Mengenal Sang Pembawa Kejayaan Dinasti Abbasiyah

Oleh: Adam Kartiko, Mahasiswa Prodi PAI UIN Raden Mas Said Surakarta

KULIAHALISLAM.COM - Dinasti Abbasiyah merupakan kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di tahun 750-1258 Masehi. Dinasti ini menjadi dinasti terlama yang dapat di katakan sangat berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat peradaban dan pengetahuan dunia. 

Konon, di abad-abad itu dunia Islam disebut-sebut sebagai generasi emas peradaban dunia yang tak mungkin dapat ditandingi lagi oleh peradaban sebelum dan sesudahnya. 

Founding Father dari Dinasti Abbasiyah yang sekaligus menjadi khalifah pertama bernama Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Ia merupakan cicit dari Abbas (paman Nabi Muhammad SAW). Dinasti ini berdiri tidak terlepas dari beragam masalah yang menimpa pemerintahan sebelumnya, yakni Dinasti Umayyah. 

Dalam setiap pemerintahan yang berhasil, secara hukum alam pasti ada pemimpin yang hebat. Dalam dinasti Abbasiyah kita mengenal banyak tokoh hebat tentunya. Namun dalam tulisan ini, penulis sangat tertarik mengkaji lebih dalam tentang salah satu tokoh yang dapat dikatakan sebagai pelopor majunya peradaban dan keilmuan Islam pada masa itu. Tokoh yang kita maksud bernama Khalifah Harun Ar-Rasyid. 

Kita banyak mengenal Harun Ar-Rasyid lewat kisahnya bersama Abu Nawas dalam buku cerita yang bertajuk Seribu satu malam. Dalam buku tersebut, banyak diceritakan tentang kejenakaan Abu Nawas hingga seringkali mengakali Harun Ar-Rasyid. 

Namun dalam pembahasan kali ini, tentu kita tidak akan sibuk dengan kisah-kisah tersebut. Karena yang akan kita bahas adalah kisah Harun Ar-Rasyid dalam sudut pandang Ia sebagai khalifah yang masyhur dan hebat. 

Harun Ar-Rasyid, memiliki nama lengkap Abu Jafar bin Mahdi bin MansurAbdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Jika diruntut sejak khalifah pertama Abbasiyah, ia merupakan khalifah kelima. Ia dilahirkan di kota Ray, Iran pada tahun 765 M. 

Sedari kecil, Harun Ar-Rasyid bersama dengan saudara-saudaranya telah diajari beragam cabang keilmuan, seperti Quran, musik, puisi, sejarah Islam, puisi dan praktik hukum. 

Salah satu gurunya yang terkenal ialah Yahya bin Khalid Al-Barmaki. Perjalanan politik Harun Ar-Rasyid bisa dibilang semakin mentereng semenjak penjadi pemimpin dalam ekspedisi melawan kekaisaran Bizantium yang terjadi antara tahun 780-782 Masehi. 

Atas keberhasilannya menjadi pimpinan ekspedisi tersebut, yang dibuktikan dengan masuknya pasukan muslim di kota Bosporus lewat perantara perjanjian damai yang menguntungkan umat muslim, Ia mendapatkan julukan Ar-Rasyid yang berarti petunjuk ke jalan yang benar. 

Di saat Harun Ar-Rasyid menjadi khalifah, dapat dikatakan kekhalifahannya adalah puncak kejayaan bagi dinasti Abbasiyah. Ia senantiasa berupaya mengembangkan keilmuan dengan jalan membuat kebijakan berupa penerjemahan besar-besaran buku-buku ilmiah dari bahasa Yunani kepada bahasa Arab. Salah satu penerjemah yang bertugas pada saat itu bernama Yuhana bin masawaih (w. 857 M). 

Harun Ar-Rasyid sangat mengapresiasi para ilmuwan yang menjadi penerjemah dengan menimbang buku yang telah diterjemah dengan emas yang sesuai dengan berat buku tersebut. 

Selain apresiasi yang berbentuk materiil, khalifah juga memberikan apresiasi berupa penghormatan kepada para ilmuwan dan ulama, hingga menjadikan masyarakat pada masa itu ikut serta dalam menghormati dan menjunjung martabat para ulama. 

Di masa Harun Ar-Rasyid ini pula, empat mazhab fiqih yang diakui keabsahannya tumbuh dan berkembang. Bukan hanya keilmuan dalam bidang fiqih saja yang tumbuh dan berkembang, karena keilmuan lain juga berkembang begitu pesat. Di masa Harun lagi, kondisi negara berada dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah serta terjamin keamanan masyarakat. 

Ada satu kisah yang membuktikan bahwa Harun Ar-Rasyid begitu memuliakan ulama. Kisah ini penulis kitab dari laman Republika dengan judul Kisah Pertemuan Imam Malik dan Harun Ar-Rasyid, kisahnya sebagai berikut:

Suatu ketika, Harun Ar-Rasyid menunaikan ibadah haji. Setelah menunaikan haji, Ia berkunjung ke kota Nabi untuk berziarah kepada Nabi dan berkunjung kepada Imam Malik yang saat itu sangat terkenal akan kealimannya. 

Pertemuannya dengan Imam Malik diawali semenjak Ia mengirim utusan yang ditugaskan hendak memanggil Imam Malik dengan maksud ingin mendengarkan ilmunya. 

Namun, Imam Malik malik menolak panggilan itu sembari mengatakan; 

Katakan kepada Amirul mukminin, bahwa orang yang mencari ilmu haruslah mendatangi ilmu itu, bukan ilmu yang harus mendatanginya. 

Mendengar ucapan itu, Harun Ar-Rasyid tidak marah, namun Ia menerimanya dengan penuh keridaan dan mendatangi Imam Malik dengan penuh penghormatan kepada Imam Malik. 

Begitulah kisah Harun Ar-Rasyid, dengan kesungguhan dan khidmatnya terhadap ilmu menjadikan Ia senantiasa perhatian kepada Ilmu. Dikatakan bahwa maju mundurnya peradaban tergantung dari seberapa besarnya sebuah negeri terhadap ilmu dan ulama/ilmuwan. 

Dengan perhatiannya Harun Ar-Rasyid kepada ilmu, maka sungguh sangat pantas jika di masanya peradaban Islam sangatlah maju. Terimakasih. 

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال