Alasan Mengapa Allah Menyebut Diri-Nya dengan Lafaz Kami Didalam Alquran


Oleh: Sholihuddin Al Ayubi*

Jika Allah SWT itu Esa mengapa Allah menyebut diri-Nya "Kami" didalam Alqur’an? Pertanyaan ini sering mucul dari kalangan kaum Non Muslim untuk menyudutkan umat Muslim dan menjadikan alasan bahwa Allah itu tidak Esa. 

Seperti yang kita ketahui Alqur’an merupakan kitab suci yang menggunakan bahasa Arab sehingga untuk mengukur kebahasaan Alqur’an kita harus merujuk kepada ilmu tata bahasa Arab. 

Jadi kita tidak bisa mengukur kebahasaan Alqur’an dengan patron tata Bahasa Indonesia karena Bahasa Arab merupakan Bahasa yang sangat komplek. Karena kompleknya Bahasa Arab ini sehingga mempengaruhi pada terjemahan Alqur’an dalam Bahasa Indonesia. 

Contohnya seperti kata hujan dalam Bahasa Arab memiliki dua kata yakni “مطر” dan “غَيْث” kedua kata ini memiliki spesifikasi yang berbeda, hujan dalam kata “مطر” bermakna hujan yang mengandung adzab, sedangkan hujan dalam kata “غَيْث” mempunyai makna hujan yang memberikan keberkahan.

Ketidakmampuan Bahasa Indonesia untuk menerjemahkan kosakata Bahasa Arab inilah yang menyebabkan dalam terjemahan ayat Alqur’an mengandung kata tambahan dalam tanda kurung, ada yang mengatakan bahwa tanda kurung dalam terjemahan Alqur’an itu merupakan bentuk penambahan-penambahan dalam Alqur’an.

Padahal kata-kata dalam kolom itu berfungsi sebagai penjelas dari makna lanjutan agar kita tidak salah paham dengan ayat yang dimaksud. Dan ini juga yang menyebabkan kenapa Alqur’an harus selalu dalam Bahasa Arab karena terjemahan tidak mampu mengalih bahasakan Alqur’an karena kurangnya padanan kosa kata Bahasa Indonesia terhadap Bahasa Arab. 

Kata ganti orang dalam Bahasa Arab disebut dengan istilah “Dhamir”,  kata ganti orang dibagi menjadi dua yakni kata ganti orang tunggal (Aku, Kamu, dan Dia) yang kedua adalah kata ganti orang jamak (Kami, Mereka, dan Kalian) yang merujuk kepada orang banyak tapi bukankah Allah itu Esa? Lantas mengapa Allah sering menyebut dirinya kami didalam Alqur’an seperti contoh:

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ

Artinya: 

"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya." (QS. Al-Hijr 15:9) 

Para Ulama menjelaskan bahwa penggunaan kata kami untuk merujuk pribadi Allah ini disebut dengan istilah Jamak Li-Ta’dzim atau secara umum dikenal dengan istilah Plural Majerstik yang berfungsi untuk menegaskan keagungan dan kemahakuasaan Tuhan. 

Hal ini dijelaskan oleh imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya ketika menafsirkan surah al-Baqarah ayat 34 yang berbunyi;

وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ

Artinya: 

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir."

Imam Al-Qurthubi menjelaskan kata “وَاِذْ قُلْنَا” yang artinya kami “katakan disini” tidak menggunakan kata aku katakan melainkan menggunakan kata kami karena Allah membahasakan dirinya dengan kata plural atau jamak sebagai bentuk pengagungan dan penyajungan diri. 

Hal yang serupa juga dijelaskan oleh Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya Al-Munir ketika menafsirkan ayat ini juga mengatakan bahwa ini merupakan bentuk pengagungan atau Li Ta’dzim. 

Sehingga dari sini kita pahami bahwa bentuk kata ganti plural merujuk kepada sosok yang tunggal atau singular dengan maksud untuk menampakkan keagungan atau kebesaran yang dimiliki Allah.

Perlu diketahui bahwa konsep seperti ini tidak hanya ada dalam tata Bahasa Arab khususnya Alqur’an, melainkan juga ada dalam Bahasa dan budaya lain yang biasa dikenal dengan sebutan “Nosisme” merujuk laman “The Online Dictionary of Language Terminology” menjelaskan bahwa nosisme merupakan penyebutan diri sendiri dengan kata kami.

Hal yang serupa juga disebutkan dalam kamus “Oxford” bahwa nosisme merupakan istilah yang merujuk pada sebutan pribadi atau sebutan saya dengan penggunaan kata kami. Di Barat konsep ini dikenal dengan sebutan “Royal We” atau Pluralis Majestatis  hal ini dijelaskan dalam buku “Personal pronouns in present-day English” bahwa Royal We atau kata kami yang merujuk kepada sebutan saya ini biasanya digunakan oleh orang yang memiliki jabatan tinggi seperti raja atau jenis penguasa lain. 

Contohnya seperti dalam nanifesto yang mengkonfirmasi pengunduran diri Constantine Pavlovich, dimana kaisar Alexander 1 memulai suratnya dengan tulisan “By the Grace of God, We, Alexander I, Emperor and Autocrat of All the Russia, etc,.etc,.etc.” yang artinya “Dengan Rahmat Tuhan, Kami, Alexander 1, Kaisar dan Autokrat semua Rusia.” 

Disini kata “Kami” digunakan untuk menggantikan kata saya yang merujuk kepada Alexander 1 seorang dalam kasus lain para Paus Katolik dalam sejarahnya sering menggunakan kata kami untuk menyebut pribadi individualnya dalam tiap kesempatan pidatonya. 

Disini kita pahami bahwa bukan hanya tata Bahasa Arab saja yang menggunakan kata “Kami” sebagai bentuk untuk pengagungan melainkan ada juga dari Bahasa dan budaya lain yang menggunakan tata Bahasa yang sama.

*) Mahasiswa Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال