Mengenal Imam Ath-Thabari Ulama Besar Umat Islam

Ilustrasi Ibnu Jarir ath Thabari, cendekiawan muslim di bidang ilmu tafsir. Foto: Getty Images/iStockphoto/HStocks

Kuliahalislam Imam Abu Ja'far Muhammad bin Jarir At-Thabari lahir di Amul, Tabaristan, Iran tahun 225 H/839 M dan wafat di Baghdad, Irak tahun 310 H/923 M. Ia merupakan Ulama besar, sejarawan terkemuka, ahli Tafsir Al-Qur'an dan ahli fikih, ahli Qiraah. Imam At-Thabari sudah mulai belajar pada usia yang sangat muda dengan kecerdasan yang sangat menonjol. Dia sudah hafal Al-Qur'an 30 juz pada usia 7 tahun. Ilmu-ilmu dasar dipelajarinya di kota kelahirannya. Karena orang tuanya termasuk orang yang berada dia mampu untuk melanjutkan sekolah ke pusat-pusat studi di dunia Islam. Pertama-tama dia berangkat ke Rey, Iran. Salah seorang gurunya adalah Muhammad bin Humaid ar-Razi, seorang sejarawan besar.

Dari Rey, Iran kemudian Imam At-Thabari pindah ke Baghadad, Irak dengan maksud belajar kepada Imam Ahmad bin Hanbal. Akan tetapi, Imam Ahmad bin Hanbal telah meninggal dunia sebelum dia sampai ke kota Baghdad. Dia kemudian pindah ke Basra dan sebelumnya mampir di Wasit untuk mendengar beberapa kuliah. Kemudian dia pergi ke kufah (Irak). Di kota ini dia mempelajari 100.000 Hadits dari Syekh Abu Kuraib, Ulama besar Hadits. Selanjutnya Imam at Thabari kembali ke Baghdad dan menetap di sana untuk jangka waktu yang cukup lama. Setelah itu pada tahun 867, dia pergi ke Fustat, Mesir. Dan dia juga singgah di Suriah untuk menuntut ilmu Hadits.

Ketika di Fustat, orang-orang mengelompokkannya dalam barisan ulama terkenal. Kemudian dia pindah dan menetap di Baghdad hingga dia wafat pada tahun 923 Masehi. Dalam masa itu Imam at Thabari Hanya dua kali meninggalkan kota Baghdad yaitu untuk mengunjungi kota kelahirannya pada sekitar tahun 902 dan 903 Masehi. Seperti tergambar dalam riwayat pendidikannya di atas, Imam Ath Thabari sejak usia muda berkecimpung dalam dunia kehidupan intelektual.

Usia mudanya dihabiskan untuk mengumpulkan riwayat-riwayat Arab dan Islam dan setelah itu sebagian besar waktunya digunakan untuk mengajar dan menulis. Muridnya, Ibnu Kumail yang menerangkan kehidupan gurunya menjelaskan cara Imam at Thabari membagi waktunya setiap hari. Pagi sampai siang hari digunakannya untuk menulis. Dikatakan dalam satu hari dia sanggup menulis 40 halaman karya ilmiah. Pada waktu sore, dia memberi pelajaran Al-Qur'an dan Tafsir di Masjid. Sehabis shalat Magrib, dia memberi pelajaran tentang fiqih kemudian baru pulang ke rumah. Menurut Ibnu Kumail, Imam at Thabari sering menolak imbalan yang diberikan kepadanya. Imam at Thabari tidak mempunyai harta benda melebihi apa yang dibutuhkannya meskipun sebenarnya dia mempunyai kesempatan untuk mengecap kehidupan mewah.

Dia memang sering menolak jabatan-jabatan yang ditawarkan kepadanya. Oleh karena itu pula dia bisa menyalurkan kepandaiannya dengan sangat produktif. Bidang pertama yang digarapnya adalah sejarah, fiqih, Qira'ah Al-Qur'an dan Tafsir Al-Qur'an. Kemudian dia mempelajari ilmu sastra, ilmu bahasa, gramatikal, etika, ilmu matematika dan kedokteran. Sepuluh tahun setelah dia pindah dari Mesir ke Baghdad, dia mendirikan mazhab sendiri dalam bidang fiqih yang disebut oleh para pengikutnya dengan m
Mazhab Jaririyah. Sebelumnya dia bermazhab Syafi'i. Perbedaan mazhabnya dengan mazhab Imam Syafi'i secara teoritis lebih sedikit daripada secara praktik. Oleh karenanya segelas telah dia wafat para pengikutnya lupakan mazhabnya dan kembali ke mazhab Imam Syafi'i. Lo kayaknya yang berhubungan dengan prinsip-prinsip mazhab dalam ilmu fiqih telah lenyap. Karyanya dalam bidang fiqih diantaranya adalah Ikhtilaf al-Fuqaha' (Perbedaan Ahli Fikih) dan Adab al-Qudat (Etika Para Hakim).

Dalam bidang tafsir, Imam at Thabari menulis Jami' al-Bayan fi Tafsir Qur'an atau disingkat At-Tafsir atau Tafsir at-Thabari. Untuk penulisan tafsir ini, pertama-tama dia mengumpulkan bahan-bahan tentang Tafsir bi al-ma'sur (tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Hadis dan Ijtihad sababat Nabi). Baginya tafsir yang baik adalah tafsir yang juga menghargai pendapat-pendapat para sahabat dan Tabiin. Di samping hadis, dia juga mengambil pengertian bahasa sebagai sumber yang kuat dalam menafsirkan Al-Qur'an.

Dalam usahanya ini, kitab tafsirnya merupakan sebuah karya yang sangat berharga karena semakin menyempurnakan kitab-kitab tafsir yang pernah ditulis oleh ulama-ulama sebelumnya. Buku ini sampai sekarang masih dimanfaatkan para ilmuwan barat untuk menggali beberapa kenyataan dalam Filologi. Imam at-Thabari adalah seorang ahli filologi terkemuka di dunia Islam. Dia juga menggali syair-syair pra-Islam guna menemukan makna ayat. Sumbangan Imam at-Thabari yang paling utama dalam kumpulan riwayat tafsirnya itu adalah dalam ilmu Filologi dan ilmu gramatika Arab. Dalam karyanya itu juga terdapat penemuan-penemuan hukum aqidah dan fiqih yang disimpulkan dari ayat-ayat Al-Qur'an. Meskipun dikenal sebagai orang yang kuat berpegang pada Tafsir bil al-ma'sur, ia juga memperkenankan untuk menggunakan rasio (ra'yu) dengan tidak disandarkan pada riwayat untuk mengadakan kritik sejarah.

Dalam bidang Sejarah umum, Imam at Thabari menghasilkan buku berjudul Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk (Sejarah Para Rasul dan Raja-Raja). Dalam bidang sejarah, dia dapat dibandingkan dengan Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam bidang hadis. Kitabnya ini sudah diterbitkan ulang dalam bentuk ringkasan dan diterbitkan nilai dan diterbitkan di Leiden. Buku edisi terjemahan bahasa Inggrisnya diterbitkan oleh Orientalis terkenal yaitu Prof. William Montogomerry Watt. Kitabnya yang asli berjumlah 10 jilid dan 10 kali lebih besar daripada ringkasannya itu. Untuk mengetahui kandungan kitab itu secara sempurna diperlukan kajian terhadap karya-karya para sejarawan mutakhir yang merujuk kepada karya Imam at Thabari dalam kajian sejarahnya.

Kitab Imam at Thabari ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia pada tahun 963 Masehi atas perintah penguasa Abu Ali Muhammad Al Bal'ami Asamani. Akan tetapi, kita Terjemahan ini banyak sekali meringkas karya asli Imam at Thabari dan menambahnya dengan sumber-sumber lain terutama yang berhubungan dengan periode-periode awal. Kitab terjemahannya ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Turki dan bahkan kembali diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. 

Dalam Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk (Sejarah Para Rasul dan Raja-Raja), Imam at Thabari mengawali tulisannya dengan mengetengahkan sejarah Nabi Adam alaihissalam dan nabi-nabi permulaan serta sistem pemerintahan mereka. Pada bagian selanjutnya, dia mengetengahkan sejarah kekuasaan Sasaniyah (Persia). Riwayat-riwayat yang berhubungan dengan sejarah Sasania (Persia) tersebut dikutipnya dari naskah berbahasa Arab tentang raja raja Persia yang diterjemahkan oleh Ibnu Al-Muqafa. 

Setelah sejarah Sasania, dia masuk ke sejarah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan Al Khulafaur Rasyidin. Kemudian sejarah Dinasti Umayyah diuraikannya dalam bagian tersendiri. Karyanya itu ditutup dengan sejarah Dinasti Abbasiyah. Dalam buku-bukunya ini, Imam at Thabari menulis hingga sejarah tahun 915 Masehi. Dalam mengumpulkan bahan-bahan sejarah ini dia bersandar kepada riwayat yang belum dibukukan.

Pengumpulan riwayat-riwayat itu dilakukannya ketika dia banyak melakukan perjalanan ke berbagai negeri untuk menuntut ilmu dan belajar kepada ulama-ulama terkenal. Dalam menulis sejarah, Imam at Thabari juga memanfaatkan karya Umar bin Syabbah dalam ilmu Hadis yang berjudul Kitab Akhbar Ahl Basra (Informasi Tentang Penduduk Basrah), kemudian karya Nasr bin Muzahim yang berjudul Tarikh, kemudian Sirah Muhammad karya Ibnu Ishaq, dan kitab yang ditulis oleh Abu Mukhannif, Al-Waqidi, Ibnu Sa'ad, Muhammad al Kalabi, Hisyam al-Kalabi, al-Mada'ini, Saif bin Umar dan Ibnu Taifur.

Kajian sejarah buku ini yang hanya sampai tahun 915 Masehi dilanjutkan oleh sejarawan sejarawan yang datang sesudahnya. Di antara sejarawan yang melanjutkan kajian-kajian sejarah Imam at-Thabari ini adalah Muhammad al-Fargani dan Abu al-Hasan Muhamamd Hamazani. Al-Fargani adalah murid Imam at-Thabari. Lanjutan karya Imam at-Thabari ditulis kembali Al-Fagani dengan kitabnya berjudul Kitab Al-Muzayyil. Kemudian Al-Hamazani menulis Silat at-Tarikh yang merekam peristiwa sejarah sampai tahun 1094 Masehi.Ibnu Asir (1160-1233 M), banyak mengutip riwayat-riwayat Imam at-Thabari.

Sumber : Enskilopedia Islam

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال