Mushaf Utsmani: Sejarah Penyusunan


Oleh: Ahmad Sa’dan Husaini*

Al-Qur’an yang sekarang memiliki perbedaan dengan Al-quran pada zaman nabi. Pada zaman nabi Al-Qur’an dihafalkan, ada disetiap dada para sahabat. Selain itu Al-Qur’an juga ditulis oleh para penulis wahyu ke dalam media alami seperti kulit unta, pelepah kurma, dan batu. 

Kemudian pada masa khalifah Abu Bakar Al-Qur’an dikodifikasikan demi menjaga keberadaannya sebab gugurnya para Huffadz kala itu karna peperangan. 

Sedangkan kodifikasi kedua oleh khalifah Utsman ibn Affan bertujuan untuk menyatukan bacaan yang ada dan disatukan kedalam mushaf dengan bacaan yang baku dalam satu huruf. Mushaf tersebut lazim dikenal sebagai mushaf Utsmani.

Sebab Terjadinya Kodifikasi Kedua

Pada masa khalifah Utsman ibn Affan terjadi kodifikasi Al-Qur’an yang kedua. Kodifikasi ini adalah buntut dari masalah perbedaan bacaan yang ada diantara umat. Permasalahan ini sering menimbulkan konflik. Kondisi yang demikian ini dikhawatirkan dapat melahirkan perpecahan. 

Melalui kesepakatan antara khalifah Utsman ibn Affan dan para sahabat, pada akhirnya mushaf yang sebelumnya di kumpulkan oleh Abu Bakar disalin dan ditulis ke dalam mushaf yang baru dengan bacaan baku dalam satu huruf. 

Pada masa kepemimpinan khalifah Utsman wilayah kekuasaan islam siudah sangat luas bahkan sampai keluar jazirah Arab. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran dan ditakutkan memunculkan koflik, terutama ketika dihadapkan dengan perbedaan bacaan diantara mereka sedangkan bahasa asli mereka bukanlah bahasa arab. Ini dikarenakan kaum muslim pada saat itu tidak hanya berasal dari Arab asli (‘Ajamy) tetapi juga berasal dari bangsa lain.

Sebagaimana yang dilaporkan oleh sahabat Hudzaifah ibn Yaman. Beliau yang saat itu memimpin pasukan untuk syam mendapatkan arahan untuk menaklukkan Armenia, Azarbaijan, dan Iraq. Kemudian beliau menyampaikan keluh kesahnya kepada khalifah Utsman ibn Affan karna terdapat perbedaan bacaan Al-Qur’an dan dikhawatirkan menimbulkan perpecahan. 

Beliau berkata ”wahai usman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-gara bacaan Al-Qur’an, jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga menyerupai kaum yahudi dan nasrani.”

Tim Penyusun Mushaf Utsmani

Dengan sigap langkah pertama yang dilakukan khalifah Utsman ibn Affan adalah membentuk tim penyusun yang diisi oleh para sahabat. Tim penyusun ini diisi oleh para sahabat yang kompeten dalam bidangnya terlebih hafalannya. Diantaranya adalah Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Zubair, Said ibn al’Asbn, dan Abdurrahman ibn Hisyam. 

Kemudian diberi arahan oleh khalifah Utsman ibn affan, jikalau ada perdebatan diantara mereka maka lebih didahulukan bagi kaum Quaisy, karna Al-Qur’an turun di kalangan bani Quraisy.

Khalifah Utsman ibn Affan meminta mushaf yang sebelumnya dikumpulkan oleh khalifah Abu Bakar kepada sahabat Hafshah. Dan ketika sudah rampung maka langsung dikembalikan kepada Hafshah. Menurut riwayat yang paling banyak, jumlah salinan mushaf ada tujuh dan segera disebarluaskan. Diantaranya ke Makkah, Basrah, Kufah, Syam, Yaman, Bahrain dan Dokumen Pribadi Khalifah (Mushaf al-Imam)

Mushaf Utsmani memiliki karakteristik yang berbeda dengan mushaf sahabat lainnya. Berikut karakteristik mushaf Utsmani;

  1. Ditulis dengan tartib mushafi bukan menggunakan tartib nuzuly.
  2. Pada mushaf Utsmani jumlah surah ada 114. Jumlah ini merupakan pertengahan dari jumlah surah mushaf sahabat Ibnu Mas’ud yang berjumlah 111/112 surah dan mushaf Ubay ibn Ka’ab yang berjumlah 114 surah.
  3. Menggunakan dialeg quraisy, sebagaimana Al-Qur’an yang turun dikalangan kaum Quraisy. Khalifah Utsman berkata kepada tim penyusun Al-Qur’an” Bila kamu berselisih pendapat dengan Zaid bin Tsabit tentang sesuatu dari Al-Qur’an, maka tulislah dengan logat Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy.”

Langkah Terakhir Dalam Proses Kodifikasi Al-Qur’an Yang Kedua

Perintah khalifah Utsman ibn Affan setelah mendistribusikan mushaf yang baru adalah membakar mushaf yang lama. Kendati demikian beberapa sahabat lebih memilih untuk menulis ulang mushaf pribadinya sesuai dengan standar mushaf Utsmani. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Hajar dan didukung oleh pernyataan yang diungkapkan oleh Abdul a’la ibn Hakam al-Kitabi:

Ketika masuk ke rumah abu Musa al-’Asy’ari, saya menjumpai dia ditemani Hudzifah ibn al-Yammah sedang abdullah ibn mas’ud diatas lantai, merek berkumpul mengelilingi mushhaf yang dikirim oleh Ustman, dengan membawa mushaf masing-masing secara teratur untuk membetulkan mushaf mereka menurut standar mushaf Ustmani.

Ibn Saba menambahkan, “Utsman memerintahkan orang-orang untuk menulis mushaf”. Melalui berbagai pernyataan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pada saat itu umat islam juga diminta untuk menulis mushaf untuk kepentingan pribadi sesuai standar mushaf Utsmani tentunya. Selain itu hal ini memungkinkan untuk sahabat menulis ulang atau memperbaiki mushaf yang sudah dimiliki sebelumnya daripada dibakar.

Sementara mushaf Abu Bakar yang telah selesai disalin segera dikembalikan. Dan diketahui bahwa mushaf yang telah dikembalikan kepada Hafshah berada ditangannya hingga wafat. Barulah setelah wafat mushaf yang dibawa Hafshah dibakar setelah sebelumnya Hafshah menolak untuk itu.

Sumber Referensi;

  1. Effendi, Sofian. “MUSHAF UTSMANI:” Nida’ Al-Qur’an : Jurnal Kajian Quran dan Wanita 19, no. 2 (August 31, 2021): 83–97.
  2. Munir, Miftakhul. “Metode Pengumpulan Al-Qur’an.” Kariman: Jurnal Pendidikan dan Keislaman 9, no. 1 (June 30, 2021): 143–160.

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال