Tuduhan Kepalsuan Alqur'an Menurut John Pitt



Oleh: Aushaf Iffat Almay*

Alqur’an sebagai kitab suci sekaligus pedoman hidup bagi kaum muslimin menjadikannya sebagai sesuatu yang amat sakral. Selain memang karena kemukjizatannya, Alqur’an berhasil sejak masa penurunannya hingga masa kini menjadi pemantik timbulnya berbagai macam ilmu pengetahuan yang tidak hanya berguna untuk umat manusia saja tapi juga bisa dirasakan oleh seluruh makhluk hidup’ di persada bumi ini.

Alqur’an adalah satu-satunya kitab suci yang memproklamirkan bahwa kebenarannya adalah mutlak dan absolut, yang terbebas dari segala keraguan dan kekeliruan dan menentang siapapun yang mengingkari kebenarannya untuk mendatangkan satu ayat atau surah yang serupa dengannya.

Alqur’an sebagai pedoman hidup yang dibawa dan diajarkan Rasulullah SAW untuk umat Islam berhasil menghasilkan generasi-generasi emas pada masanya, yang membuat decak kagum siapapun yang membaca, mengkaji dan menelitinya. 

Jadi, tidak heran jika sejak masa penurunannya banyak sekali pertentangan dan kalimat dusta yang disampaikan oleh masyarakat kafir Quraisy tentang Alqur’an dan nabi Muhammad. 

Mereka (Quraisy) mengatakan bahwa Alqur’an adalah karangan Muhammad, Muhammad adalah seorang penyihir, penyair yang ulung dan pendusta. Beberapa diantaranya adalah pernyataan Al-Walid bin Al-Mughirah bahwa Muhammad adalah seorang ahli sihir yang ilmunya bisa dipelajari.

Pada masa berikutnya, orang-orang barat melihat begitu besar pengaruh Alqur’an terhadap keberhasilan dan kemajuan umat Islam. 

Perkembangan umat Islam yang mengesankan tidak bisa terlepas oleh pengaruh Alqur’an yang mendorong mereka untuk mengkaji dan mengkritisi keontetikan dan keorsinilan Alqur’an. Orang-orang barat yang mengkaji studi keIslaman atau budaya ketimuran biasa disebut dengan orientalis. 

Kaum orientalis dan barat umumnya merasa khawatir dengan pengaruh Alqur’an yang begitu besar terhadap umat Islam, hal ini dibuktikan dengan pernyataan Galawstone salah seorang pejabat Inggris yang mengatakan;

“Selama masih terdapat pengaruh buku ini (Alquran) Inggris tidak akan mencapai tujuan sedikitpun di negeri Arab, kecuali pengaruh kitab ini telah dihilangkan. Oleh karena itu, keluarkanlah rahasia ‘buku ini’ di kalangan umat Islam, niscaya tembok penghalang rencana kalian hilang.” 

Dalam kesempatan lain ia berkata, “Selama Alqur’an masih ada di tengah umat Islam, Eropa tidak akan sanggup mengalahkan Timur, sekaligus mereka (Eropa) tidak aman terhadap dirinya.”

Mereka berusaha keras mencari celah untuk melemahkan Alqur’an dengan cara mengkritisinya dan memutarbalikkan kebenaran didalamnya. 

Tapi nyatanya kajian mereka didominasi dan didasari atas subyektifitas dan faktor kebencian terhadap Alqur’an dan nabi Muhammad SAW. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa adapula kaum orientalis yang mengkaji atas dasar obyektifitas dan dimaksudkan untuk tujuan ilmiah. 

Berikut beberapa orientalis yang mengkritisi Alqur'an baik sebagian maupun keseluruhan isinya, diantaranya:

John Pitt

John Pitt, seorang orientalis ternama kelahiran 1678 M di Exeter sekaligus penulis dengan karya berjudul A True and Faithful Account of Religion and Manner of Muhammadens, mengatakan bahwa Alqur’an betul-betul bukan wahyu Allah. 

Alqur’an hanyalah kumpulan dongeng dan legenda kepalsuan yang penuh pertentangan dan membingungkan antara ayat satu dengan yang lain. Maka dari itu, dia meletakkan Alqur’an dibawag kitab suci lainnya.

Silvester De Sacy

Silvester De Sacy adalah seorang sarjana Perancis sekaligus orientalis eropa modern. Dia mengemukakan pendapat mengenai ayat Alqur’an:

﴿ وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ ﴾

Artinya: 

"(Nabi) Muhammad hanyalah seorang Rasul. Sebelumnya telah berlalu beberapa Rasul."

Pada waktu kematian nabi Muhammmad SAW sahabat Umar berapi-api dan mengancam siapapun yang mengatakan Muhammad mati akan ia tebas lehernya. Lalu datanglah Abu Bakar menenangkannya dan membacakan ayat tersebut sampai Umar sadar bahwa sang nabi memang telah meninggal dan ia berkata; "Seakan-akan aku tidak pernah mendengar ayat ini." Peristiwa inilah yang dijadikan argumen oleh De Sacy bahwa ayat tersebut tidaklah otentik. 

Gustav Weil 

Gustav Weil adalah orientalis yang mempersalahkan keontetikan ayat yang bekaitan dengan isra’ mi’raj. Yaitu ayat pertama dari surat Al-Isra (QS. 17:1):

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Artinya: 

"Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

Gustav Weil berargumen bahwa ayat tersebut tidak terdapat acuan lain dalam Aqur’an yang dianggap bisa menguatkan bahwa peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan tidak ada kesinambungan dengan ayat berikutnya yang menceritakan ihwal nabi Musa yang diberikan kitab Taurat. 

Dia beranggapan bahwa peristiwa tersebut bertentangan dengan pernyataan nabi Muhammad sendiri bahwa dia hanyalah utusan dan bukan pembuat keajaiban. Maka peristiwa itu dia dianggap sebagai impian atau bayangan selama tidak ada dasarnya.

Dengan demikian pengertian dari Alqur'an serta beberapa pandangan orientalis mengenai Alqur'an. Dimana Alqur'an tidak hanya bermakna secara tekstual tapi juga memiliki makna kontekstual. 

Perlunya dalam mengkaji mengenai pengertian Alqur'an agar kita tidak salah memahami makna terminologi dari Alqur'an. Sehingga ilmu yang kita pahami dapat bermanfaat bagi diri kita sendiri dan orang-orang yang ada disekitar kita serta tidak menimbulkan kesesatan bagi orang lain. 

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال