Falsafah Pancasila Mewujudkan Perdamaian Dunia

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)

KULIAHALISLAM.COM - Dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 31 Mei-1 Juni 1945 terjadi perdebatan tentang dasar negara, terutama antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam. Kelompok nasionalis. menginginkan negara Indonesia sebagai negara sekuler, sedangkan kelompok Islam menginginkan Islam menjadi dasar negara karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Akhirnya mereka setuju menjadikan Pancasila sebagai dasar negara yang juga disebut sebagai ideologi negara.

Meski demikian, sepanjang sejarah negara ini, pemaknaan dan pelaksanaan kedudukan agama dalam negara ini mengalami dinamika dan tarik ulur, terutama antara kelompok agama dan kelompok nasionalis (sekuler). Hal itu terjadi pada sidang-sidang Kunstituante 1956-1959 yang berakhir dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tarik ulur ini juga terjadi pada masa demokrasi terpimpin, yang memberikan kesempatan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk berkuasa, tetapi kemudian berakhir dengan percobaan kudeta Gerakan 30 September (G30S/PKI) yang gagal.

Tarik ulur antara pendukung Islam dan pendukung Pancasila pun berlangsung pada awal-awal periode Orde Baru (1966-1998), yang Tarik ulur antara pendukung Islam dan pendukung Pancasila pun kemudian berubah menjadi persaingan antara orientasi keagamaan dan orientasi kebangsaan atau sekularisme. Di era reformasi (1998-sekarang), wacana yang mempertentangkan Islam dan Pancasila ini semakin terbuka sebagai konsekuensi dari adanya kebebasan berekspresi dan konsolidasi sistem demokrasi secara substantif. Di era ini bahkan muncul ekspresi kelompok-kelompok kanan, yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi keagamaan (Islam). Di samping itu, di era reformasi ini juga muncul ekspresi kelompok-kelompok kiri, yang mendukung gerakan-gerakan komunis (PKI) hidup kembali di negara ini.

Untuk memperkuat propaganda mereka, kelompok kanan memunculkan isu-isu keagamaan, terutama tentang eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara yang dianggap bertentangan dengan Islam, sehingga umat Islam harus mendirikan negara Islam atau khilafah Islamiyyah. Sementara kelompok kiri memanfaatkan kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang belum sepenuhnya terwujud sehingga bangsa Indonesia harus mengadopsi sistem sosialis. Kemunculan kedua ekstrem ini sangat mengancam integrasi sosial dan ideologi negara sehingga upaya-upaya penanggulangan kedua ekstreminipun dilakukan, baik dalam bentuk kontraradikalisme maupun deradikalisasi. Salah satu upaya kontraradikalisme ini adalah penjelasan tentang Pancasila dengan legitimasi keagamaan.

Bangsa indonesia telah cukup makan asam garam dalam pergaulan internasional dan telah mengadakan hubungan damai melalui perdagangan dengan bangsa India, Cina, Persia, Arab, Portugis, Inggris dan Belanda. Kehalusan budi pekerti dan sikap ramah tamah bangsa indonesia itu di salahgunakan oleh bangsa lain sebagai alat untuk kemudian menjajah bangsa indonesia. Keinginan akan hidup damai bangsa indonesia dikotori oleh konflik dan peperangan akibat ulah penjajah.

Meskipun demikian jika kita menengok kembali ke peristiwa sidang Badan Penyeldikik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945, pada waktu Bung Karno sebagai pembicara mengenalkan agar pancasila dijadikan dasar negara donesia merdeka, ditegaskan bahwa kita bukan saja harus mendirikan negara indonesia merdeka tetapi harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa bangsa, menuju persatuan, menuju persaudaraan dunia.

Pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno mendapat kesempatan untuk menyampaikan gagasan tentang dasar negara Indonesia merdeka yang disebut Pancasila. Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Junbi Cosakai.

Sejarah mencatat perdebatan dan pertukaran gagasan tentang rumusan awal dasar negara. Para negarawan yang tergabung dalam Panitia Sembilan berupaya sekuat tenaga agar rumusan yang dihasilkan dapat diterima seluruh komponen bangsa. Coba kita bayangkan apa yang terjadi jika perdebatan tentang dasar negara dilangsungkan pada hari ini.

Terlepas dari berbagai dinamika yang terjadi dan tanpa melupakan beragam peristiwa yang mengiringi, sekarang kita mengenal rumusan Pancasila yang termaktub dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945. Rumusan tersebut kemudian disahkan sebagai dasar negara Indonesia Merdeka pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945.

Mari kita coba renungi ruh semangat yang terkandung dalam narasi; Ketuhanan yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pemaknaan pancasila sebagai pedoman dalam bernegara semestinya mampu melahirkan jiwa kenegarawanan. Lima sila jika dilaksanakan dengan konsisten dan konsekwen akan mampu merealisasikan tujuan berdirinya negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Setelah melewati sidang sidang BPUPKI dan PPKI akhirnya prinsip tersebut diterima dan menjadi sila kedua pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemanusiaan berarti kesesuaian dengan hakekat bangsa indonesia. 

Bangsa indonesia mempunyai pandangan hidup bahwa pada hakekatnya manusia itu mempunyai kesamaan yaitu kemanusiaan. Oleh karena itu berdasarkan pandangan hidup ini semua bangsa seharusnya mempunyai martabat yang sama sehingga dapat hidup bersama dengan tenteram dan damai. Ditegaskan pula bahwa hubungan damai tersebut harus didasarkan atas pemberian kepada semua pihak apa yang menjadi hak dan kewajiban masing masing secara beradab.

Bahwa bangsa indonesia sungguh-sungguh cinta damai, terbukti dalam wujud amanat rakyat indonesia yang dicaumkan dalam pembukaa UUD 1945 alinea 4, di amanatkan agar bangsa indonesia atau pemerintah indonesia kapanpun, dimanapun dan siapapun yang memegangnya mensahkan 4 tugas yaitu tiga tugas nasional dan satu tugas internasional. Tugas keempat berbunyi, "Ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".

Oleh karena bangsa indonesia hidup di ditengah bangsa-bangsa lain, maka indonesia harus ikut serta melaksanakan ketertiban dunia. Dasar ketertiban dunia itu ialah kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam melaksanakan tugas tersebut kita harus merdeka atau bebas untuk menentukan sendiri, demikian pula ketertiban dunia yang akan dilaksanakan harus bebas dari ikatan ikatan dan syarat syarat tertentu. Tertib dunia wajib didasarkan atas perdamaian abadi, bukan di peroleh melalui kekuasaan dan kekuatan serta pertentangan. 

Demikian pula tertib dunia harus didasarkan atas keadilan sosial, artinya ketertiban tersebut terwujud karena masing masing pihak telah mendapat haknya masing masing. Istilah ikut serta melaksanakan ketertiban dunia mengandung pengertian aktif dinamik dan kreatif dalam merealisasikannya, juga dalam menjaga ketertiban dunia tersebut bangsa indonesia harus berbuat nyata tidak hanya pasif dan menonton. Selama masih ada pergaulan dunia dengan segala masalahnya, bangsa indonesia harus ikut berperan dan mengambil bagian secara aktif tanpa mengikatkan diri kepada golongan, bangsa atau negara tertentu. Karena itu politik luar negeri kita bercorak bebas aktif.

Berdasarkan hal hal tersebut di atas, dalam ikut serta mencipatakan perdamaian dunia, bangsa indonesia mempunyai landasan sebagai berikut:,

Landasan idiil. Pancasila ialah landasan idiil bangsa indonesia, inti isi ajarannya ialah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan dan keadilan. Dalam rangka usaha memelihara perdamaian dunia, bangsa indonesia telah mempunyai landasan pokok yaitu inti isi ajaran pancasila. Dalam hal ini pancasila mengajarkan agar dalam memelihara dan mencipatakan perdamaian dunia, di landasi pertanggung jawaban kepada Tuhan yang maha kuasa, demi keadilan dan kesejahteraan umat manusia, tidak merugikan persatuan nasional, dan kepentingan dunia. Alinea 4 pembukaan UUD 1945 menyebutkan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Inilah salah satu tugas negara kita.

Landasan struktural. Dalam hal bidang luar negeri UUD 1945 menyebut dalam pasal 1 sebagai berikut ”presiden dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Jika kita perhatikan ada tiga hal yang disebut yaitu perang, perdamaian dan perjanjian”.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال