Toleransi Bekerja dengan Non-Muslim

Toleransi Bekerja dengan Non-Muslim

Oleh: Fauzal Fikri

KULIAHALISLAM.COM - TOLERANSI adalah sikap manusia untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan, baik antar individu maupun kelompok. Untuk menghadirkan perdamaian dalam keberagaman, perlu menerapkan sikap toleransi. Secara etimologi, toleransi berasal dari bahasa Latin, tolerare, yang artinya sabar dan menahan diri.  

Sedangkan secara terminologi, toleransi adalah sikap saling menghargai, menghormati, menyampaikan pendapat, pandangan, kepercayaan kepada antar sesama manusia yang bertentangan dengan diri sendiri.

Berdasarkan arti secara bahasa, toleransi dapat dimaknai sebagai kemampuan setiap orang untuk bersabar dan menahan diri terhadap hal-hal yang tidak sejalan dengannya. Dengan adanya sikap toleransi, konflik dan perpecahan antarindividu maupun kelompok tidak akan terjadi. 

Banyak orang menyebut toleransi sebagai kunci utama perdamaian yang patut dijaga. Hal tersebut penting untuk diperhatikan mengingat bangsa Indonesia mempunyai latar belakang perbedaan yang beragam, mulai keyakinan, suku, ras, hingga warna kulit.

Hadis tentang toleransi

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ اْلأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah SAW: “Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah? Maka beliau bersabda: ‘Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)’.” (HR Bukhari).

Meskipun Islam menjunjung tinggi toleransi, penghargaan yang diberikan Islam hanya sebatas urusan muamalah atau hubungan sesama manusia. Toleransi Islam tidak sampai ke batas akidah dan keimanan yang dianut umat agama lain.

Artinya, selama itu tidak mengotori atau mencemari kemurnian keyakinan terhadap Allah SWT, pintu toleransi dibuka seluas-luasnya. Batasan toleransi itu tergambar dalam Alquran surah Al-Kafirun.

Dalam hal ini, penurunan atau asbabun nuzul surah Al-Kafirun berkaitan dengan kokohnya tekad Nabi Muhammad SAW untuk berdakwah di Makkah. Tindakan itu mengganggu kaum kafir Quraisy sehingga mereka bermaksud menggagalkan dakwah beliau.

Sebagaimana dikutip dari buku Menyelami Makna Kewahyuan Kitab Suci (2009) yang ditulis Mahmud Arif, dinyatakan bahwa pemuka Quraisy, Umayyah bin Khalaf, Al-Walid bin Mughirah, dan Aswad bin Abdul Muthalib menegosiasi Nabi Muhammad SAW untuk saling menyembah Tuhan mereka.

Mereka berkata bahwa jika Rasulullah SAW berkenan menyembah Tuhan mereka (berhala) selama setahun, merekapun akan menyembah Allah SWT setahun berikutnya.

Berkenaan atas hal itu, turunlah surah Al-Kafirun yang menyatakan لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ "Lakum diinukum waliyadiin" atau "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku," (QS. Al-Kafirun [109]: 6). Ayat tersebut menjelaskan bahwa toleransi tidak diizinkan jika menyangkut ritual peribadatan umat lain.

Dalam perkara duniawi, toleransi merupakan prinsip muamalah yang sangat penting dalam Islam. Rasulullah SAW bahkan mengajak kaum muslimin untuk memudahkan urusan duniawi tanpa memandang perbedaan antarmanusia.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى.

Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual dan ketika membeli, dan ketika memutuskan perkara," (H.R. Bukhari).

Pluralisme Agama

Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlain-lainan pula:

Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam agama-agama lainpun dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.

Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini sering kali menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.

Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya untuk mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik antar agama-agama atau berbagai denominasi dalam satu agama.

Dan sebagai sinonim untuk toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda. 

Sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan semua agama sama. Oleh karena itu, kebenaran semua agama adalah relatif. Maka itu, pemeluk agama tak boleh mengklaim hanya agamanya yang benar sedangkan agama lainnya salah.

Pluralisme agama juga menyatakan semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. Berdasarkan pengertian itu, MUI memfatwakan pluralisme agama bertentangan dengan Islam dan Muslim haram mengikuti paham itu. “Dalam masalah akidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif.”

Dalam artian, haram mencampuradukkan akidah dan ibadah umat Islam dengan akidah dan ibadah umat beragama lainnya. Mengenai pluralitas di masyarakat MUI pun menyinggungnya. Bagi yang tinggal bersama pemeluk agama lain, dalam masalah sosial yang tak berkaitan dengan akidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif.

Perlu di pahami juga bahwa Pluralisme dan Pluralitas sejatinya punya akar kata yang sama, yaitu kata 'plural' yang artinya jamak; lebih dari satu (KBBI ). Kemudian setelah mendapat imbuhan di bagian akhir, makna keduanya menjadi berbeda.

Pluralisme, mendapat imbuhan -isme yang pada akhirnya mengacu kepada makna yang khas yaitu sebuah 'pemahaman'. Maka Pluralisme dalam hal agama menjadi sebuah 'pemahaman' yang menganggap agama-agama yang ada (jamak, lebih dari satu agama) semuanya benar, karena meskipun nama Tuhannya berbeda, cara menyebah Tuhannya berbeda tetapi hakikatnya Tuhan yang disembah tetap satu, Tuhan yang sama.

Kesimpulan 

Toleransi adalah sikap manusia untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan, baik antar individu maupun kelompok. Untuk menghadirkan perdamaian dalam keberagaman, perlu menerapkan sikap toleransi.

Penulis adalah mahasiswa Ilmu Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال