Qiraat Imam ‘Ashim : Kepopuleran Riwayat Hafs di Indonesia


Oleh: Fathia Nur Maulida*

Qiraat Alqur’an adalah metode atau gaya bacaan Alqur’an yang memiliki perbedaan dalam pelafalan, penekanan, dan pengucapan huruf-huruf Arab. Diantara salah satu macamnya ada qiraat sab’ah yang bacaannya disandarkan kepada salah seorang tujuh imam yang qurra. 

Para Imam qiraat sab’ah yakni Imam Nafi’, Ibn Kathir, Abu ‘Amr, Ibn ‘Amir, ‘Ashim, Hamzah dan Kisa’i. Salah satu metode qiraat yang paling populer dalam tradisi Muslim Indonesia yakni qiraat Imam ‘Ashim riwayat Hafs.

Imam ‘Ashim memiliki beberapa murid, salah seorang muridnya yakni Hafs bin Sulaiman. Kita dalam hal membaca Alqur’an lebih mengikuti kepada bacaan Imam ‘Ashim dari riwayat Hafs. 

Mengapa demikian? Karena riwayat inilah yang paling terkenal dan paling banyak digunakan diseluruh dunia. Sebab yang menjadi patokan dari riwayat Hafsh ini karena relatif mudah dibaca bagi orang yang non-Arab terkhusus Indonesia yang memiliki logat yang berbeda-beda setiap daerah. 

Perawi dan sekaligus murid Imam 'Ashim, Hafsh bin Sulaiman dianggap sangat ahli dan menguasai bacaan gurunya. Hafs merupakan seorang murid yang taat terhadap Imam ‘Ashim, dengan konsisten mengulang bacaan berkali-kali dan menyebarkannya di beberapa negeri selama jangka waktu yang panjang. Dalam hal ini kepopuleran riwayat Hafs sudah menjadi dominan dan paling umum digunakan terkhusus di Indonesia.

Qiraat Alqur’an diakui dengan melalui penghargaan dalam bentuk ibadah, seni, dan budaya. Banyak Muslim Indonesia yang berusaha untuk mempelajari dan menguasai teknik-teknik qiraat yang benar, termasuk cara melafalkan huruf-huruf Arab dengan tepat, memahami tajwid (aturan bacaan Alqur’an), serta memperindah bacaan mereka dengan intonasi yang baik. 

Metode Hafs ini diketahui memiliki kecocokan yang baik dengan standar tajwid yang diajarkan di Indonesia. Metode ini memiliki aturan bacaan yang jelas dan mudah dipahami, serta memberikan pedoman yang kuat dalam melafalkan huruf-huruf Arab dengan benar. Oleh karena itu, banyak lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang memilih menggunakan metode Hafsh dalam pengajaran Alquran.

Lembaga pendidikan Islam di Indonesia seperti madrasah, pesantren yang memainkan peranan penting dalam memelihara dan mengembangkan tradisi qiraat Imam ‘Ashim riwayat Hafs. Pesantren adalah pusat pembelajaran agama yang menerapkan metode pengajaran qiraat ini kepada para santrinya. 

Para santri diajarkan untuk menghafal dan membaca Alqur’an dengan menggunakan qiraat Imam ‘Ashim riwayat Hafs. Metode pembelajaran yang berfokus pada riwayat Hafs terdapat dari berbagai kitab. Kitab-kitab seperti Mushaf Madinah, Iqra', dan Juz 'Amma, yang banyak digunakan dalam proses belajar mengaji yang didasarkan pada riwayat Hafs. 

Metode pengajaran Alqur'an yang luas digunakan, seperti metode tartil dan tilawah, juga mengikuti riwayat hafs. Semua ini memperkuat posisi dan popularitas riwayat hafs di Indonesia.

Di Indonesia metode ini memiliki riwayat yang kuat dan telah menjadi landasan pembacaan Alquran hingga sekarang, terdapat juga variasi lokal dan tradisi qiraat regional yang ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia. 

Variasi ini sering kali mencerminkan keragaman budaya dan linguistik dari kepulauan Indonesia. Hal ini dibuktikan penggunaan qiraat ‘Ashim riwayat hafs di perpustakaan Masjid Agung Surakarta, Jawa Tengah yang dibuktikan dengan adanya sebagian besar penulisan Alqur’an menggunakan qira’at Imam ‘Ashim riwayat hafs. 

Beberapa qari dan hafiz Alquran Indonesia juga telah meraih pengakuan di tingkat internasional melalui keikutsertaan mereka dalam kompetisi qira'at dalam kancah internasional. Peranan para qari dan fungsi teknologi yang ada juga sangat berpengaruh terhadap penyebaran riwayat hafsh di Indonesia melalui platfrom media sosial dengan sangat cepat. 

Seperti kita ketahui rekaman suara pertama di dunia Islam adalah suara Mahmud Khalil al-Hushari menurut Labib Sa'id dalam kitabnya al-Mushhaf al-Murattal atau al-Jam' ash-Shauti al-Awwal membuktikan rekaman ini dengan riwayat Hafsh Thariq asy-Syathibiyyah. Hal ini menjadi suatu yang mampu meningkatkan pemahaman dan pengalaman nilai-nilai Alqur’an di tengah-tengah masyarakat muslim Indonesia.

Dengan adanya qira'at Alqur’an, memiliki popularitas yang luas dan terus berkembang di Indonesia. Praktik qira'at tidak hanya menjadi bagian integral dari ibadah umat Muslim, tetapi juga merupakan warisan budaya dan seni yang dipelihara dan dihargai di seluruh negeri. 

Kedudukan Alqur'an semakin kokoh, orisinalitas bacaan Alqur'an dan mushaf Alqur'an semakin meyakinkan. Nabi sendiri tidak mewajibkan membaca Alqur'an dengan seluruh macam bacaan yang pernah diajarkannya kepada para sahabatnya. 

Tetapi, Nabi hanya menyuruh para sahabatnya untuk membaca bacaan yang mudah baginya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam membaca Alqur'an, Nabi memberikan kebebasan kepada umat Muslim untuk memilih metode atau bacaan yang mudah bagi mereka. 

Dalam konteks Indonesia, popularitas qiraat Imam 'Ashim riwayat hafs dapat dimengerti sebagai pilihan yang dianggap mudah dan lebih umum digunakan.

*) Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال