Halal Bihalal dalam Perspektif Alqur'an Sebagai Tradisi di Indonesia


Oleh: Nur Fadhilah Laylatul Qadri*

KULIAHALISLAM.COM - Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam budaya dan tradisi di setiap daerahnya, jadi tidak mengherankan jika terdapat beberapa tradisi keagamaan yang tidak dapat ditemukan di negara Islam lainnya seperti kenduri (selamatan), tahlilan, fidaan, qasidah, termasuk juga halal bihalal. Tradisi halal bihalal ini dilakukan pada bulan Syawal yaitu setelah hari raya Idul Fitri.

Meskipun pelaksanaan halal bihalal berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya, namun pada intinya ialah sama-sama memanfaatkan momentum hari raya Idul Fitri untuk menjalin silaturahim dan saling maaf-maafan yang dikemas dalam suatu acara.

Halal Bihalal dari Segi Normatif

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), halal bihalal adalah hal maaf-maafan setelah menunaikan ibadah puasa ramadan. Menurut M. Quraish Shihab, halal bihalal adalah kata majemuk bahasa Arab dari kata halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca: bi). Kata tersebut artinya penyelesaian masalah, mencairkan yang beku, dan melepaskan ikatan yang membelenggu. 

Dengan demikian maka dalam halal bihalal terdapat unsur silaturahim yang mana sangat dianjurkan dalam Islam serta memiliki beberapa keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam Alqur’an dan hadis. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Silaturahim merupakan ketaatan kepada Allah serta petunjuk takutnya hamba kepada Rabnya, hal ini terdapat pada QS. Al-Ra’d(13); 

والدين يصلون ما امرالله به ان يوصل ويخشون ربهم ويخافون سوءالحساب

“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.”

2. Silaturahim merupakan salah satu jalan menuju takwa dengan dasar perintah Allah dalam QS. Al-Nisa’(4):1;

واتقالله الدي تساءلون والارحام ان الله كان عليكم رقيبا

“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

3. Silaturahim merupakan sebagian dari konsekuensi dan tanda-tanda iman, sebagaimana dalam hadis nabi berikut:

حدثنا عبدالله بن محمد,حدثنا هشام,أخبرنا معمر, عن الزهريو عن أبي هريرة رضيالله عنه, عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فاليكرم ضيفه, ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليصل رحمه

Nabi bersabda: ”Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia memuliakan tamunya dan barang siapa beriman Terdapat seorang laki-laki berkata kepada nabi: “ Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkanku kedalam surga.” Orang-orang pun berkata: “Ada apa dengan orang ini, ada apa dengan orang ini.” Kemudian nabi bersabda: ”Biarkanlah urusan orang ini.” Lalu nabi melanjutkan sabdanya: “Kamu beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya, mendirikan solat dan membayar zakat serta menjalin silaturahim.”

Dari beberapa penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dari sudut pandang Alquran dan hadis, silaturahim merupakan sesuatu yang istimewa, amal saleh yang penuh berkah, orang yang menjalankannya akan mendapatkan kedudukan yang tinggi, sanjungan yang indah, serta sebutan yang baik di dunia dan kesudahan yang indah di akhirat.

Halal Bihalal dari Segi Historis


Halal bihalal merupakan tradisi dan ciri khas yang dimiliki umat islam di Indonesia karna tradisi ini tidak terdapat di negara muslim manapun termasuk di Arab. Ada beberapa versi mengenai asal usul halal bihalal. 

Salah satunya ialah berasal dari KH Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1948 yang merupakan seorang ulama pendiri Nahdlatul Ulama. Beliau memperkenalkan istilah halal bihalal kepada Bung Karno sebagai bentuk cara silaturahmi antar pemimpin politik yang pada saat itu sedang mengalami konflik. 

Atas saran KH Wahab, pada hari raya Idul Fitri ditahun 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk menghadiri acara silaturahim yang diberi judul ‘Halal bihalal’. Para tokoh politik pun duduk satu meja dan mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. 

Sejak saat itu instansi pemerintah dimasa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan Halal bihalal dan berlanjut menjadi tradisi para masyarakat di Indonesia yang dilakukan pada saat hari raya Idul Fitri atau sesudahnya. 

Halal bihalal menjadi ajang silaturahim dengan cara mendatangi rumah para tetangga atau kerabat untuk saling bermaaf-maafan atau dikemas dengan mengadakan suatu acara. Momen ini juga menjadi alasan para perantau untuk mudik atau pulang ke kampung halamannya masing-masing, hal ini juga telah menjadi tradisi Indonesia disetiap tahunnya.
 
Jadi dalam halal bihalal terdapat beberapa unsur pokok yaitu saling memaafkan, silaturahim, dan Idul Fitri. Meskipun dari segi penamaan istilah halal bihalal tidak disebutkan dalam Alqur’an dan hadis, akan tetapi nilai-nilai dan kandungan ajaran yang ada dalam silaturahim dan sikap saling memaafkan semuanya memiliki dasar hukum yang jelas baik dalam Alqur’an maupun hadis.

Oleh sebab itu, tradisi halal bihalal di Indonesia harus dipertahankan dan dilestarikan bukan hanya sebatas dijadikan acara seremonial saja, tetapi disertakan dengan penghayatan sehingga diharapakan nilai filosofis halalbihalal tidak terpacu pada hari raya saja, tetapi juga pada setiap waktu selalu terjalin silaturahim dan saling memaafkan ketika melakukan kesalahan.    

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis Setiawan



 







Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال