Perjanjian dengan Tuhan Pandangan Imam Junaid al-Baghdadi

Perjanjian dengan Tuhan Pandangan Imam Junaid al-Baghdadi

Oleh: Nurul Faizah, Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya

KULIAHALISLAM.COM - Dalam Islam, ternyata manusia mempunyai perjanjian dengan Allah SWT. Perjanjian itu dilakukan ketika manusia masih menjadi roh. Sebelum manusia lahir ke dunia, ia mempunyai waktu kebersamaan dengan Tuhan. 

Sesuai dengan pendapat dari Imam Junaid al-Baghdadi, seorang sufi yang lahir di Baghdad pada tahun 215 H. Mengatakan bahwa,

Sebelum manusia terbentuk menjadi jasad, ia mengalami kebersamaan dengan Tuhan.

Dalam kebersamaan itulah, manusia melakukan perjanjian dengan Tuhan. Lalu, apa isi dari perjanjian antara Allah dan manusia tersebut?

Perjanjian tersebut merupakan kesaksian manusia akan Tuhannya yaitu Allah SWT. Seperti pada QS. Al-A’raf ayat 172,

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi. QS. Al-A’raf ayat 172.

Imam Junaid al-Baghdadi yang juga menjelaskan mengenai perjanjian manusia dengan Tuhan, meriwayatkan tafsiran dari ayat diatas. Yang berbunyi,

Tidak tahukah kau bahwa Allah berfirman ketika Allah mengambil anak Adam dia mengutip ayat tersebut sampai ayat berikut “Kami menyaksikan”. Dalam ayat ini Allah menerangkan kepadamu bahwa Dia berbicara kepada mereka sewaktu mereka belum berwujud berada dalam diri-Nya. Keberadaan ini tidaklah sama dengan keberadaan biasanya diatributkan kepada makhluk-makhluk Tuhan, ini merupakan jenis keberadaan yang hanya diketahui oleh Allah. Allah mengetahui keberadaan mereka, meliputi mereka, Dia melihat mereka pada saat mereka tidak berwujud dan tidak mengetahui bagaimana wujud mereka sendiri di masa yang akan datang dunia ini. Keberadaan mereka berada di luar waktu. Ini merupakan wujud ilahiah dan konsepsi keilahiaan yang hanya terjadi pada-Nya. Mengutip dari Syifa al-Qulub: Jurnal Studi Psikoterapi Sufistik 5, 2 (2021)

Pendapat Imam Junaid al-Baghdadi mengenai perjanjian dengan Tuhan, ini dijelaskan pada teorinya yang bernama Mitsaq.

Allah telah mengikat manusia untuk bersaksi bahwa Allah SWT lah Tuhannya, dan tiada Tuhan selain Dia.

Kemudian, ketika manusia telah dilahirkan ke dunia, ia lupa akan apa yang terjadi ketika ia masih menjadi roh. Artinya, manusia lupa akan perjanjiannya dengan Tuhan sewaktu ia telah lahir ke dunia. Sehingga, kemungkinan besar akan ada agama-agama lain atau Tuhan-Tuhan lain yang tercipta oleh manusia itu sendiri.

Jadi, dapat dikatakan bahwa telah terjadi pengingkaran terhadap perjanjian antara manusia dengan Allah SWT.

Lantas, apakah adanya agama lain merupakan bentuk pengingkaran terhadap Tuhan?

Agama adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh manusia, yang terdapat aturan-aturan yang harus ditaati. Manusia yang taat terhadap agama, dapat dikatakan manusia tersebut beriman.

Ketika manusia di dunia mempunyai kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Namun, ada pula manusia yang beragama hanya mengikuti keluarganya, sehingga agama disini bersifat turun temurun atau tradisi.

Seperti yang dikutip oleh Didi Junaedi dalam Republika.co.id, Ibnu Katsir mengutip hadis shahihain (Bukhari dan Muslim), yang menyatakan “Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah (suci), yakni beragama Islam, maka kedua orangtua nya lah yang menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.”

Jika sebelumnya terdapat perjanjian manusia dengan Tuhan, maka hadis diatas diartikan bahwa ketika manusia lahir dan kemudian menjalani kehidupannya dengan tidak beragama Islam, maka manusia tersebut telah ingkar janjinya dengan Allah SWT.

Bagaimana Yang Harus Dilakukan Manusia Untuk Menuju Pada Ridha Allah?

Seharusnya manusia ketika sudah lahir di dunia, ia melakukan kewajibannya terhadap Allah SWT, yakni dengan tetap meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhannya, Tuhan yang Maha Esa, menyembah kepadaNya, dan menyerahkan seluruh hidupnya hanya kepadaNya.

Mungkin, jika manusia ingat akan janjinya dengan Tuhan, maka hidup yang dijalaninya senantiasa diliputi dengan kebahagiaan dan keberkahan.

Dan sebaliknya, jika manusia telah lupa akan janjinya atau ingkar akan janjinya, maka hidupnya senantiasa diliputi dengan kesengsaraan ataupun kesedihan.

Dalam Surah al-Ikhlas, yang ber-arti,

“(1) Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa. (2) Allah tempat meminta segala sesuatu. (3) (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. (4) Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”

Dapat di simpulkan arti dari surah tersebut, bahwa Allah-lah Tuhan satu-satunya, dan manusia diperintahkan meyakini Allah sebagai Tuhan yang Maha Esa, dan tidak diperbolehkan untuk menyekutukanNya.

Allah juga lah tempat manusia memohon dan meminta atas segala apapun yang dijalani nya selama ia di dunia.

Dan sungguh Allah SWT akan memberikan apapun yang hambanya minta, baik itu rezeki, kesehatan, pekerjaan, kebahagiaan dan yang lainnya.

Janganlah manusia ingkar terhadap Tuhannya, yaitu Allah SWT. Sebab, jika manusia ingkar, maka Allah enggan memberi keinginan manusia.

Kuncinya hanya satu, yakni manusia harus taat akan Allah SWTm. Dimanapun kita, kapanpun waktunya, marilah kita mengingat akan Allah SWT berdizkir kepadaNya, dan tetap melakukan kewajibanNya. Semoga kita semua tetap dalam lindungan Allah SWT dan senantiasa mendapatkan ridho Nya. Aamiin.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال