Perkembangan Ilmu Tarikh (Sejarah) di Dunia Islam

Kuliahalislam Ilmu Tarikh merupakan ilmu yang berusaha menggali peristiwa-peristiwa masa lalu agar tidak dilupakan. Ilmu Tarikh sepadan dengan pengertian sejarah yang menunjukan ilmu yang membahas peristiwa-peristiwa masa lalu. Tarikh pada mulanya berarti penetapan bulan, kemudian meluas menjadi kalender dalam pengertian umum. Dalam perkembangan selanjutnya, Tarikh berarti pencatatan peristiwa.

Gambar Ilustrasi, sumber : Tajdid.id

Pengertian Tarikh menjadi beragam dan berkembang sesuai dengan perkembangan pencatatan sejarah itu. Di antara pengertian itu adalah Tarikh Umum seperti Tarikh at-Tabari, Tarikh Ibnu al-Asir, biografi seperti Mu’jam Ibn Khallikan; pembukuaan peristiwa-peristiwa tahun demi tahun (Hauliyyat);pembukuan berita-berita secara kronologis (khabar);silsilah dan lain sebagainya.

Faktor-faktor yang mendorong perkembangan Ilmu Tarikh adalah sebagai berikut (1). Adanya perintah Al-Qur’an kepada umatnya untuk memperhatikan Tarikh (Q.S 30:9 dan Q.S 59:18). Al-Qur’an juga juga banyak menyajikan kisah yang bertujuan agar dapat dijadikan contoh bagi umat manusia (Q.S 11:120). (2). Adanya kebutuhan untuk menghimpun hadis karena ajaran Islam yang terkandung di dalam Al-Qur’an yang berkenaan dengan ibadah dan muamalat bersifat umum dan hanya dalam garis besarnya saja. Penulisan hadis merupakan perintis jalan menuju perkembangan ilmu tarikh.

Bahkan setelah adanya ilmu hadis, muncul pula ilmu kritik hadis dalam rangka menyeleksi hadis yang benar dan salah. Ilmu ini juga juga dijadikan metode kritik penulisan Tarikh yang paling awal. (3). Diterbitkan buku berjudul As-Sirah (Biografi Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam) oleh para Ulama hadis agar keteladanan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam diikuti oleh umat Islam. Sejak penulisan hadis dan as-Sirah itu, penulisan Tarikh dalam Islam berkembang pesat.

Kedudukan Ilmu Tarikh

Walaupun umat Islam sangat memperhatikan ilmu Tarikh namun para cendikiwan Muslim ketika itu tidak menempatkan Tarikh sebagai ilmu dalam jajaran ilmu-ilmu lainnya. Selama periode pengambilalihan pengetahuan Yunani (170H/786 M-194 H/9809 M), sarjana-sarjana Islam untuk pertama kalinya mengenal klasifikasi bermacam-cabang ilmu pengetahuan. Klasifikasi ini tidak menentukan tempat khusus bagi Tarikh seperti kelasifikasi ilmu pengetahuan yang disusun Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Imam Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun. Akan tetapi ada juga beberapa cendikiwan muslim yang menempatkan ilmu-ilmu Tarikh di dalam kerangka ilmu pengetahuan walaupun mereka tidak sepakat dengan posisinya. Ibnu Nadim dalam kitabnya Al-Fihrist (Indeks) menempatkan ilmu Tarikh di antara bab-bab mengenai bahasa Arab dan puisi.

Muhammad bin Ahmad bin Yusuf al-Khawarizmi (wafat 997 M) dalam kitabnya Mafatih al-‘Ulum (Kunci-Kunci Ilmu) menempatkan ilmu Tarikh sebagai bagian dari enam ilmu pengetahuan agama yaitu fikih, teologi, gramatika bahasa Arab, menulis (Al-Kitabah), sastra dan Khabar. Dalam buku Rasa’il Ikhwani as-Safa (Dokumen-Dokumen Ikhwan as-Safa), ilmu biografi dan Tarikh dipandang sebagai bagian dari ilmu-ilmu dasar, sederajat dengan membaca, menulis, tata bahasa Arab dan puisi. Ilmu yang lebih tinggi dari ilmu-ilmu dasar itu adalah ilmu pengetahuan agama kemudian filsafat.

Pada pertengahan abad ke-10, Ibnu Farigan (Sejarawan) juga memasukan Ilmu Tarikh ke dalam ilmu filsafat. Kemudian pada abad ke 11, Ibnu Hazm dalam bukunya Maratib al-Ulum wa Kaifiyyah Talabuha (Tingkatan ilmu dan cara menuntutnya) meletakan Ilmu Tarikh di dalam kurikulum persiapan dari ilmu fisika, matematika dan lingustik. Ia juga menempatkan ilmu Tarikh sejajar dengan Filologi Arab sebagai ilmu bantu untuk kepentingan teologi, sedangkan Ibnu Abi ar-Rabi (sejarawan dan pemikir politik abad ke 9 M) menempatkan ilmu Tarikh sejajar dengan ilmu teologi dan hukum Islam.

Pada tahun 1340 M, Muhammad bin Mahmudi al-Amuli, sejarawan di dalam kitabnya Nafa’is al-Funun ‘Ara’is al-‘Uyun (Buku Tentang Tokoh), menempatkan ilmu Tarikh dalam ilmu kesusateraan dan ilmu pengetahuan agama Islam. Pada masa klasik (650-1250 M) dan pertengahan (1250-1800 M), ilmu Tarikh tidak terdapat diperguruan tinggi melainkan masuk pada pendidikan dasar dan menengah Islam. Namun demikian, hal itu tidak berarti ilmu Tarikh menjadi ilmu yang tidak penting karena ternyata karya-karya Tarikh terus bermunculan dan tetap dibaca oleh para sarjana yang mempunyai minat besar terhadap ilmu Tarikh.

Pada masa tersebut ilmu Tarikh memiliki beberapa keistimewaan diantaranya; pertama, para sejarawan yang juga menjadi ulama fikih dan hadis bukan pegawai pemerintahan. Mereka menulis Tarikh karena kehendak mereka sendiri oleh karenannya mereka bebas mengeluarkan pendapat mereka sendiri. Kedua, informasi Tarikh dapat dipercaya kebenarannya karena sumber informasi diambil dari orang yang dipercaya (Al-‘Udul, as-siqah) dan menggunakan penanggalan yang sempurna berupa hari, bulan dan tahun. Ketiga, sejarah Islam dengan segala bentuknya menggambarkan peristiwa dengan jelas dengan menggunakan bahasa Arab yang sederhana dan mudah dipahami.

Sejarah Perkembangan Ilmu Tarikh

Perkembangan ilmu Tarikh dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari perkembangan budaya Islam secara umum yang berlangsung secara cepat. Puncak dari perkembangan budaya dan peradaban Islam terjadi pada abad ke-9 dan 10 M pada masa Dinasti Abasiyyah di Irak. Pada masa sebelum Islam dan pada awal kebangkitan Islam, orang Arab belum menulis Tarikh. Semua peristiwa sejarah dan hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam disimpan dalam ingatan. Pada masa itu terkenal bentuk Tarikh lisan (Al-Ayyam) dan silsilah (Al-Ansab).

Hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, biografi dan keadaan tertentu untuk tujuan agama, baru mulai ditulis pada akhir abad 1 Hijriah dan awal abad 2 H setelah wilayah kekuasaan islam meluas. Masa itu awal penulisan Tarikh Islam. Menurut Prof. Sayid Husein Nasr terdapat tiga aliran dalam perkembangan ilmu Tarikh sampai pada abad ke 3 H. Pertama, aliran Yaman yang berkembang abad ke-1 H. Aliaran ini diwakili oleh Ibnu Syariah dan Wahab bin Munabbih. Mereka berusaha mengangkat sejarah Arab sebelum Islam.

Kedua, Aliran Madinah yaitu aliran Tarikh ilmiah yang banyak memperhatikan perang-perang Nabi Muhammad shallallahua alaihi wasallam (Al-Magazi) dan biografi Nabi. Aliran ini diwakili oleh para ahli hadis karena penulisan hadis sangat memperhatikan Sanad (urutan periwayatan). Para ahli hadis yang juga merupakan sejarawan pertama dalam Islam, meluaskan materi periwayatannya dari hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang berhubungan dengan kepentingan agama sehingga mencakup perang-perang Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat yang berpartisipasi didalamnya.

Penulisan Al-Magazi ini membuka jalan bagi penulisan As-Sirah (Biografi Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam). Penulis Tarikh pertama adalah putra-putra sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam antara lain Aban bin Usman bin Affan (Wafat 105 H/723 M) yang disebut sebagai simbol peralihan dari penulis hadis kepada pengkajian Al-Magazi. Dialah orang pertama yang menyusun kumpulan khusus tentang Al-Magazi. Sezaman dengannya adalah Al-Asadi al-Madani Urwah bin Zubair (Wafat 92 H/710 M), ahli hadis dan fiqih yang lebih dikenal dengan nama Urwah bin Zubair. Sementara penulis Kitab Al-Magazi yang terkenal adalah Muhammad bin Syihab az-Zuhri (wafat 124 H/741 M) dari Kabilah Quarisy Bani Zuhrah).

Ketiga, aliran Irak yaitu aliran yang memperhatikan arus sejarah sebelum Islam dan massa Islam serta sejarah para Khalifah. Ekspansi kekuasaan Islam dan tersebar luasnya orang Arab di berbagai daerah melahirkan satu corak penulisan Tarikh yang membangga-banggakan kabilah dan kota-kota yang mereka tempati. Bentuk penulisan yang pertama muncul di Irak umumnya lebih terperinci dan panjang, sedangkan yang berkenaan  dengan kota-kota lain hanya sepintas. Sejarawan aliran ini antara lain adalah Abu Muhnif (wafat 157 H/774 M) dan Awanah bin Hakam (Wafat 147 H/764 M).

Ketiga aliran di atas dipertemukan oleh Muhammad bin Ishaq bin Yassar atau Ibnu Ishaq (wafat 151 H/768 M), ahli hadis dan sejarawan terkenal dalam karyanya yang berjudul Al-Mab’as berisi sejarah Nabi Muhamammad shallallahu alaihi wasallam di Mekah, sebelum dan setelah Islam dan Kitab al-Magazi, berisi sejarah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam di Madinah.Selain itu, Ibnu Nadim dalam kitabnya Al-Fihrist menyebutkan bahwa Ibnu Ishaq juga menulis kitab al-Khulafa’ yang ditemukan lagi, tetapi disebut-sebut oleh At-Tabari dalam kitabnya Tarikh at-Tabari.

Sejarawan lain yang terkenal dalam penulisan Al-Magazi adalah Abu Abdullah Muhammad bin Umar al-Waqidi (wafat 207 H/832 M). Ia juga menulis At-Tarikh al-Kabir (Sejarah Besar), At-Tabaqat (Biografi Para Tokoh), As-Sirah, As-Saqifah wa Ba’iah Abi Bakr (Pembaiatan Abu Bakar di Madinah), Kitab al-Magazi dan beberapa makalah tentang Mekah, Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq, Perang Riddah, Perang Jamal, Perang Shiffin, Penahlukan Suriah dan Irak serta artikel tentang pencetakan uang Dinar dan Dirham. Murid al-Waqidi yeng terkenal dalam penulisan Al-Magazi adalah Abu Abdullah Muhammad bin Sa’ad bin Mani’ al Basri al-Hasyimia atau Muhammad Ibnu Sa’ad (wafat 230 H/845 M) yang juga menulis Kitab at-Tabaqat al-Kabir (Buku Besar tentang Peringkat Para Tokoh), berisi riwayat hidup Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, para sahabat dan tabiin.

Di awal abad ke-3 H,penulisan Tarikh di dunia Islam berkembang pesat didorong oleh penggunaan kertas yang diproduksi di Baghadad pada tahun 795 M.Pada masa itu sejarawan muslim menulis Tarikh dalam pengertian luas yaitu Tarikh umum. Hal ini dipengaruhi kitab Tarikh Persia seperti yang diterjemahkan oleh Ibnu al-Muqaffa yaitu Syiar Muluk al-‘Ajam (Kehidupan Raja-Raja Non Arab).

Kitab Tarikh umum tertua adalah karya Ibnu Qatadah ad-Dainuri (wafat 276 H/889M), ahli sejarah yang berjudul Kitab al-Ma’rif (Buku Pengetahuan), Al-Imamah wa as-Syiyasah (Kepimpinan dan Politik) dan ‘Uyun al-Akhbar (Sumber Sejarah). Penulis yang sezaman dengannya adalah al-Ya’qubi Ahmad bin Abi Ya’qub bin Ja’far bin Wahab bin Wazih al-Katib al-Abbasi, lebih dikenal dengan nama Ibnu Wazih al-Ya’qubi (wafat 897 M). Ia mengarang Kitab al-Buldan dan Tarikh Al-Ya’qubi yang berisi Tarikh umum dan Tarikh Islam sampai tahun 239 H.

Penulis Tarikh umum setelah itu adalah Abu Hanifah ad-Dainuri (wafat 282 H/896 M) dengan karyanya Kitab Al-Akhbar at-Tiwal (Sejarah Panjang). Kitab ini berisi sejarah mulai dari Nabi Adam Alaihisallam sampai wafatnya Sultan Yazdajird III (Wafat 651 M), Sejarah raja-raja Qahtan (Yaman), Romawi dan Turki serta sejarah zaman Khalifah al-Mu’tasim dari Dinasti Abbasiyah di Irak. Ciri penulisan Tarikh umum yang paling terkenal adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Tabari dengan karyanya Tarikh ar-Rasul Wa al-Muluk dan Tarikh ar-Rijal serta Al-Mas’udi dengan karyanya Muruj az-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir dan at-Tanbih wa al-Israf.

Sejarah lokal berkembang dengan pesat sejak awal abad ke-3 H seperti sejarah Mesir, Andalusia, Baghdad, Yaman, Bukhara, Magrib (wilayah Islam di Afrika Utara), Damaskus. Perkembangan sejarah lokal ini semakin pesat pada masa disintegrasi Dunia Islam dengan munculnya dinasti-dinasti kecil. Memasuki abad ke-4 Hijriah, perhatian sejarawan lebih diarahkan kepada Tarikh Politik daripada Tarikh Agama. Tarikh Politik mulai menjadi alat propaganda dan objektivitasnya berkurang karena penulis Tarikh kebanyakan berasal dari kalangan Istana. Karya biografi itu seperti Tarikh al ‘Ulama wa ar-Ruwah li al-‘Ilm fi Andalus (Sejarah Para Ulama dan penyebar Ilmu di Andalusia) oleh Ibnu al-Fardi, Tabaqat al-Attiba’ wa al-Hukama (Biografi Para Dokter dan Orang-Orang Bijak) oleh Ibnu Jaljal.

Menurut Franz Rosenthel dalam bukunya A History of Moslem Historiography, menyebutkan bahwa penulisan Tarikh Islam sudah berkembang dari bentuk Khabar ke dalam bentuk Tarikh 'ala as-Sinin (Sejarah Sepanjang Tahun). Khabar sering disamakan dengan Hadits, zikir dan Amr yang artinya adalah informasi, keterangan atau berita. Khabar tidak hanya memberikan informasi tentang peristiwa dan fakta saja tetapi juga melukiskan peristiwa-peristiwa itu dengan suasana yang menarik perhatian pembaca.

Sementara Tarikh 'ala as-sinin memuat beberapa peristiwa yang disusun berurutan berdasarkan tahun dan juga tidak terdapat hubungan sebab akibat antara masing-masing peristiwa seperti dalam karya At-Tabari dan Ibnu Asir. Analisis mendalam terhadap suatu peristiwa dan gagasan kausalitas dalam penulisan Tarikh dalam Islam dikembangkan untuk pertama kali oleh Ibnu Khaldun dalam karyanya Kitab al-'Ibar yang merupakan puncak pencapaian perkembangan ilmu Tarikh dalam Islam pada masa klasik dan pertengahan. Namun tidak ada tanda-tanda bahwa sejarawan sesudahnya mengikuti metodenya meskipun sebenarnya di Mesir banyak lahir sejarawan terkemuka di dunia Islam seperti Imam As-Suyuti dan Ibnu Iyas.

Pada akhir abad ke-18 Masehi muncul beberapa penulis Mesir di bidang ilmu Tarikh antara lain Abdurrahman al-Jabarti (wafat 1237 H/1822 M) yang mempelopori gerakan kebangkitan kembali Arab-Islam di Mesir. Gerakan itu terputus beberapa tahun ketiga terjadi pendudukan Napoleon Bonaparte dari Perancis di Mesir. Namun pendudukan itu sendiri juga memiliki pengaruh bagi kebangkitan Mesir pada masa selanjutnya termasuk dalam penulisan Tarikh.

Beberapa penyebab yang mempengaruhi kebangkitan penulisan Tarikh di Mesir pada abad ke-19 M antara lain yang pertama, adanya gerakan pembaharuan menjelang akhir kekuasaan Isma'il bin Ibrahim Pasya (1830-1895 M). Kedua, dilakukannya penelitian arkeologi di Mesir pada abad ke-19 oleh ahli-ahli Eropa sehingga ahli-ahli Mesir menggunakan hasil penelitian Eropa untuk penulisan Tarikhnya. 


Sumber : Ensiklopedia Islam

 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال