Bisakah Manusia Melihat Jin ? Pandangan Prof. Muhammad Quraish Shihab

Bisakah Manusia Melihat Jin ? Pandangan Prof. Muhammad Quraish Shihab

KULIAHALISLAM.COM - Prof. Muhammad Quraish Shihab menjelaskan dalam karyanya "Jin dalam Alquran" bahwa, Allah Subhanahu Wa Ta'ala memperingatkan anak cucu Adam dengan firmannya,

"Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya, ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka," (QS. al-A’raf 27).

Ayat ini dipahami oleh sekian banyak ulama sebagai dalil yang amat kuat tentang tidak mungkinnya manusia melihat jin. Imam Syafi'i menegaskan bahwa " berdasarkan ayat di atas, manusia tidak mungkin dapat melihat jin, siapa yang mengaku dapat melihat jin, maka kami tolak kesaksiannya, kecuali yang mengatakannya adalah Nabi dan Rasul".

 Rasyid Ridha berpendapat bahwa siapa yang berkata bahwa dia melihat jin, itu hanya ilusi atau ia melihat binatang aneh yang diduganya jin.

Tentu saja, jin yang dimaksudkannya disini adalah makhluk halus yang diciptakan Allah dari api bukan dalam pengertian kuman-kuman karena seperti yang dikemukakan sebelum ini dan ahli berpendapat bahwa kuman-kuman yang hanya dapat terlihat melalui mikroskop boleh jadi merupakan jenis jin.

Mengapa manusia tidak dapat melihat jin sedangkan jin dapat melihat manusia? Jin yang tercipta dari api, dan Malaikat yang tercipta dari cahaya adalah makhluk-makhluk halus. Sesuatu yang amat halus dapat menyentuh yang kasar dan tidak sebaliknya.

Kita dapat merasakan kehangatan api di belakang tembok karena api lebih halus daripada tanah sehingga kehangatannya dapat menembus tembok dan dapat kita rasakan.

Cahaya dapat menembus kaca, tetapi angin tidak, sebab tingkat kehalusannya berbeda. Selanjutnya ini berarti kita yang makhluk kasar ini tidak dapat melihat jin atau malaikat yang merupakan makhluk halus tetapi mereka dapat melihat kita.

Ketika orang-orang musyrik mempertanyakan “Mengapa tidak diturunkan kepada kita Malaikat atau mengapa kita tidak melihat Tuhan kita ?Allah menyatakan bahwa : “Sesungguhnya mereka memandang besar diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas dalam melakukan kezaliman”, (QS. al-Furqan ayat 21).

Memandang besar diri mereka karena mereka ingin melihat Malaikat dan Tuhan. Padahal kedua hal tersebut tidak mungkin terjadi di dalam kehidupan dunia ini.

Allah menjadikan para malaikat yang mereka usulkan menjadi rasul itu laki-laki karena manusia tidak dapat melihat malaikat di dunia ini sehingga, untuk menjadikan malaikat sebagai seorang rasul para malaikat harus terlebih dahulu dijadikan laki-laki dan bila itu terjadi problem mereka tidak terselesaikan karena keraguan tetap tidak sirna.

Sebab, yang mereka lihat adalah manusia juga, walaupun pada hakikatnya mereka adalah malaikat-malaikat. Demikian pandangan ulama yang munafikkan kemungkinan manusia melihat makhluk halus baik melihat malaikat maupun jin.

Ulama lain berpendapat bahwa jin hanya dapat dilihat oleh para Nabi atau mereka dapat dilihat hanya pada masa kenabian, tidak lagi saat ini. Ketika itu kata penganut pendapat ini, keberadaan mereka sebagai makhluk halus diubah Allah menjadi makhluk kasar sehingga dapat terlihat oleh siapapun. Hemat penulis (M Quraish Shihab) kedua pendapat terakhir ini terasa dibuat-buat.

Pendapat lain, yang agaknya lebih diterima adalah yang menyatakan jin dapat dilihat oleh manusia jika jin berubah dengan mengambil bentuk makhluk yang dapat dilihat oleh manusia. Pendapat ini tidak membatasi kemungkinan mereka dapat dilihat oleh para Nabi atau pada masa kenabian tetapi kapan, di mana, dan siapapun bila kondisi memungkinkannya.

Pendapat ini dudukung oleh riwayat-riwayat yang menginformasikan bahwa sahabat Nabi, tabiin, dan banyak ulama pernah melihat makhluk-makhluk halus tapi dalam bentuk manusia ataupun binatang.

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال