Kejayaan dan Runtuhnya Bani Abbad di Sevilla Spanyol

Gambar Istana Sevilla Peninggalan Daulah Andalusia

Prof. Dr Raghib As-Sirjani dalam bukunya "Bangkit dan Runtuhnya Daulah Andalusia" menyebutkan bahwa Daulah Andalusia di Spanyol telah terbagi menjadi 22 negara. Kaum Muslimin di Andalusia benar-benar terpecah dalam kondisi yang sebelumnya tidak kenal dalam sejarah.

 Dari 22 negara di Daulah Andalusia, salah satunya adalah Dinasti Bani Abbad di Sevilla. Dinasti Sevilla dapat dianggap sebagai negara paling penting di seluruh Dinasti di Andalusia. Sevila negara yang paling penting kedudukannya di Andalusia. Sevilla mengalami kemajuan pesat di bidang militer, ekonomi, politik dan letak geografisnya. Kedudukan para Ulama dan Ilmuwan Muslim sangat dimuliakan di Sevilla.


Inilah yang membuat rajanya menjadi raja paling masyhur, dan para penyairnya adalah terbaik. Kejayaan Sevilla tidak terlepas karena pengaruh Bani Abbad. Bani Abbad merupakan keturunan bangsa Arab yang masuk ke Andalusia, di antara mereka adalah Athaf bin Nu’aim yang merupakan kekek dari semua Bani Abbad. Ia adalah orang suku Lakm asli dan asalnya adalah bangsa Arab Himsh di Syam. Ketika ia masuk Andalusia, ia berhenti di sebuah desa dekat Sevilla. Ada juga yang mengatakan Bani Abbad berasal dari keturunan An’Numan bin Al-Mundzir bin Ma’u As-Sama. Mereka dari suku Lakhm.

Suku Arab Lakhm

Phillip K.Hitti dalam bukunya “The History of Arabs” menyatakan bahwa sekitar abad ketiga masehi, sejumlah suku pengembara yang menyebut diri mereka sebagai Tanukh dan mengaku keturunan Yaman menetap di kawasan subur Sungai Eufrat. Kedatangan mereka diperkirakan bersamaan dengan jatuhnya Kerajaan Persia, Arsasia dan berdirinya Dinasti Sasaniyah (226 M). Pada mulanya suku Tanukh tinggal di tenda kemudian berkembang menjadi pemukiman Hirah yang berada tiga mil di sebalah selatan Kufah (Irak), tidak jauh dari Babilonia kuno. Kota Hirah ini kemudian menjadi Ibukota Persia.

Penduduk aslinya beragama Kristen yang berafiliasi Gereja Suriah Timur (Gereja Nesstorian). Orang Tanukh yang kemudian menetap di Libanon Selatan dan menganut agama Druwis merupakan keturunan Raja-Raja Lakhmi di Hirah. Pemimpinnya bernama Malik ibn Fahm al-Azdi kemudian digantikan anaknya bernama Jadhimah al-Abrasi dan kemudian berdirilah Kerajaan Lakhmi yang didirikan Amr ibn Adi ibn Nashr ibn Rabi’ah ibn Lakhm, anak laki-laki saudara perempuan Jadhimah. Dari Arab Lakhm inilah berasal keturunan Bani Abbad di Andalusia.

Bani Abbad di Andalusia

Katedral Sellvia yang dahulunya Masjid Agung Sellvia

Bani Abbad di Andalusia didirikan oleh Abu Al-Qasim Muhammad bin Ismail bin Muhammad bin Ismail bin Quraisy bin Abbad bin Amr bin Aslm bin Amr bin Atthaf dari Arab Lakhn. Jadi Bani Abbad bukan keturunan Suku Quraisy Mekkah dan tidak memiliki kaitannya dengan keturunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti yang diutarakan oleh Harold B. Brooks-Baker tahun 1986 M yang menulis untuk Perdana Menteri Margareth Thatcheryang  menyatakan Ratu Elizabeth II keturunan Nabi Muhammad melalui jalur Muhammad bin Ismail bin Quraisy pendiri Bani Abbad.

Bani Abbad tidak ada kaitannya secara nasab maupun historis dengan suku Quraisy Mekkah dan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.  Muhammad bin Ismail bin Abbad wafat pada tahun 433 H/1042 M dan digantikan oleh putranya bernama Al-Mu’tadhidh Billah bin Abbad yang bergelar Fakhr ad-Daulah (Sang Kebanggan Negara) kemudian bergelar Al-Mu’tadhidh Billah. Ia berhasil menguasai Sellvia. Ia pemimpin yang tegas, cerdas, keras hati dan otoriter.

Ibnu Bassam berkata tentangnya : “ Ia adalah pria yang tidak ada yang selamat darinya orang yang jauh maupun dekat.Ia sangat keras dan sangat pemberani hingga negerinya menjadi luas dan kekayaannya semakin banyak”. Ia menghabisi para Menteri ayahnya. Ia berhasil merebut Santa Maria Barat, Pulau Syalthis, dan menahlukan Daulah-Daulah kecil. Ia menghadapi begitu banyak tragedi semasa kekuasannya. Meskipun ia sangat kejam, ia sangat memulikan para Ilmuwan Muslim dan Ulama. Pelataran singgasananya dihiasi para penyair dan ahli ilmu. Ia wafat pada tahun 461 H/1069 M.

Ia digantikan putranya bernama Al-Mu’tamid yang lahir tahun 432 H. Ia adalah Raja yang baik, cerdas, dermawan dan sangat menghindari terjadinya peperangan.Sayangnya ia sangat gemar mabuk-mabukan, pemalas dan menjadikan kehancuran kekuasannya. Al-Mu’tamid berhasrat untuk menguasai seluruh Granda dari tangan Daulah-Daulah Islam yang berkuasa disana. Ia bersekutu dengan kaum Kristen untuk menghancurkan kaum Muslimin sendiri sebagai balasannya ia harus membayar pajak pada kaum Kristen.

Al-Mu’tamid bin Abbad terlibat persiteruan dengan Bani Dzunun penguasa Toledo.Ia bekerjasama dengan kaum Kristen untuk merebut Toledo dari kaum Muslimin sendiri. Sayangnya ketika Toledo berhasil direbut dari kekuasaan Bani Dzunnun, Kaum Kristen menguasai sepenuhnya Toledo dan Toledo di bawah kekuasaan Raja Alfonso . 

Al-Mu’tamid wafat di Aghmat, Magribi setelah ia berusaha menahlukan Daulah Murabithun di Afrika bersama kaum Kristen pada tahun 1095 M. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Bani Abbad di Sellvia. Sejarawan Muslim tidak menyebutkan berapa pasti putri Al-Mu’tamid. Popularitas Al-Mu’tamid dalam bidang sastra dan puisi mengalahkan popularitasnya bidang politik dan kekuasaan. Sebelum wafat, ia bahkan menulis sajak duka cita untuk dirinya sendiri.


 Hal yang menjadi kontroversial adalah putri Al-Mu’tamid dan ada yang menyatakan isteri dari anaknya (menantunya Al Mu'tamid) yang bernama Zaida diambil oleh Raja Alfonso VI dan dijadikan istri/selirnya.  Zaida meminta perindungan para Raja Alfonso karena Daulah Murabithun berhasil menguasai Toledo. Zaida kemudian masuk Kristen dan dari pernikahan mereka lahirlah Sancho.

 Zaida berubah nama menjadi Isabel. Dari keturanan inilah melahirkan Ratu Elizabeth II. Cerita ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab sejarah yang ditulis oleh Ulama ataupun sejarawan Islam terkemuka pada masanya dan masa sesudahnya. Cerita ini hanya ditemukan dalam tulisan Orientalis Barat semata.

 

 

 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال