Suburnya Money Politic Menjelang Pemilu dalam Perspektif Fikih


Oleh: Nindya Agustina*

Islam is a beautiful religion, all life is regulated in Islam. There are laws and Sharia that will regulate daily life, both hablum minallah, hablum minannas or hablum minal alam. 

In Leadership, Islam also regulates how a good leader or the souls a leader must have and how to choose a good leader. However, many prospective leaders violate the rules by taking advantage of this to get the most votes by giving bribes in the form of material or otherwise. In this case, money politics has actually violated state regulations as well as religion, the fiqh view of money politics is that the law is haram. 

Keywords: Money Politic, Election, Fiqh Perspective 

Islam adalah agama yang indah, semua kehidupan di atur dalam agama Islam. Terdapat hukum-hukum dan Syariah yang akan mengatur dalam kehidupan sehari-hari, baik hablum minallah (hubungan dangan Allah), hablum minannas (hubungan dengan manusia) ataupun hablum minal alam (hubungan dengan alam). 

Dalam kepemimpinan, agama Islam juga juga mengatur bagaimana seorang pemimpin yang baik atau jiwa-jiwa yang harus di miliki oleh seorang pemimpin dan bagaimana memilih seorang pemimpin yang baik. 

Namun banyak calon pemimpin yang menyalahi aturan dengan memanfaatkan hal ini untuk mendapat jumlah suara terbanyak dengan cara memberi suapan berupa materi atau yang lain. Dalam hal ini money politic sebenarnya ini sudah menyalahi aturan negara begitu juga agama, pandangan fikih money politic hukum nya haram. 

Kata Kunci : Money Politic (Politik Uang), Pemilu (Pemilihan Umum), Perspektif Fikih

Pendahuluan

Semua tatacara kehidupan telah di atur dalam agama Islam. Inilah mengapa agama Islam dikatakan agama yang indah dan sempurna. Bukan hanya sebagai agama, Islam sekaligus menjadi sistem negara yang menjamin terciptanya keadilan dan terwujutnya kesejahteraah atau kemaslahatan umat. 

Hukum dan syariat ini telah di atur dan ditetapkan dalam fikih. Baik hubungan manusia pada sang pencipta, manusia pada makhkluk, dan manusia pada alam, Ini telah di atur dalam fikih. Bahasan atau kajian dalam fikih ini mencangkup banyak hal, yang mengatur seluruh aspek kehidupan, diantanya adalah Fiqh Siyasah. 

Fiqh Siyasah ini adalah ilmu yang mempelajari segala bentuk hukum, peraturan ataupun kebijaksanaan hal ihwal antar umat dengan negara yang ditetapkan oleh pemegang kuasa yang searah dengan asas ajaran hukum dan syariat agar menciptakan kemaslahatan umat. Kepemimpinan dan pemimpin ini perlu di hayati dan di mengerti oleh umat Islam dalam bernegara. 

Indonesia merupakan agama yang meyoritasnya adalah umat Islam, kepememimpinan sangat di butuhkan umat Islam dalam bernegara, guna mencapai tujuan bersama. 

Firman Allah mengenai kepemimpinan dalam Alqur’an, Surat Al-Baqarah Ayat 30 :

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ 30. 

Artinya:

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” 

Berdasarkan ayat tersebut dapat dijelaskan bahwa seorang khalifah atau pemimpin ini menjalankan wewenang dari Allah SWT untuk menjadi pemimpin dan mengemban amanah di muka bumi ini. Dan para malaikat pernah memprotes mengenai kekhalifahan manusia di muka bumi, dan Allah memberi penjelasan padanya (malaikat) bahwa sesungguh nya Allah mengetahui apa yang tidak mereka ketahui. 

Menjadi seorang pemimpin tentu saja menanggung tanggung jawab yang besar, bukan hanya tanggung jawab di dunia namun juga tanggung jawab di akhirat kelak. Berikut ini merupakan implementasi keteladanan dari sifat-sifat Rasul yang dapat di implementasikan pada jiwa pemimpin, seorang pemimpin dituntuk agar bisa menyesaikan masalah dengan adil, jujur, amanah atau dapat di percaya, menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan atau terbuka dan cerdas atau memiliki ilmu yang mumpuni sebagai seorang pemimpin.

Salah satu nilai yang juga di terangkan oleh Allah pada Alqur’an, Surat An-Nisaa Ayat 59 :

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ 59. 

Artinya:

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

Berdasarkan ayat tersebut allah menjelaskan pada kita, mengenai seluruh kebijakan yang dibuat manusia sebagai seorang khalifah atau pemimpin, ini harus berakar pada nilai dan ketaatan pada Allah dan Rasulnya. Semua aturan yang sesuai dengan Allah dan Rasul-Nya wajib ditaati, begitupun sebaliknya, apabila tidak sesuai, ditinggalkan saja (tidak perlu untuk di taati). 

Sebagai suatu negara, Indonesia tentunya memiliki khalifah atau pemimpin yakni pemimpin negara atau yang biasa disebut dengan presiden, lain daripada itu di setiap daerah pasti memili pemimpin-pemimpin yang bertanggung jawab atas daerah tersebut. Pemilu merupakan suatu upaya untuk menentukan siapa yang berwenang mengemban tanggung jawab menjadi seorang pemimpin atau mengemban amanah. 

Berbeda dengan zaman Rasulullah, seorang yang di amanahi menjadi pemimpin akan menangis bersedih karena baginya merupakan sebuah amanah yang penting dan tanggung jawab yang besar, yang tidak hanya di pertanggung jawabkan di dunia saja melainkan di akhirat kelak, namun pada faktanya calon pemimpin pada saat ini mayoritas akan menghalalkan berbagai macam cara untuk memenangkan sebuah pemilihan atau pemilu, dengan berbagai maksud dan tujuan tertentu.

Money politic atau politik uang, istilah yang tidak asing lagi di telinga kita, dimana fenomena ini juga akan muncul menjelang pemilihan umum. Money politic pada kali ini berfokus pada suap dalam bentuk apapun menjelang pemilu. Namun hal ini diterima baik oleh masyarakat awam, yang dianggap merupakan sebuah keuntungan. Hal ini yang melatar belakangi pembahasan jurnal kali ini, karena adanya penyimpangan pada hukum ataupun syari’at Islam. 

Pembahasan

Tumbuh suburnya money politic dalam negara kita ini perlu adanya perhatian yang serius. Jika di lihat dari kacamata Islam tentu saja money politic ini bertolak belakang dengan syari’ah Islam. Money politic jauh dari kata demokrasi yang sehat dan bersih, ini akan memunculkan pengaruh-pengaruh negatif pada kepemimpinan yang tentunya akan berdampak pada masyarakat. 

Lantas bagaimana arah dan tujuan bangsa Indonesia ini akan tercapai ? Bukan hanya arah dan tujuan bangsa, dimana pengimplementasian dari nilai-nilai pancasila ? Yang merupakan ideologi ataupun pandangan hidup bangsa dan bernegara di Indonesia. 

Tentu money politic ini menyimpang dari semua sila yang ada pada pancasila, yang termasuk sila pertama “Ketuhanan Kang Maha Esa.” Dalam agama Islam sendiri telah di jelaskan bagaimana syarat-syarat menjadi seorang pemimpin.

Diantaranya adalah seorang pemimpin itu harus jujur (shiddiq), seorang pemimpin dapat dipercaya atau orang yang amanah (kredibelitas), seorang pemimpin harus cerdas, maksud cerdas disini berarti, seorang pemimpin harus memili ilmu pengetahuan yang luas dan menguasai dalam bidangnya tersebut (fathanah), seorang pemimpin hurus menyampaikan, atau terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi dengan maksud menjalankan amanah secara trasfaransi (tabliqh). 

Belum terpilihnya menjadi seorang pemimpin saja sudah melanggar, atau menyimpang dari ajaran agama Islam, apalagi kalau sudah mengemban amanah. Seorang pemimpin yang seharusnya berjiwa jujur dan adil, dalam hal ini jelas sudah gugur. 

Money politic, atau politik uang dengan memberikan materi atau yang lainya, contohnya pada saat menjelang pemilu adanya doktrin dengan berupa janji-janji manis yang dibuat dengan disisipkannya sogokan-sogokan tertentu berupa uang, bahan pokok seperti minyak, beras, gula dll, atau bahkan pakaian. Ini juga termasuk dalam bentuk suap. 

Dan pada umumnya ini masih sangat diterima baik oleh masyarakat awam karena menganggap sebuah keuntungan dan tidak peka terhadap adanya bahaya tersebut.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ.

Artinya: Dari Abdullah bin 'Amr, dia berkata, "Rasûlullâh melaknat pemberi suap dan penerima suap." (HR Ahmad).

Berdasarkan hadis tersebut dapat di simpulkan bahwa money politic yang juga merupakan bagian dari bentuk suap itu diharamkan, Rasulullah tidak menyukainya bahan melaknat atau mengutuknya. Ini tidak hanya berlaku bagi penyuap (pemberi suap) namun juga bagi orang yang menerimanya. 

Dalam bentuk apapun money politic ini tidak dapat dibenarkan karena bisa merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Money politic ini juga salah satu pemicu adanya korupsi yang terjadi, pasalnya hal ini berkaitan dengan upaya pengembalian kerugian dana besar-besaran yang telah dikeluarkan selama kampanye untuk pembelian suara rakyat. 

Tentunya juga berpengaruh terhadap kinerja kandidat yang terpilih dalam menjalankan wewenangnya. Firman Allah mengnai suap (Risywah) dalam Alqur’an, Surat Al-Baqarah Ayat : 188;

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ 188. 

Artinya:

"Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."

Berdasarkan dalil yang bersumber dari Alqur’an tersebut dapat dilihat bahwa suap yang bisa berdampak korupsi, yang dimana korupsi merupakan perampasan, penggunaan atau pengambilan hak-hak orang lain merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah, hukumnya dosa, dan Allah melaknatnya. Rahmat-rahmat dari Allah akan dicabut dan akan timbul kenikmatan sesaat dan penyesalan seumur hayat. 

Dalam Surat lain yakni Alqur’an Surat Al-Maidah Ayat 42, Allah berfirman :

سَمّٰعُوْنَ لِلْكَذِبِ اَكّٰلُوْنَ لِلسُّحْتِۗ فَاِنْ جَاۤءُوْكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ اَوْ اَعْرِضْ عَنْهُمْ ۚوَاِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَّضُرُّوْكَ شَيْـًٔا ۗ وَاِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ 42. 

Artinya:

"Mereka sangat suka mendengar berita bohong, banyak memakan (makanan) yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan), maka berilah putusan di antara mereka atau berpalinglah dari mereka, dan jika engkau berpaling dari mereka maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Tetapi jika engkau memutuskan (perkara mereka), maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil."

Ayat tersebut juga dapat mempertegas larangan memakan makanan yang haram, dimana hasil dari money politic tersebut merupakan suatu hal yang haram, dan anjuran untuk memutuskan suatu perkara dengan adil dan bijak sana, karena Allah mengukai orang-orang yang berbuat adil. 

Dengan ini diharapkan umat muslim bernegara mampu memahami betapa pentingnya menjadi ataupun memilih seorang pemimpin yang telah di tetapkan syaratsyaratnya dalam Islam sendiri. 

Dan meninggalkan budaya money politic yang telah mendarah daging dinegara kita ini. Yang sebenarnya money politic merupakan bentuk suap, dan suap dalam bentuk apapun merupakan perbuatan yang dilaknat oleh Allah dan Rasulnya. 

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwasanya money politic merupakan bentuk suap, di mana bentuk suap atau risywah ini hukumnya haram dan dilaknat dalam perspektif fikih yang telah di jelaskan akibat-akibat yang terjadi dengan adanya money politic. 

Semoga kita masyarakat Indonesia dengan ini sadar bahwa hal tersebut dapat meruntuhkan pondasi-podasi bangsa, mendatangkan laknat dari Allah, bukan hanya pada pemberi suap (pelaku money politic), melainkan penerima suap (penerima money politic), ataupun perantanya yang tahu dan terlibat didalamnya. 

Daftar Pustaka

  1. Luth, Thohir, Moh. Anas Kholish dan Moh. Zainullah. “Diskursus Bernegara dalam Islam”. UB Press: Jl. Veteran 10-11 Malang Hal 49-51, 2018 
  2. Rahmaniah. “Pengaman Demonstrasi dalam Fikih Siyasah”. Bening Media Publishing: Jl. Padat Karya Palembang, Hal 27-32, 2021 Sukantin, dkk. “Kepemimpinan dalam Islam”. Jurnal Educational Leadership. Vol.2 No.1, 2022 
  3.  Luth, Thohir, Moh. Anas Kholish dan Moh. Zainullah, “Diskursus Bernegara dalam Islam”, UB Press: Jl. Veteran 10-11 Malang Hal 49-51, 2018 2 Rahmaniah, “Pengaman Demonstrasi dalam Fikih Siyasah”, Bening Media Publishing: Jl. Padat Karya Palembang, Hal 27-32, 2021 
  4. Sukantin, dkk, “Kepemimpinan dalam Islam”, Jurnal Educational Leadership, Vol. 2 No. 1, 2022

*) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universistas Islam Negeri Kiai Haji Ahmad Siddiq Jember. 

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال