreksi terhadap agama Kristen. Di sisi lain, konsep teologi dari Islam juga berhasil menandingi konsep-konsep metafisika Yunani. 

Dengan begitu strategi pertama para orientalis adalah pada pendekatan terhadap agama Islam untuk bekal dalam menghadapi umat Islam. Para orientalis juga mendirikan yayasan-yayasan missionaris yang memiliki tujuan dasar yakni menjadikan para muslim berpindah haluan kepada ajaran Kristen. 

Para orientalis juga membuat metodologi di agama mereka lebih menarik dengan tujuan penyebaran teologi. Seperti pada ilmu hermeneutika yang dijadikan sebagai ilmu yang paling dibangga-banggakan. Padahal di dalam Islam sendiri telah lebih dulu ada tentang ilmu Tafsir yang juga hampir sama kajiannya dengan hermeneutika. 

Dari motif keagamaan ini, telah disebutkan bahwa orientalisme dimulai dari pendeta-pendeta yang kemudian menjadi kelompok besar Orientalis yang memiliki tujuan untuk merusak tatanan agama Islam. 

Menyamarkan dan memutarbalikkan kebenaran ajaran agama Islam tersebut sembari memberikan label buruk kepada ajaran Islam yang dinilai tidak berkembang, kuno, bahkan menjadi sumber teroris. 

Barat menyadari bahwa Islam adalah peradaban yang memiliki banyak khazanah serta tradisi keilmuan yang cukup pesat. Oleh karena itu, mereka merasa perlu belajar dari khazanah tersebut untuk kebutuhan pengetahuan mereka dan untuk menakhlukkan Islam, tepatnya dunia Timur.

Kedua, motif keilmuan. Seperti yang telah dipaparkan di atas tentang para orientalis berusaha masuk ke dalam ajaran Islam, otomatis mereka juga mempelajari dan mendalami keilmuan-keilmuan yang ada di dunia Timur. 

Para peneliti Islam mendefinisikan orientalis (al-mustasyriqun) sebagai istilah umum kelompok non Arab yang bekerja dalam bidang penelitian ilmu ketimuran dengan tujuan bukan hanya mengambil ilmu pengetahuan, akan tetapi juga memiliki tujuan membuat keraguan kaum muslimin terhadap agamanya sendiri. 

Seperti contoh ilmu kedokteran. Di mana pada masa Ibnu Sina ilmu kedokteran sudah merambah di dunia Timur. Namun, di zaman sekarang ilmu kedokteran di negara Barat jauh lebih maju dan terkenal dibandingkan di negara Timur. 

Karena Barat mampu mengembangkan sains dan teknologi yang dapat mendukung perkembangan dari ilmu kedokteran. Selain itu mereka juga banyak melahirkan karya-karya yang berkaitan dengan dunia Timur. 

Ketiga, persoalan ekonomi. Barat membutuhkan daerah jajahan di mana sekaligus dijadikan sebagai pasar dan perkembangan industri dalam bidang ekonomi. Terlebih dunia Timur, khususnya Timur Tengah kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang. 

Sumber daya alam di Timur juga sangat melimpah. Motif tersebut yang kemudian berkembang menjadi motif bisnis dan lambat laun menjadi kolonialisme. 

Terakhir, adalah motif politik. Di mata Barat, Islam merupakan peradaban di masa lalu yang penyebarannya sangat pesat hingga saat ini. Dengan begitu, Barat memandang bahwa peradaban Islam merupakan suatu ancaman bagi mereka karena berpotensi menguasai peradaban di dunia. Maka Barat masuk pada ranah politik untuk meluluh-lantahkan kekuasaan Islam pada saat itu demi meminimalisir ancaman kekuatan politik mereka.

Referensi:

  1. Abd. Rahim, Sejarah Perkembangan Orientalisme. Jurnal Hunafa, Vol. 7, No.2, (Desember, 2010).
  2. Saifullah, Orientalisme Dan Implikasi Kepada Dunia Islam. Jurnal MUDARRISUNA, Vol. 10, No. 2 (April-Juni, 2020).
  3. Bahar Muhammad, Orientalis Dan Orientalisme Dalam Perspektif Sejarah. Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4 ,No. 1 (Juni, 2016).
  4. Aqil Muhammad, Orientalisme antara Lawan dan Kawan : Telaah Historis Transformasi Perkembangan Orientalisme, Imperialisme dan Evangelisme. Wahana Akademika, Vol. 15, No. 2 (Oktober, 2013).

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال