KULIAHALISLAM.COM - Khalid bin Walid adalah Sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan pemimpin pasukan perang kaum Muslimin yang karena kecakapannya dan keberaniannya dalam memimpin perang, ia dijuluki Pedang Allah (Saif Allah). Beliau wafat tahun 21 H/641 M.
Nama lengkapnya Khalid
bin Walid bin Mugirah Al-Mahzumi. Dalam perang Uhud tahun 3 H, Khalid bin Walid
masih memimpin pasukan musyrikin Mekkah di bagian sayap kanan. Antara tahun 6
H/627 M dan 8 H/630 M yaitu setelah perjanjian Hudaibiyah dan sebelum penahlukan
kota Mekah, Khalid bin Walid masuk Islam.
Sumber Gambar : Facebok Adlan Muslim Cirebon |
Kiprah Khalid Bin Walid Setelah Masuk Islam
Dalam peristiwa Fath Makkah (penaklukan kota Mekkah, Muharam 8 H), Khalid mendapat tugas dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam untuk menghancurkan berhala Uzza dan Nakhla di dekat Kabah. Kemudian ia diutus untuk menumpas pemberontakan Bani Jadimah yaitu kaum musyrikin Mekah yang tidak menerima kemenangan kaum Muslimin.
Pada tahun 9
H/630 M, Rasullullah mengutusnya keperkampungan Dumat al-Jandal untuk
menangkap Al-Ukaydir, seorang kepala suku Nasrani. Pada tahun 10 H/631 M, ia
diutus Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam ke Najran, Yaman untuk mengajak Bani Haris masuk Islam, tugas ini
dilaksanakannya tanpa pertumpahan darah.
Pada tahun 11 H/632 M, pada masa Khalifah Abu Bakar As Siddiq, Khalid bin Walid ditugaskan untuk menumpas kaum murtad pimpinan Tulaihah bin Khuwailid yang akhirnya dapat dikalahkan di Buzaha, Hedzaj. Kemudian ia ditugaskan menumpas Bani Tamim yang tidak mau membayar zakat.
Banu Tamim berdekatan
dengan Banu Amir ke arah selatan, berseberangan dengan Madinah ke arah Timur
yang membentang ke arah teluk Persia dan di bagian timur laut bersambung dengan
muara Sungai Eufrat.
Pada masa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, Banu Tamim memiliki kedudukan terhormat karena keberanian dan kemurahan hatinya serta keunggulan kaum laki-lakinya sebagai pahlawan dan penyair.
Sebagian besar
mereka beragama Nasrani dan penyembah berhala, mereka mempelopori menolak
membayar Zakat saat Rasulullah mengutus para pemungut zakat ke Banu Tamim
bahkan mereka membunuh sahabat Nabi bernama Uyainah bin Hisn yang diutus Nabi
kepada mereka.
Setelah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam wafat,
pemimpin Bani Tamim bernama Malik bin Nuwairah menolak membayar zakat dan
membuat hura-hara di Madinah. Sebelum Khalid bin Walid menaklukan Banu Tamim, ia
menghadapi Bani Asad dan Gatafan serta kabilah-kabailah yang murtad dan tidak
mau tunduk pada pemerintahan Abu Bakar As Siddiq. Selanjutnya Khalid bin Walid
menaklukan kabilah Banu Tamim yang dipimpin Malik bin Nuwaira.
Kontroversi Khalid Bin Walid
Kontroversi sepanjang sejarah muncul ketika Malik bin Nuwaira sudah menyerah tetapi Khalid bin Walid tetap mengeksekusinya. Sebelum Khalid mengeksekusinya, ia berdialog dengan Malik bin Nuwaira.
Dalam dialog itu, Khalid meminta Malik bin Nuwaira agar ia memberikan kesaksiannya apakah tetap bersikukuh menjadi murtad dan menolak membayar zakat atau ia bersedia bertaubat ?
Namun Malik bin Nuwaira tidak mau tunduk pada pemerintahan
Abu Bakar As siddiq dan tetap menolak membayar zakat, Malik bin Nuwaira
berkata “ Ambil saja harta kamu, agama
itu agama Muhammad bukan agama Abu
Bakar, aku dapat menerima Shalat tapi tidak dengan zakat !”.Khalid mengeksekusi
Malik bin Nuwaira”.
Ada cerita yang muncul bahwanya
Khalid bin Walid menikahi istrinya Malik bin Nuwaira bernama Laila (Umm Tamim).
Bumi pun belum kering dari darahnya Malik bin Nuwaira. Hal ini betentangan
dengan tradisi Arab. Ada cerita juga yang berkembang bahwa saat Khalid bin
Walid mengeksekusi Malik bin Nuwaira, Laila bersimpuh di kaki Khalid bin Walid untuk
meminta belas kasihan.
Tindakan Khalid bin Walid mengeksekusi Malik bin Nuwaira membuat sejumlah Sahabat senior marah besar. Abu Qatadah al-Anasari menemui Khalifah Abu Bakar Ash-Sidiiq dan melaporkan tindakan Khalid bin Walid namun Abu Bakar Ash-Siddiq hanya memuji kemenangan Khalid bin Walid.
Abu Qatadah al-Ansari bersumpah tidak mau lagi di bawah
komando Khalid bin Walid. Tidak hanya Abu Qatadah al-Ansari, Umar bin Khattab
sangat marah pada Khalid bin Walid.
Abu Bakar As Siddiq berkata pada Umar bin Khattab : “Ah, Umar ! Dia membuat pertimbangan tapi salah. Janganlah yang berkata yang bukan-bukan tentang Khalid. Aku tidak akan pernah menyarungkan Pedang yang oleh Allah sudah dihunuskan kepada orang-orang kafir!”.
Umar bin Khattab
melihat perbuatan Khalid bin Walid itu tak dapat diterima. Akhirnya karena
desakan Umar bin Khattab, Abu Bakar As Siddiq tidak ada jalan lain selain
memanggil Khalid bin Walid untuk mendengar cerita yang sesungguhnya.
Saat Khalid bin Walid tiba Madinah dari medan perang dan masuk Masjid dengan mengenakan pakaian perang, Umar bin Khattab berdiri menyambutnya. Umar bin Khattab merenggut anak panah dan diremukannya seraya berkata : “ Engkau membunuh seorang Muslim kemudian menikahi istrinya heh ! Akan kurajam engkau dengan batu !”.
Khalid bin Walid
hanya diam dan tidak melawan Umar bin Khattab. Abu Bakar As siddiq memaafkan
tindakan Khalid bin Walid dan memahami atas segala kejadian yang masih dalam
suasana perang.
Perbedaan sikap Abu Bakar dan Umar bin Khattab karena menghendaki yang terbaik untuk Islam dan kaum
Muslimin. Menurut pendapat Umar bin Khattab, tindakan Khalid bin Walid tak
berlaku adil terhadap Malik bin Nuwaira lalu menikahi istrinya sebelum habis
masa iddahnya yang demikian ini akan merusak keadaan umat Islam dan meninggalkan
citra yang buruk di mata orang-orang Arab.
Menurut pendapat Abu Bakar
Ash-Siddiq, dalam situasi demikian lebih berbahaya untuk membuat perhitungan
seperti itu. Terbunuhnya satu orang atau sekelompok orang bukanlah soal salah
atau tidak salah. Bahaya itu akan mengancam seluruh negara, pembrontakan akan
berkecamuk. Perkawinan dengan perempuan di luar dari kebiasaan orang Arab jika
itu terjadi pada seorang Panglima dalam suasana perang sesuai dengan hukum
perang maka perempuan itu akan menjadi miliknya.
Menerapkan hukum secara kaku tidak
berlaku untuk orang seperti Khalid bin Walid terutama bila hal itu mengancam
kedaulatan negara. Kaum Muslimin masih memerlukan pedang Khalid. Selanjutnya
Abu Bakar Ash-Siddiq memerintahkan Khalid bin Walid untuk menumpas Musailimah
di Yamamah yang sedang keras-kerasnya memberontak terhadap Islam. Pasukan
Musailimah dapat mengalahkan pasukan kaum Muslimin di bawah pimpinan Ikrimah
bin Abu Jahal.
Nasib Khalid bin Walid Pada Masa Umar bin Khattab
Abu Ubaidah, Khalid bin Walid dan Yazid bin Abu Sufyan sudah kembali Baitul maqdis setelah penaklukan Baitul maqdis, menuju tugasnya masing-masing. Yazid tinggal di Damsyik, Abu Ubaidah di Hims dan Khalid bin Walid ke Kinnasrin. Mereka mengatur administrasi pemerintahan wilayahnya masing-masing dengan kebijakan yang lunak dengan keadilan yang tak lepas dari rasa kasih sayang dalam pelaksanaannya.
Sekarang
seluruh kawasan itu sudah aman dari serangan musuh sesudah dimana-mana mereka
mengalami kehancuran dan sesudah seluruh Syam tunduk kepada pasukan Muslimin
dari ujung Selatan Palestina sampai ke ujung Utara di Suriah.
Khalid bin Walid tidak lama tinggal di Kinnasrin, ia berjalan-jalan di lorong-lorong Romawi bersama Iyad bin Ganm. Khalid bin Walid berhasil menumpas pemebrontak dan musuh-musuh Islam yang membahayakan kedaulatan Islam.
Sesudah
Iyad bin Ganm selesai tugasnya di Jazirah, ia berangkat ke arah Armenia untuk
memperkuat batas-batas pasukan Muslim dan menanamkan rasa gentar dalam hati
musuh. Khalid bin Walid dari Syam Utara berangkat ke Amid dan Ruha. Dalam
perjalanannya Khalid bin Walid banyak meraih kemenangan besar dan memperoleh
harta rampasan perang.
Dengan penuh rasa kagum orang berbicara tentang Khalid bin Walid di Qilqilah dan Armenia. Mereka membicarakan kehebatannnya yang luar biasa yang hampir tak masuk di akal di Irak dan di Syam serta tindakannya pemberiannya berupa hadiah-hadiah kepada para pahlwan dan orang yang berpangkat serta berkedudukan tinggi.
Khalid bin Walid Mendengar kekaguman orang-orang terhadap
Khalid, Umar bin Khattab marah dan memerintahkan semua harta yang diperolehnya
disimpan untuk kaum Duafa Muhajirin. Terbayang dalam benak Umar bin Khattab kalau
dibiarkan Khalid semaunya maka ia akan sampai pada puncak kesombongan dan
kezaliman.
Umar bin Khattab mengatakan bahwa : “ Sungguh aku tidak beriman kepada Allah kalau aku pernah menyarankan kepada Abu Bakar tetapi perintah itu tidak aku laksanakan. Demi Allah, aku tidak akan mengangkatnya lagi untu satu jabatan apapun”.
Sesudah itu, Umar bin Khattab menulis surat pada Abu Ubaidah agar
mememanggil Khalid bin Walid dan mengingkatnya dengan serban serta melepaskan Qalansuwah (topi kebesarannya). Abu Ubaidah bingung menerima surat itu karena
Khalid bin Walid punya kedudukan yang tinggi.
Abu Ubaidah mengutus Bilal bin Rabbah menanyakan harta yang diberikannya itu dari harta rampasan perang atau harta pribadi ? Khalid diam tidak menjawab. Bilal maju dan berkata “Amirulmukminin memerintahkan agar anda diikat serban”. Khalid tidak habis pikir menyaksikan hal itu.
Mampukah kita membayangkan apa yang sedang
berkecamuk di hati Khalid bin Walid yang ia telah mengangkat martabat Islam dan
kaum Muslimin namun sekarang ia dituduh mengkhianati harta kaum Muslimin. Khalid
bin Walid pun menemui Umar bin Khattab di Madinah dengan kemarahan yang hampir
merobek jatuhnya karena tuduhan pengkhianatan itu tidak dapat diterimanya.
Saat Khalid bin Walid dan Umar bin
Khattab bertemu, Umar bertanya pada Khalid bin Walid perihal dari mana
kekayannya itu ? Khalid menjawab : Dari harta rampasan perang dan dari
saham-saham, kalau anda mau ambilah. Umar bin Khattab pun menaksir
barang-barang Khalid bin Walid senilai 80 ribu Dirham, disisakan buat dia 60
ribu Dirham dan sisanya masuk ke dalam Baitulmal.
Boleh jadi sikap keras Umar bin Khattab ini karena ia melihat banyak orang yang fanatik pada Khalid bin Walid. Umar bin Khattab berkata “ Khalid buat saya anda sangat mulia, saya mencintaimu, anda tidak dapat menyalahlan saya lagi”. Khalid bin Walid mematuhi keputusan Umar bin Khattab dengan jiwa besar.
Ada yang menyatakan bahwa
pemecatan Khalid bin Walid karena Umar bin Khattab cemburu dengan kekaguman
banyak orang pada Khalid namun ini tentu tidak benar karena Umar bin Khattab adalah sahabat mulia Nabi yang jauh dari sikap dengki dan iri hati.
Khalid bin Walid wafat empat tahun kemudian setelah pemecatannya dan ketika ia wafat tidak meninggalkan harta selain kuda, pelayan dan senjatanya. Sebelum meninggal, ia berkata “ Saya sudah melibatkan diri dalam pasukan-pasukan besar sehingga tidak ada satu titik dibadanku ini yang tak terkena pukulan pedang. Tapi sekarang saya mati wajar di atas ranjang seperti seekor kedelai liar. Para pengecut itu tidak bisa tidur !”.
Pada saat Khalid wafat, Umar bin Khattab bersedih. Semoga Allah memberi rahmat kepada Khalid bin Walid dan kepada Umar bin Khattab, keduanya merupakan dua kekuatan yang paling tangguh.
Sumber : Muhammad Husain Haekal dalam
karyanya Abu Bakar Ash-Siddiq dan Umar bin Khattab.