Harmonisasi Akal dan Wahyu Perspektif Ibnu Rusyd


Penulis: Zainul Furqon*

Problematika persoalan akal dan wahyu sampai saat ini masih menjadi perbincangan apalagi jika dikaitkan dengan persoalan agama dan filsafat. 

Yang awalnya saling bertentangan antara akal dan wahyu hingga munculah Ibnu Rusyd yang membantah pernyataan tersebut dengan berbagai argumentasinya. Ibnu Rusyd adalah seorang filsuf Islam yang menempatkan akal pada posisi yang paling tinggi.

Ibnu Rusyd merupakan seorang filosof yang terkenal di dunia Barat dan Timur diantara para filosof lainnya. Beliau mempunyai nama lengkap Abu al Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd lahir di Cordova di wilayah Andalus pada tahun 520 H tahu 1126 M, sekitar 15 tahun setelah wafatnya Abu Hamid Al Ghazali. 

Beliau dibesarkan dalam keluarga yang memiliki keteguhan agama dan ilmu pengetahuan. Ayahnya yang bernama Abdul Qasim Ahmad, beliau sempat menjadi hakim di Cordova pada masanya.

Menurut Ibnu Rusyd agama dan filsafat saling berkaitan atau mengisi satu sama lain. Ia juga mengatakan bahwa filsafat dan agama tidak pernah ada pertentangan. Persoalan agama harus mampu dipecahkan dengan menggunakan kemampuan dari akal. Banyak ayat-ayat Alqur’an yang menganjurkan agar manusia itu berpikir. 

Dan berpikir sendiri di sini diartikan secara mendalam sampai pada hakikat yang Tertinggi yakni Tuhan. Dan Alqur’an sendirilah yang menghalalkan filsafat sebagai metode untuk melihat suatu realitas sehingga menghasilkan interpretasi yang kritis.

Seperti halnya bahwa filsafat dan agama merupakan dua kekuatan yang saling mewarnai di dunia. Dalam sejarah tercatat tentang bagaimana ada seseorang yang berani mati demi mempertahankan suatu kebenaran yang ia yakini. 

Dapat diambil contoh, Sokrates merupakan salah satu dari tiga filsuf besar yang berani meminum racun agar membuktikan bahwa pemikiran tentang kebenaran itu sifatnya obyektif, karena pada saat itu orang-orang Athena menyakini bahwa kebenaran itu bersifat subyektif.

Pemikiran Ibnu Rusyd tentang akal dan wahyu menjadi menarik ketika para filsuf lainnya cukup untuk mengatakan bahwa akal dan wahyu tidak bertentang. Tetapi Ibnu Rusyd tidak cukup dengan hal tersebut. 

Ia mencoba mencari hubungan antara akal dan wahyu, tetapi tidak cukup hanya mencari hubungannya saja, Ibnu Rusyd mencoba mencari jalan tengah antara akal dan wahyu tersebut yang bertentangan dengan paham tentang suatu persoalan yang menjadi bahasan akal dan wahyu.

Dalam hal ini Ibnu Rusyd menuliskan, “apabila syari’at menyebutkannya, konsep yang dijelaskan syariat itu bisa jadi sejalan dengan pengertian yang dihasilkan dari penalaran yang menggunakan metode berpikir demostratif dan bisa jadi bertentangan.” 

Apabila antara konsep keduanya itu searah, tentu saja tidak diperlukan lagi penjelasan lebih lanjut. Tetapi jika dua-duanya bertentangan, maka diperlukan adanya interpretasi takwil yang mungkin bersifat mungkin terhadap lahirlah syari’at tersebut.

Ibnu Rusyd juga mengatakan bahwa permasalahan agama harus diselesaikan dengan akal, akal tersebut harus digunakan sebagai dasar untuk melihat suatu kebenaran. Dan Ibnu Rusyd pun berusaha menggabungkan keduanya. 

Ketika ada orang yang sedang belajar agama maka harus menggunakan akal pikirannya untuk memahami ajaran agama yang didapatkannya. Dengan menggunakan akal pikirannya seseorang akan mampu sampai pada pengetahuan yang benar dengan tujuan utama syariat Islam. 

Akal dan wahyu merupahan suatu hubungan struktural yang ditanyakan mana kedudukan yang lebih tinggi. Tetapi, akal dan wahyu merupakan suatu hubungan fungsional yang akan saling mengisi dalam memerankan fungsinya masing-masing. 

Didalam pemikiran epitemologi Ibnu Rusyd akal dan wahyu di letakkan sebagai sumber. Yang dimana kedua sumber tersebut digunakan untuk memperoleh suatu kebenaran atau pengetahuan.

Perbedaan  antara akal dan hati adalah bagian dari sejarah filsafat, dimana pusat kendali manusia berada di tiga tempat: indera, pikiran dan hati. Namun, yang paling berpengaruh adalah pikiran dan hati. Keduanya memiliki mengalami puncaknya. 

Alasan dalam sejarah filsafat pernah menguasai hati dan sebaliknya. Perhatikan bahwa keduanya mengalami kesulitan berjuang untuk kontrol hidup manusia.

Mengapa pikiran Ibnu Rusyd harus diperiksa karena memang begitu salah satu tokoh paling berpengaruh dalam perkembangan filsafat dan adalah renungan, baik Barat maupun Islam. Pemikirannya mampu menghasilkan pemikiran baru yang kreatif dan inovatif .

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis Setiawan


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال