Mencari Teman: “Power of Life and Death”

KULIAHALISLAM.COM - Sudah tak asing di telinga kita bahwa Islam menganjurkan berbuat baik kepada sesama orang muslim. (QS. An-Nisa: 36). Bukan hanya itu saja, pertemanan (sahabat) itu harus menjadi sebuah keluarga besar dengan sebutan tali hubungan “Ukhuwah Islamiyah.”

Akan tetapi, Islam juga memberikan batasan yang jelas dalam soal pertemanan, karena teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Rasulullah bersabda: “Seseorang itu bergantung agama temannya. Maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Tidak hanya kepada sesama manusia, Allah SWT juga memerintahkan untuk berbuat baik terhadap hewan dan tumbuhan, karena semuanya adalah ciptaan Allah SWT dan terlarang untuk dianiaya. 

Meski sekedar hendak menyembelihnya untuk dikonsumsi, tetap kita dianjurkan untuk memberi makan sebelumnya. Bahkan, memotongnya (wajib) dengan memakai pisau yang tajam agar ia lebih mudah mati tanpa sakit terlalu lama. Begitu pentingnya berbuat baik (kebaikan).

Suatu waktu sahabat bertanya kepada Nabi: “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala (apabila berbuat baik) pada binatang?” beliau bersabda, “Pada setiap yang memiliki hati yang basah maka ada pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam Alqur’an surat Al-Baqarah Allah SWT berfirman:

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah : 195).

Namun demikian, hemat penulis, ada saatnya kita tak perlu mendengarkan perkataan seorang teman ketika kata-kata teman itu justru melemahkan semangat kita. 

Penulis teringat dengan kisah segerombolan katak yang melintas dari pinggiran hutan. Akibat tak waspada, dua katak diantaranya terperosok, sementara katak yang lain segera berkumpul di bibir jurang untuk melihat seberapa dalam jurang tersebut.

Rupanya jurang tersebut cukup dalam dan terjal. Dua katak di bawah jurang berusaha sekuat tenaga untuk keluar melompat dan mencoba segala cara hingga kelelahan. Sementara teman-temannya di atas berteriak supaya menghentikan usahanya. 

Yang pasti, menurut mereka, kedua katak itu tak akan berhasil menyelamatkan diri. Satu dari katak yang malang itu mendengarkan kata-kata tersebut, ia berhenti dan jatuh makin dalam. Akhirnya mati, sementara satunya lagi terus mencoba sekuat tenaga dan berhasil.

“Apa kau tak mendengar apa yang kami katakan?” tanya kawan-kawannya sesampainya di atas. Ia lalu menjelaskan bahwa dirinya tuli dan tak mengira bahwa kawan-kawannya memberikan motivasi untuk terus melompat menyelamatkan diri.

Pertanyaannya adalah, apa pelajaran yang bisa kita petik dari kisah tersebut? Bahwa ada “Power of life and death” dalam lidah kita. “Ada kekuatan hidup dan mati dalam ucapan kita”. Kata-katalah yang dapat membantu kita melewati segala problem yang kita hadapi dalam hidup kita.

Begitu pun sebaliknya, kata-kata pula yang justru akan melemahkan semangat kita atau bahkan menjerumuskan cita-cita yang ingin kita gapai dalam hidup kita. Sungguh benar apa yang disampaikan oleh Ibnu Athaillah As Sakandari dalam kitabnya Al Hikam: 

لَا تَصْحَبْ مَنْ لَا يُنْهِضُكَ حَالُهُ وَلَا يَدُلُّكَ عَلَى اللهِ مَقَالُهُ

“Janganlah berteman (berguru) terhadap orang yang kondisinya tidak membangkitkanmu (untuk meraih rida Allah) dan ucapannya tidak menunjukkanmu kepada Allah SWT.”

Itu artinya, dari sekian ribu teman yang ada, tentu sangat bermacam-macam pula tipikalnya. Semuanya akan memberi pengaruh positif-negatif tanpa kita sadari. Karenanya, sangat penting memilih teman yang menginspirasi diri kita untuk menggapai cita-cita.

Lalu Bagaimana Cara Memilih Teman Yang Baik?

Dari sini, menarik sebenarnya kalau kita ketengahkan petuah Gus Kautsar: “Dirimu harus mencari teman yang benar-benar teman.” tegasnya. Gus Kautsar juga mengatakan:

صديقك من صدقك لا من صدقك

“Bisa dikatakan temenmu kalau dia sangat jujur dengan kamu. Kalau kamu buruk ya buruk, kalau kamu baik ya baik. Kalau apa kamu lakukan benar dia bilang benar, kalau apa yang kamu lakukan salah dia bilang salah. Bukan orang yang selalu mengatakan kamu dalam posisi benar.” imbuh Gus Kautsar.

Masih tentang soal pertemanan. Gus Baha’ mengatakan: 

لا تصحب من لا يراك الا معصوما

“Kamu jangan berteman dengan orang yang hanya siap melihat kamu dalam keadaan tidak salah”. Karena yang demikian ini pecundang. “Orang berteman kok ingin kamu benar terus, jangan mau berteman dengan orang seperti itu, berarti dia angkuh karena tidak siap melihat kesalahan kita. Melihat kamu kecuali dalam keadaan terjaga dari dosa.” timpal Gus Baha’.

Memang, pertemanan dalam perjalanannya sudah pasti diwarnai dengan liku-liku pengalaman. Terkadang kecewa, namun kadangkala bahagia. Teman sejati tidak akan membiarkan kesalahan untuk menghindari perselisihan. 

Justru, karena kasihnya, ia memberanikan diri menegur dan meluruskan kesalahan tersebut. Tentunya menegur dengan cara bijak agar temannya berubah kearah yang lebih baik. Wallahu a’lam bisshawab.

Salman Akif Faylasuf

Salman Akif Faylasuf. Alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال