Hukum Mendatangi Walimatul Ursy

Hukum Mendatangi Walimatul Ursy

Oleh: Adam Kartiko, Mahasiswa PAI UIN Raden Mas Said Surakarta

KULIAHALISLAM.COM - Menikah merupakan salah satu dari beragam hal yang di syariatkan oleh agama. Hal ini, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Imam Al-Hisni dalam Kifayatul Akhyar tentang dalil di syariatkannya menikah itu diambil dari Kitabullah, sunnah rasul dan kesepakatan umat. 

Setelah kita tahu bahwa menikah itu di syariatkan oleh agama, lalu arti dan maksud dari nikah itu sendiri apa sih?

Untuk menjawab arti dan maksud dari pertanyaan di atas, maka hal yang kita lakukan adalah mengkaji makna dari kata nikah baik secara bahasa, istilah maupun ucapan para ulama. 

Nikah menurut bahasa berarti kumpul. Sedangkan dalam istilah syara’, nikah diartikan sebagai suatu akad yang mengandung beberapa rukun dan syarat (Fathul Qorib). 

Namun, oleh para ulama syafiiyah seperti yang ada dalam buku Fiqih Seri Kehidupan:8 hasil buah karya Ahmad Sarwat, nikah di artikan sebagai akad yang mencakup pembolehan dalam melakukan hubungan seksual dengan beragam lafadz yang sepadan dengan nikah, tazwij atau yang semakna. 

Dari pengertian ini dapat kita pahami, bahwa menikah memiliki maksud agar dua orang yang di nikahkan dapat melakukan hubungan seksual, yang pada awalnya diharamkan menjadi di halalkan. 

Dalam pernikahan itu sendiri, biasanya di adakan sebuah resepsi yang dalam bahasa arab di sebut dengan walimatul urs. Kata walimah di ambil dari bahasa arab, yakni Al-Walamu yang bermakna pertemuan. 

Hal ini disebabkan dalam walimatul urs, kedua mempelai melakukan pertemuan. Akan tetapi secara istilah, walimah merupakan hidangan yang disediakan pada acara pesta pernikahan (Ahmad Sarwat, 8: 222). 

Hukum walimah dalam pernikahan itu sendiri adalah sunnah muakkadah. Hukum ini di dasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, yakni:

Di riwayatkan dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Barakallahu laka. Lakukanlah walimah meskipun hanya dengan seekor kambing. 

Dengan di sunnahkannya walimah dalam pernikahan, lalu bagaimana hukum orang yang mendatangi walimah tersebut?

Hukum mendatangi walimah pernikahan itu sendiri para ulama berbeda pendapat yang terbagi menjadi tiga hukum, yaitu:

Fardlu Ain, di dasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim: Apabila kamu diundang walimah, maka datangilah. 

Kalimat datangilah dalam hadis ini dipahami sebagai perintah yang mewajibkan. Pendapat ini merupakan pendapat yang paling sahih menurut kalangan syafiiyah jika kita merujuk kepada kitab Fathul Qorib. 

Fardlu Kifayah, hukum ini didasarkan kepada esensi dan tujuan walimah itu sendiri. Walimah digunakan sebagai media untuk mengumumkan terjadinya pernikahan serta membedakannya dari perzinaan. 

Maka ketika walimah ini telah dihadiri oleh sebagian orang guna mengetahui bahwa fulanah telah dinikahkan dengan fulan, maka gugurlah kewajiban mendatangi walimah bagi sebagian yang lain. 

Sunnah, ulama yang berpendapat bahwa menghadiri walimah pernikahan itu sunnah berlandaskan atas argumen terkait pada hakikatnya menghadiri walimah itu seperti menerima pemberian harta. Sehingga bila harta itu diterima hukumnya sebatas sunnah, namun jika tidak diterima maka tidaklah apa. 

Namun hukum-hukum di atas hanya berlaku dalam walimah pernikahan saja. Untuk walimah-walimah yang lain seperti walimah khitan, maka hukumnya hanyalah sebatas sunnah secara mutlak, meskipun jika kita merujuk kepada kitab Fathul Qorib hasil gubahan Imam Abu Qasim Al-Ghazi ada beberapa syarat yang harus terpenuhi agar hukum walimah selain pernikahan dapat dihukumi sebagai kesunahan. 

Itulah kiranya, tulisan yang mencoba menjabarkan hukum dari menghadiri walimah pernikahan. Wal-hasil, dikatakan bahwa perbedaan diantara ulama dalam masalah furu’ agama adalah rahmat, dan dengan perbedaan ini pula, umat muslim tidak terbebani hanya dari satu pendapat saja. 

Karena jika menghadiri walimah pernikahan dihukumi sebagai fardlu ain saja, maka tentu itu akan menyulitkan bagi umat muslim yang benar-benar tidak dapat melakukannya dikarenakan adanya sebuah alasan. 

Adam Kartiko, Mahasiswa semester 5 program studi Pendidikan Agama Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, memiliki minat terhadap kajian-kajian fiqih yang berguna didalam menjalankan proses kehidupan sehari-hari agar dapat bernilai sebagai ibadah.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال