Bagaimana Islam Memaknai Kemerdekaan?

KULIAHALISLAM.COM - Peristiwa budak yang telah membuat banyak orang buta terhadap apa yang dia lakukan dan kerjakan sebagai bangsa merdeka. Kalau kita lihat dari sisi sejarahnya, masih ingatkah kaum jahiliyah yang mampu memperbudak kaum perempuan dari segalanya?

Atau peristiwa bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup? Malahan menjual budak-budak sebagai pemerasan? Tentunya hal ini sangat miris dalam selalu kehidupan yang diselimutinya. Sudah terlalu tentang nostaliga zaman-zaman kekejaman yang selalu dijadikan pelajaran madrasah setempat. 

Ilustrasi Kemerdekaan

Rata-rata bangsa penjajah adalah bangsa mayoritasnya kaum-kaum pemimpin segala kerakusannya. Sehingga masyarakat yang dijajah merasa risih melarikan diri demi menyelamatkan nyawanya. Suatu pembalasan yang merupakan mempunyai rasa trauma sangat dalam sebagai bangsa budak yang tidak berguna. Namun bagaimana Islam memaknai kemerdekaannya? 

Apakah memilih untuk melupakannya? Atau menghancurkannya. Pertanyaan ini seolah-olah senjata bagi kaum merasa tertindas dan bebas dalam kemerdekaannya. Sangat di sayangkan sekali, kalau hampir seperempat kaum muslim yang tidak peduli sama sekali. Mari kita pahami dalam surat At-Taubah ayat 122 sebagai berikut:

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.

Dalam konteks ayat tersebut, semua orang berbondong-bondong telah melupakan semuanya atas pengakuan keimanannya terhadap islam. Padahal zaman dahulu cara memerdekannya adalah berjuang berperang untuk benar-benar memperjuangkan. Tapi dengan cara yang baik dan benar sesuai aturan memanusiakan manusia. 

Harta rampasannya pun dibagikan orang-orang yang membutuhkan. Sementara, sebagian harta rampasannya, sebagai amunisi penyimpanan cadangan perjuangan selanjutnya. Maka dari itu, Islam telah mengajari kita supaya manusia tetap menjalankan kewajiban syariatnya supaya memahami situasi dan kondisi. 

Apalagi zaman saat ini masih saja bangsa yang selalu dibumbui kekerasan kelompok tak pandang bulu. Palestina misalnya, sampai tahun ini terus diserang balik oleh tentara kaum Israel mengunakan senjata-senjata canggih. Selanjutnya, Iran yang dikenal sebagai negara Syiah terbesar di dunia pun, masih ada konflik kelompok teroris Al-Qaeda. 

Walaupun menurut beberapa media, Al-Qaeda sudah memutuskan perdamaian sebagai jalan kenyamanan bersama. Di Indonesia pun juga ada persoalan ideologi sekeras Khilafatul Muslimin yang kasusnya masih diamankan, karena dianggap merusak pancasila. Bayangkan kalau itu diwujudkan Islam masih dianggap dijajah oleh agamannya sendiri. 

Jika kita pahami dengan baik tentang makna kemerdekaannya. Kesalahan individualisme masing-masing manusia adalah bahayannya merubah pola pikir merusak citra kemuliaannya. Sekali kita mengubah mereka sesuai rencana kita dengan beralasan agama, lalu digabungkan kebenciaan, bukan tidak mungkin pemikiran kita sudah mulai terjajah oleh pemikiran orang lain. 

Perlu kita ketahui, tidak semua penjajah buruk yang seakan-akan membunuh otak kita, tapi selama kita masih bisa berfikir baik, maka kita lakukannya dan mengamalkannya. Seharusnya kita patut bersyukur dan membiarkan orang-orang merasakan keindahan berfikir yang diberikan Allah swt semata. 

Dan (ingatlah juga), takala Rabbmu memaklumkan:"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Surat Ibrahim ayat 7). 

Bersyukur adalah cara paling baik menghidupi apa yang harus kita resapi. Tanpa memandang bulu, namun nikmati, rasakan, laksanakan. Khususnya memaknai kemerdekaan pendekatan rasa bersyukur. 

Saatnya kita tak henti-hentinya merubah pikiran terjajah, menjadi menjajah sebagai upaya membebaskannya. Rasa bersyukur ini sangat penting mengingat nostaliga kekejaman bertahun-tahun. Karena Islam adalah agama doa yang mengatarkan umatnya tidak terjerat kasus-kasus kekejamanan muak dilakukannya. Upayakanlah doa sebagai pengabungkan rasa bersyukur, agar Allah swt senantiasa membantu kita dalam kesulitannya. 

Islam telah mengajarkan kita membawa perubahan buruk menjadi baik yang semestinya. Kita belajar ‘ulama-‘ulama dahulu bahwa kemerdekaan adalah Islam telah memberikan arti kedamaian hati dengan orang-orang lainnya. 

Maka pentingnya kemerdekaan dimaknai jalan menuju kebangkitan setelah meresapi kesalahan-kesalahan. Jika diantara kita masih merasa kemerdekaan belum sepenuhnya belum tersentuh hati, insropeksilah kekuarangan melengkapi kelebihan yang ada. Semua sama saja, dilakukan hanya karena adu domba belaka.

Ahmad Zuhdy Alkhariri

Pegiat Literasi, essais, Kontributor NU Online. Beberapa karyanya bisa dijumpai di :Islamsantun.org, Kuliah Al-Islam, Alif.id, Semilir.co., kalimahsawa.id, dan masih banyak lagi

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال