Perbedaan Pendapat Ulama Tafsir Tentang Fawatihus Suwar dalam Al-Qur’an


Oleh: Shellen Salsabilla Amilya Firdaus*

Al-Qur'an merupakan kitab suci agama Islam yang wajib dipelajari oleh seluruh umat muslim di seluruh dunia. 114 surat yang menyusun Al-Qur'an, seperti yang telah kita ketahui semuanya memiliki pembukaan (fawatihus suwar) yang berbeda-beda. 

Selain bersifat otonom, huruf-huruf hijaiyah juga banyak mengandung misteri karena sampai saat ini belum ada pendapat yang dapat menjelaskan secara terperinci mengenai hal tersebut.

Fawatih dan as-suwar bersumber dari kata fawatihus suwar. Istilah fawatih merupakan jamak dari kata fatihah yang menunjukkan makna pembukaan atau awalan. Sedangkan as-suwar adalah bentuk jamak dari kata surah, yang mengacu pada sekumpulan ayat Al-Quran. 

Dengan demikian fawatihus suwar adalah awal dari sebuah surah dalam Al-Quran atau salah satu dari beberapa awalannya. Karena 114 surah dalam Al-Quran tersebut masing-masing didahului oleh salah satu dari 10 pembuka yang berbeda yang masing-masing mengandung makna atau pesan tersembunyi, sehingga sangat penting untuk dipahami dan dipelajari.

Orang-orang yang menggunakan huruf muqatha'ah (huruf putus-putus yang terdapat di awal surah-surah Al-Quran), seperti Dr. Shubhi Ash-shalih dalam karyanya Mabahits fi 'Ulumil Qur'an, sering menambahkan kalimat fawatihus suwar . 

Perlu ditekankan bahwa fawatihus suwar yang ada 10 ragam dan hanya 29 surah dari 114 surah Al-Qur'an yang membahasnya, tidak sesuai dengan huruf muqaththa'ah yang hanya membahas satu macam fawatihus suwar.

Jelas dari pembahasan sebelumnya bahwa ada 29 macam fawatihus suwar yang masing-masing memiliki 13 bentuk. Huruf alif, lam, mim, ha (ringan), ra, sin, tha, shad, ha (berat), ya, 'ain, qaf, nun adalah huruf yang paling sering digunakan berturut-turut. 

Fawatihus suwar ini merupakan bukti pada bangsa Arab bahwa Al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa atau abjad mereka. Ini adalah sanggahan yang kuat bahwa tidak ada yang bisa membuat sesuatu yang serupa Al-Qur’an. 

Ulama tafsir terdahulu seperti Zamakhsyari, menyempurnakan karya fawatihus suwar ini yang kemudian diikuti oleh Baidhawi, Ibnu Taimiyyah, dan muridnya Al-Hafidz Al-Mizi.

Para ulama salaf percaya bahwa ayat-ayat yang dikenal sebagai mutasyabihat, yang ditemukan di awal surah, telah disusun sedemikian rupa sejak zaman kuno, menghapus semua hambatan yang menghalangi manusia untuk menciptakan karya yang serupa dengan Al-Qur’an. 

Mereka juga berhati-hati dalam menafsirkan atau mengungkapkan pemikiran tentang surah-surah ini karena mereka sangat yakin bahwa hanya Allah yang mampu memahami maknanya.

Menurut perkataan Asy-Sya'bi yang dikutip oleh Subhi As-shalih menyatakan,  "huruf awalan itu adalah rahasia Al-Qur'an." Kemudian diperjelas dengan pernyataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib bahwa; “sesungguhnya bagi tiap-tiap kitab ada saripatinya, dan saripati Al-Qur’an ini adalah huruf-huruf hijaiyah.”

Menurut Abu Bakar As-Siddiq, "Di tiap-tiap kitab ada rahasianya, rahasia dalam Al-Qur'an adalah permulaan-permulaa surah". Empat Khulafaur Rasyidin dan Ibnu Mas'ud disebutkan oleh para ulama hadis berargumen sebagai berikut: huruf-huruf awalan yang sesungguhnya adalah ilmu yang tertutup dan mengandung misteri tersembunyi yang dikhususkan bagi Allah. 

Kajian Al-Qur'an mengalami kemajuan seiring dengan berkembangnya ilmu-ilmu tafsir dan ulumul qur'an yang disponsori oleh para mufassir. sehingga perbedaan cara menafsirkan sebuah ayat mungkin tidak serupa satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Quran akan lebih hidup jika digali lebih dalam.

Ulama tasawuf menyatakan bahwa permulaan-permulaan surah itu hanya diketahui hakikatnya oleh orang-orang yang memahami kebathinan yang rasional, sedangkan ulama lain berpendapat bahwa fawatihus suwar ialah nama dari surah-surah yang dimulai dari huruf tersebut. 

Selain beberapa pendapat diatas mufassir dari kalangan tasawuf juga menyatakan pendapatnya jika fawatihus suwar merupakan huruf-huruf yang terpotong-potong yang masing-masing diambil dari nama Allah atau yang setiap hurufnya merupakan pengganti dari suatu kalimat yang berhubungan dengan sesudahnya, atau huruf itu mengarah kepada maksud yang dikandung oleh surah yang diawali dengan huruf-huruf yang terpotong-potong itu. 

Misalnya apa yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas mengenai makna kaf, ha, ya, ‘ain, shad. Huruf kaf berasal dari kata karim (Maha Penyantun), huruf ha berasal dari kata hadin (Maha Penuntun), ya berasal dari kata hakim. ‘Ain berasal dari kata ‘alim (Maha Mengetahui), dan shad berasal dari kata shadiq (Tidak Berdusta). 

Mengenai tiga huruf awal alif lam mim ra, Ibnu Abbas mentakwilkan dengan annallahu araa (aku Allah Mengetahui). Dan empat huruf awalan alif lam mim shad ditakwilkan (aku adalah Allah yang Memutuskan).

Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, Az-Zarkasyi, AS-Suyuti, Al-Khuwaiby, dan Sayyid Rasyid Ridha adalah beberapa Ulama Tafsir yang mengklaim bahwa fawatihus suwar digunakan untuk menarik perhatian. Ada berbagai perspektif tentang apa objek itu. 

Menurut Al-Khuwaiby, hal ini merupakan tanbih bagi nabi karena mungkin saja nabi sedang sibuk pada saat turunnya wahyu dan Allah memerintahkan Malaikat Jibril untuk mengatakan alif lam mim agar nabi mendengarnya dan kemudian memperhatikan apa yang terjadi. 

Namun pendapat tersebut dibantah oleh Sayyid Rasyid Ridha, beliau berpendapat bahwa tanbih ditujukan kepada orang-orang musyrik Makkah dan ahli-ahli kitab Madinah sebab nabi selalu dalam keadaan sadar dan siap saat menerima wahyu.

Dapat dicermati dari beberapa pendapat para ulama tentang fawatihus suwar di atas bahwa ada berbagai cara pentakwilan sebuah ayat, tergantung dari tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan kecenderungan mereka dalam mempelajari dan mengkaji Al-Qur'an secara lebih umum. 

Namun secara teori, hal ini tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk memunculkan interpretasi berdasarkan ilmu yang memadai dan mendukung seorang mufassir. Terkait mana makna yang paling benar wa Allahu a’lam, hanya Allah lah yang mengetahui kebenarannya.

*) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis Setiawan


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال